Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

La Roja Spanyol Merebut Trofi Euro 2024?

14 Juli 2024   23:30 Diperbarui: 14 Juli 2024   23:35 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://onefootball.com/id/berita/man-utd-now-want-to-sign-olmo-from-rb-leipzig-39631954

Semangat La Roja Spanyol memang membuncah. Pengelanaan di lapangan rumput sejak pertengahan bulan lalu menancapkan optimisme mereka merebut Piala Eropa 2024.

Spanyol, negeri yang telah lama menjadi kiblat sepak bola dunia, kembali bangkit untuk menegaskan dominasinya di Piala Eropa 2024. Seperti tim-tim bola negara lain, perjalanan asa La Roja menuju final di Berlin bukan sekadar kisah olahraga, melainkan alegori tentang kebangkitan sebuah bangsa dari abu krisis ekonomi dan politik.

Luis de la Fuente, sang arsitek di balik transformasi ini, memulai petualangan dengan keberanian yang mengejutkan banyak pihak. Ia memutuskan untuk membangun tim di seputar talenta-talenta muda yang belum teruji.

Kejutan itu menjadi sebuah langkah yang awalnya menuai kritik tajam. Namun, seperti Don Quixote yang berani melawan arus, de la Fuente tetap teguh pada visinya.

Lamine Yamal, si bocah ajaib berusia 17 tahun, menjadi wujud paling kentara dari keberanian itu. Debutnya yang memukau di pertandingan pembuka melawan Swedia seolah menjadi manifesto dari era baru sepak bola Spanyol. 

Yamal bukan sekadar pemain berbakat; ia adalah simbol dari Spanyol modern yang multikultur dan progresif. Di tengah kegalauan antar-etnis di negeri itu, Yamal tampil seolah menyatukan,  atau setidaknya mengalihkan pandangan, mereka.

Namun, perjalanan Spanyol tidak selalu mulus. Seperti tim Three Lions, kekalahan La Roja dari Kroasia di pertandingan kedua fase grup membuat banyak pihak meragukan strategi de la Fuente. 

Kritik datang bertubi-tubi, dengan banyak suara meminta kembalinya para pemain senior yang lebih berpengalaman. Di tengah badai kritik, Pedri tampil sebagai mercusuar harapan. 

Gelandang muda Barcelona ini memimpin kebangkitan Spanyol dengan permainan yang brilian di pertandingan terakhir fase grup melawan Belanda. Kemenangan 3-0 bukan hanya memastikan lolos ke babak 16 besar, tapi juga membungkam para kritikus.

Babak 16 besar mempertemukan Spanyol dengan Italia, juara bertahan Euro 2020. Pertandingan ini bukan hanya tentang sepak bola, tapi juga tentang dua negara yang sama-sama bergulat dengan tantangan ekonomi dan politik domestik pasca-pandemi. 

Kemenangan tipis Spanyol lewat gol tunggal seolah menjadi metafora tentang kebangkitan ekonomi Spanyol yang perlahan, namun pasti.

Di perempat final, Spanyol bertemu dengan Prancis. Duel ini adalah pertarungan antara dua filosofi sepak bola: tiki-taka Spanyol yang telah berevolusi melawan pragmatisme Prancis yang efektif. 

Kemenangan dramatis Spanyol lewat adu penalti bukan hanya tentang lolos ke semifinal, tapi juga pembuktian bahwa sepak bola indah masih bisa berjaya di era modern.

Unai Simón, kiper yang sempat diragukan, muncul sebagai pahlawan dengan dua penyelamatan krusial dalam adu penalti. Ia menjadi simbol dari resiliensi Spanyol, negara yang telah bangkit dari krisis ekonomi dan kini siap kembali ke puncak Eropa.

Semifinal melawan Jerman menjadi ujian terberat bagi skuad muda Spanyol. Menghadapi tim yang sarat pengalaman, La Roja menunjukkan kematangan dan pesona mereka. 

Gavi, yang baru berusia 19 tahun, tampil memukau dengan mengontrol tempo permainan. Kemenangan 2-1 bukan hanya tentang lolos ke final, tapi juga pernyataan bahwa generasi baru Spanyol telah siap mengambil alih tahta Eropa.

Perjalanan menuju final ini juga menjadi cermin dari kompleksitas politik internal Spanyol. Ketika tim nasional bermain, perbedaan antara Castilla, Catalonia, dan Basque seolah lenyap. Laga bola seakan meninabobokkan mereka dari realitas di luar lapangan.

Namun, di balik persatuan sementara ini, tetap ada tensi yang tak terucapkan. Keputusan para pemain untuk tidak menyanyikan lagu kebangsaan sebelum pertandingan menjadi pengingat akan kompleksitas identitas nasional Spanyol.

Dukungan untuk tim nasional mengalir dari berbagai penjuru Spanyol. Dari plaza-plaza di Madrid hingga ramblas di Barcelona, seluruh negeri bersatu dalam harapan. Bahkan Raja Felipe VI, dalam pesan khususnya, menyebut tim ini sebagai cerminan dari Spanyol modern yang beragam namun bersatu.

Apapun hasil akhir di Berlin nanti, Spanyol telah menulis ulang narasi mereka di panggung Eropa. Mereka bukan lagi tim yang mengandalkan nama-nama besar, tapi sebuah kolektif muda yang berani bermimpi besar. 

Perjalanan mereka adalah kisah tentang regenerasi, tentang keberanian untuk berubah, dan tentang menemukan identitas baru di tengah dunia yang terus berubah.

Saat La Roja melangkah ke lapangan Olympiastadion, mereka membawa lebih dari sekadar ambisi akan trofi keempat. 

Mereka membawa harapan sebuah bangsa yang ingin kembali relevan di panggung global, aspirasi generasi muda Eropa, dan pesan bahwa di tengah fragmentasi politik domestiknya, sepak bola masih bisa menjadi perekat yang mempersatukan.

Hingga menjelang final nanti, Spanyol telah membuktikan bahwa mereka masih dan akan selalu menjadi salah satu pusat gravitasi sepak bola Eropa. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun