Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Tarian Diplomasi Garuda Muda di Panggung Sepak Bola di Asia Tenggara

31 Juli 2024   23:25 Diperbarui: 31 Juli 2024   23:32 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: cdn.antaranews.com

Kepak sayap Garuda Muda mulai membawa harapan sebuah bangsa yang haus akan kejayaan. Kemenangan tim sepak bola U-19 Indonesia di Piala AFF 2023 bukan sekadar prestasi olahraga, melainkan sebuah tarian diplomasi yang memikat mata dunia. 

Sepak bola adalah tarian kaki yang membelah langit dan bumi (Sindhunata, 2002). Demikian pula, kemenangan ini membelah sekat-sekat politik, menyatukan bangsa dalam euphoria yang memabukkan.

Tiupan panjang peluit wasit menandai kemenangan Indonesia atas Thailand di final dengan skor 1-0, ribuan suara membahana di Stadion Gelora Bung Tomo, Surabaya. Suara-suara itu bukan hanya sorak-sorai kemenangan, tetapi juga gema sejarah yang panjang. 

Sejarah tentang perjuangan sebuah bangsa untuk diakui di kancah internasional. Dalam setiap tendangan, dalam setiap gol, tersimpan narasi tentang Indonesia yang bangkit, yang tak gentar menghadapi lawan-lawan tangguh di kawasan.

Simbol

Kemenangan ini menjadi simbol kebangkitan sepak bola Indonesia setelah sekian lama terpuruk. Seperti burung garuda yang bangkit dari abu, tim nasional U-19 membuktikan bahwa Indonesia masih memiliki talenta-talenta muda yang siap bersaing di level tertinggi. 

Ini memang bukan cuma soal sepak bola, tapi tentang harga diri bangsa. Prestasi di lapangan hijau memiliki makna yang jauh lebih dalam bagi identitas nasional. 

Dalam konteks diplomasi, kemenangan Garuda Muda menjadi soft power yang efektif bagi Indonesia. Joseph Nye, pencetus konsep soft power, pernah mengatakan bahwa kemampuan untuk menarik dan mempengaruhi tanpa paksaan adalah kekuatan yang tak ternilai dalam hubungan internasional (Nye, 2004). 

Sepak bola, dengan daya tariknya yang universal, menjadi medium sempurna untuk diplomasi budaya Indonesia. Melalui permainan yang menghibur dan sportivitas yang ditunjukkan, tim Indonesia berhasil menarik simpati dari berbagai pihak. 

Bahkan Thailand, yang menjadi lawan di final, mengakui kehebatan Indonesia. Pengakuan ini bukan hanya pujian atas prestasi olahraga, tetapi juga penghargaan terhadap karakter bangsa Indonesia.

Kemenangan ini juga menjadi momen penting dalam konteks geopolitik Asia Tenggara. Di tengah berbagai ketegangan politik dan ekonomi di kawasan, sepak bola menjadi arena netral di mana negara-negara dapat bersaing secara damai. Piala AFF U-19 menjadi bukti nyata bagaimana olahraga dapat menjembatani perbedaan dan membangun persahabatan antar bangsa.

Namun, di balik gemerlap kemenangan, tersimpan tanggung jawab besar. Indonesia kini dipandang sebagai kekuatan baru sepak bola Asia Tenggara. Ekspektasi ini bukan hanya tentang prestasi di lapangan, tapi juga tentang peran Indonesia yang lebih besar dalam diplomasi regional. 

Barangkali pernyataan Pramoedya Ananta Toer bisa dipinjam, "orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah." Begitu juga, prestasi sepak bola ini harus diikuti dengan langkah-langkah konkret untuk mempertahankan dan meningkatkan posisi Indonesia di kancah internasional.

PSSI, sebagai induk organisasi sepak bola Indonesia, harus mampu menerjemahkan kemenangan ini menjadi kebijakan jangka panjang. Pengembangan infrastruktur, peningkatan kualitas kompetisi domestik, hingga program pembinaan usia muda yang berkelanjutan menjadi kunci untuk mempertahankan momentum ini.

Di sisi lain, pemerintah Indonesia juga harus jeli memanfaatkan momentum ini untuk kepentingan diplomasi yang lebih luas. Kemenangan Garuda Muda bisa menjadi pintu masuk untuk memperkuat hubungan bilateral dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya. 

Pertukaran pemain, pelatih, bahkan penyelenggaraan turnamen bersama bisa menjadi langkah konkret untuk memperkuat posisi diplomasi  Indonesia di kawasan. Prestasi ini malah bisa menjadi katalis bagi promosi nilai-nilai Indonesia ke dunia internasional. 

Semangat pantang menyerah, kreativitas, dan keramahan yang ditunjukkan tim Indonesia selama turnamen adalah cerminan dari karakter bangsa. Ini adalah soft power yang tak ternilai harganya dalam diplomasi modern.

Tangis haru striker Garuda Muda, Jens Raven, menjadi simbol diplomasi Indonesia. Setelah 11 tahun vakum trofi juara, 45.000 penonton ikut terharu dalam kemenangan diplomasi sepak bola Indonesia di tingkat ASEAN. 

Namun, di tengah euphoria kemenangan, kita juga harus waspada terhadap potensi nasionalisme yang berlebihan. Sepak bola, dengan segala emosi yang menyertainya, bisa menjadi pedang bermata dua. 

Di satu sisi, sepak bola terbukti menyatukan bangsa. Di sisi lain, ada fakta menyakitkan bahwa sepak bola juga memicu sentimen negatif jika tidak dikelola dengan bijak. 

Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk menjaga agar euphoria kemenangan ini tetap dalam koridor sportivitas dan persaudaraan. Kemenangan Garuda Muda harus menjadi momen untuk introspeksi dan peningkatan diri, bukan untuk merendahkan bangsa lain. Inilah esensi sejati dari diplomasi olahraga.

Dalam gemuruh sorakan kemenangan, dalam tarian bola yang memukau, tersimpan harapan sebuah bangsa. Harapan akan Indonesia yang lebih dikenal, lebih dihormati di kancah internasional. Seperti kata Soekarno, "Beri aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia" (Soekarno, dalam Adams, 1965). 

Tim sepak bola Garuda Muda telah membuktikan bahwa mereka mampu mengguncang dunia, membawa nama Indonesia ke puncak kejayaan. Mereka telah bersiap untuk terbang tinggi, membawa harapan dan kebanggaan Indonesia ke seluruh penjuru dunia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun