Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Dapatkah Diplomasi China Mendamaikan Palestina?

24 Juli 2024   01:01 Diperbarui: 25 Juli 2024   01:27 548
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tahun 2017, misalnya, China berhasil memfasilitasi pertemuan antara perwakilan Hamas dan Fatah di Beijing, sebuah langkah yang dianggap sebagai terobosan diplomatis (Yellinek, 2021).

Tapi China tidak berhenti di situ. Mereka menggunakan "senjata" yang sangat ampuh: uang dan investasi. Dengan bantuan ekonomi yang menggiurkan, China seolah merangkul kedua kelompok Palestina ini, membangun kepercayaan layaknya seorang sahabat lama.

Euronews.com
Euronews.com

Sejak tahun 2006, China telah menjadi salah satu donor terbesar untuk Palestina, dengan bantuan mencapai lebih dari $100 juta per tahun (Burton, 2020). Bantuan ini tidak hanya dalam bentuk dana, tetapi juga proyek-proyek infrastruktur dan pelatihan sumber daya manusia.

Lalu, mengapa China begitu tertarik dengan konflik di tanah yang jauh ini? Jawabannya sederhana namun cerdik: kepentingan strategis. Kepentingan yang sama dengan negara-negara besar lainnya, seperti Amerika Serikat (AS) dan Rusia.

Timur Tengah adalah medan pertempuran geopolitik yang panas, dan China ingin memastikan bahwa mereka memiliki kursi VIP di arena ini. Dengan menjadi "malaikat perdamaian", China berharap dapat memenangkan hati negara-negara Arab dan Muslim, sekaligus memperluas pengaruhnya di kawasan yang kaya minyak ini.

Inisiatif Belt and Road (BRI) China, yang bertujuan untuk menghubungkan Asia, Afrika, dan Eropa melalui jaringan infrastruktur besar, memiliki jalur penting yang melewati Timur Tengah (Fulton, 2019).

Stabilitas di kawasan ini, termasuk di Palestina, sangat penting bagi kesuksesan BRI. Oleh karena itu, upaya China untuk mendamaikan Hamas dan Fatah dapat dilihat sebagai bagian dari strategi yang lebih besar untuk mengamankan kepentingan ekonomi dan geopolitiknya.

Tantangan

Namun, perjalanan China tentunya  tidak selalu mulus. China dihadapkan pada tantangan pelik untuk  menyatukan dua magnet yang saling tolak-menolak. Hamas dan Fatah memiliki perbedaan yang begitu dalam, sehingga upaya rekonsiliasi seringkali dianggap sebagai sesuatu yang mustahil.

Perbedaan ideologi, strategi perjuangan, dan kepentingan politik antara kedua kelompok ini telah berakar begitu dalam, sehingga bahkan mediasi China pun seringkali menemui jalan buntu. Seorang Yasser Arafat yang pemimpin Palestine Liberation Organization (PLO) dan Presiden pertama Palestina pun tidak mampu menyatukan kedua kelompok itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun