Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Laos, Keketuaan ASEAN 2024 dan Penyelesaian Krisis Myanmar

25 Juli 2024   23:39 Diperbarui: 26 Juli 2024   13:58 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo (kiri) memberikan palu sidang kepada Perdana Menteri Laos Sonexay Siphandone usai pidato penutupan KTT ke-43 ASEAN 2023 di Jakarta, Kamis (7/9/2023). (Media Center KTT ASEAN 2023/Zabur Karuru/foc.)

Tahun 2024 menjadi momentum penting bagi diplomasi Laos di Asia Tenggara. Negeri kecil ini memikul tanggung jawab besar sebagai ketua ASEAN 2024. 

Meskipun Laos memiliki pengaruh terbatas dalam politik regional dan internasional, posisinya sebagai ketua ASEAN 2024 memberikan peluang unik untuk memainkan peran penting dalam upaya penyelesaian krisis yang sedang berlangsung di Myanmar. 

Krisis ini, yang dipicu oleh kudeta militer pada Februari 2021, telah menimbulkan ketidakstabilan politik, kekerasan yang meluas, dan krisis kemanusiaan di Myanmar, serta mengancam stabilitas kawasan secara keseluruhan.

Sebagai ketua ASEAN, Laos memiliki kesempatan untuk mengarahkan agenda organisasi dan memfasilitasi dialog antara negara-negara anggota serta dengan mitra internasional. 

Namun, mengingat pengaruh terbatas Laos di panggung regional dan global, negara ini harus mengadopsi pendekatan strategis untuk memanfaatkan posisinya secara efektif. Pertanyaannya adalah bagaimana Laos dapat memanfaatkan keketuaan ASEAN 2024 untuk menggalang dukungan regional dan internasional yang lebih besar dalam upaya menyelesaikan krisis Myanmar?

Pertama, pentingnya memahami konteks dan tantangan yang dihadapi Laos. Sebagai salah satu negara termiskin di Asia Tenggara, Laos memiliki kapasitas diplomatik dan sumber daya yang terbatas. Justru dalam keterbatasan ini, Laos mungkin dapat memposisikan diri sebagai fasilitator netral dalam upaya penyelesaian krisis Myanmar. 

Selanjutnya, Laos dapat memanfaatkan statusnya sebagai negara kecil dan relatif netral untuk memfasilitasi dialog yang lebih inklusif. Posisi ini membuat Laos dianggap tidak mengancam di antara para pemangku kepentingan di Myanmar.

Salah satu langkah kunci yang dapat diambil Laos adalah memprioritaskan krisis Myanmar dalam agenda ASEAN 2024. Dengan menempatkan isu ini di garis depan diskusi regional, Laos dapat memastikan bahwa krisis Myanmar tetap menjadi fokus utama perhatian internasional. 

Laos harus menggunakan keketuaannya untuk menjadikan Myanmar sebagai isu utama dalam setiap pertemuan ASEAN, mulai dari tingkat menteri hingga KTT. Ini akan membantu mempertahankan tekanan diplomatik pada junta militer Myanmar dan mendorong kemajuan menuju resolusi krisis.

Lalu, Laos dapat memanfaatkan posisinya untuk memperkuat implementasi Konsensus Lima Poin ASEAN mengenai Myanmar. Konsensus ini, yang disepakati pada April 2021, menyerukan penghentian kekerasan, dialog konstruktif di antara semua pihak, penunjukan utusan khusus ASEAN, bantuan kemanusiaan, dan kunjungan utusan khusus ke Myanmar. 

Namun, implementasinya sejauh ini telah terhambat oleh kurangnya kerja sama dari junta militer Myanmar. Laos harus bekerja untuk merevitalisasi Konsensus Lima Poin. Salah satu usulan menarik adalah membuat mekanisme pemantauan dan pelaporan yang lebih ketat, serta mendorong keterlibatan yang lebih besar dari aktor-aktor non-pemerintah di Myanmar.

Untuk mengatasi keterbatasan pengaruhnya, Laos dapat mengadopsi pendekatan inklusif dalam upaya penyelesaian krisis. Ini melibatkan pelibatan aktif semua negara anggota ASEAN, serta mitra dialog seperti China, Jepang, Korea Selatan, dan India. 

Arti penting pendekatan ini menegaskan Laos harus memfasilitasi dialog yang lebih luas yang melibatkan tidak hanya negara-negara ASEAN, tetapi juga mitra eksternal yang memiliki kepentingan dan pengaruh di Myanmar. Ini akan membantu membangun konsensus yang lebih kuat dan meningkatkan tekanan pada junta militer.

Salah satu cara konkret bagi Laos untuk menggalang dukungan internasional adalah dengan mengorganisir konferensi tingkat tinggi khusus tentang Myanmar. Konferensi semacam ini dapat menyatukan perwakilan dari ASEAN, mitra dialog utama, dan organisasi internasional seperti PBB untuk membahas strategi komprehensif dalam menangani krisis. 

Amitav Acharya (2024), seorang pakar hubungan internasional dari American University, menggambatkan sebuah konferensi tingkat tinggi yang dipimpin oleh Laos dapat menjadi katalis untuk keterlibatan internasional yang lebih besar dan terkoordinasi dalam krisis Myanmar. Ini juga akan memberikan platform bagi Laos untuk memproyeksikan kepemimpinannya di panggung global.

Laos juga dapat memanfaatkan hubungan baiknya dengan China untuk memediasi dialog antara Beijing dan negara-negara ASEAN lainnya mengenai krisis Myanmar. Mengingat pengaruh signifikan China di Myanmar, keterlibatan konstruktif Beijing sangat penting untuk mencapai resolusi. 

Laos dapat memainkan peran unik sebagai jembatan antara China dan ASEAN dalam konteks krisis Myanmar. Dengan memanfaatkan hubungan dekatnya dengan Beijing, Laos dapat mendorong keterlibatan China yang lebih konstruktif dalam upaya penyelesaian krisis (Kuik, 2023).

Selain itu, Laos dapat fokus pada aspek kemanusiaan dari krisis untuk membangun konsensus dan dukungan internasional. Krisis di Myanmar telah mengakibatkan perpindahan internal besar-besaran dan arus pengungsi ke negara-negara tetangga. 

Dengan memprioritaskan bantuan kemanusiaan dan perlindungan pengungsi, Laos dapat menarik dukungan dari komunitas internasional yang lebih luas. 

Fokus pada aspek kemanusiaan dapat menjadi titik masuk yang efektif bagi Laos untuk membangun koalisi internasional yang lebih luas dalam menangani krisis Myanmar (Petcharamesree, 2024).

Laos juga dapat memanfaatkan keketuaannya untuk memperkuat mekanisme ASEAN dalam menangani krisis regional. Ini dapat mencakup usulan untuk membentuk gugus tugas khusus ASEAN untuk Myanmar atau memperkuat mandat Utusan Khusus ASEAN. 

Menurut Marty Natalegawa, mantan Menteri Luar Negeri Indonesia, "Laos memiliki kesempatan untuk mengusulkan reformasi institusional dalam ASEAN yang akan meningkatkan kemampuan organisasi untuk menanggapi krisis seperti yang terjadi di Myanmar secara lebih efektif di masa depan" (Natalegawa, 2023).

Namun, penting bagi Laos untuk mempertimbangkan sensitivitas regional dan prinsip non-intervensi ASEAN dalam mengejar inisiatif-inisiatif ini. Laos harus berhati-hati untuk tidak terlihat terlalu agresif atau melanggar norma-norma ASEAN. Pendekatan yang hati-hati dan konsultatif akan lebih efektif dalam membangun konsensus (Chalermpalanupap, 2024).

Meskipun Laos menghadapi tantangan signifikan karena pengaruhnya yang terbatas, keketuaan ASEAN 2024 menawarkan peluang unik bagi negara ini untuk memainkan peran penting dalam upaya penyelesaian krisis Myanmar. 

Dengan mengadopsi pendekatan strategis yang memanfaatkan posisi netralnya, memprioritaskan dialog inklusif, dan fokus pada aspek kemanusiaan, Laos dapat menggalang dukungan regional dan internasional yang lebih besar untuk menyelesaikan krisis. 

Keberhasilan Laos dalam hal ini tidak hanya akan berkontribusi pada stabilitas regional, tetapi juga dapat meningkatkan profil internasional negara tersebut dan memperkuat peran ASEAN dalam menangani tantangan keamanan regional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun