Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Kisah Tiga Singa Inggris Terseok-Seok Menuju Puncak Eropa

14 Juli 2024   17:50 Diperbarui: 14 Juli 2024   18:03 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjelang Inggris menantang Spanyol nanti, mengulik kisah Three Lions (Tiga Singa) tentu menarik. Apalagi petualangan mereka terseok-seok menuju final. Ada gurauan, Three Lions pernah kalah tapi bisa mencapai final. Itu seperti pulung (dalam bahasa Jawa) atau sebuah keberuntungan!

Di tanah Albion yang sarat legenda terdengar suara Tiga Singa mengaum kembali. Inggris, negeri yang mengklaim sebagai tempat kelahiran sepak bola modern, telah lama merindukan kejayaan di panggung Eropa. 

Kini, di musim panas 2024, mereka berdiri di ambang sejarah, siap mengukir nama mereka dalam kronik emas Piala Eropa. Perjalanan menuju final di Olympiastadion Berlin bukanlah jalan yang mulus. 

Seperti kisah-kisah kepahlawanan kuno, tim asuhan Gareth Southgate harus melewati berbagai rintangan dan cobaan. Terseok-seok mereka menekuni jalan menuju final pesta bola Eropa 2024.

Mereka memulai petualangan dengan langkah yang mantap sebenarnya. Mengalahkan Rumania dengan skor telak 3-0 di fase grup seharusnya menjadi awal baik bagi Inggris. 

Namun, kegembiraan itu segera terganti dengan kecemasan ketika mereka harus mengakui keunggulan Belanda dalam pertandingan kedua. Kekalahan itu bagaikan tamparan yang membangunkan Tiga Singa dari tidur panjangnya. 

Southgate, yang sempat mendapat kritikan pedas, menunjukkan keberanian dengan melakukan perombakan taktik dan formasi. Ia memutuskan untuk lebih mengandalkan kreativitas Jude Bellingham dan Phil Foden di lini tengah, keputusan yang terbukti ampuh di pertandingan-pertandingan selanjutnya.

Bellingham, si wonderkid dari Birmingham, menjadi jantung dari permainan Inggris. Di usianya yang baru menginjak 21 tahun, ia memimpin rekan-rekannya dengan kematangan yang melampaui usianya. 

Setiap sentuhannya terhadap bola seolah membawa napas baru bagi permainan Inggris yang selama ini sering dikritik terlalu kaku dan monoton. Pengalaman di Liga Spanyol dan Jerman memang mematangkan ketrampilannya menggocek bola dan memimpin Tiga Singa. 

Namun, perjalanan Inggris tentunya bukan hanya tentang individu. Ini adalah kisah tentang sebuah tim yang menemukan jati dirinya. 

Harry Kane, sang kapten yang telah merasakan pahitnya kekalahan di final Euro 2020, kembali dengan tekad yang lebih kuat. Gol-golnya bukan hanya tentang angka di papan skor, tapi juga tentang penebusan dan harapan sebuah bangsa.

Di babak 16 besar, Inggris bertemu dengan Kroasia, tim yang pernah menghancurkan mimpi mereka di Piala Dunia 2018. Pertandingan berlangsung sengit, dengan kedua tim saling bertukar serangan. 

Namun, gol dramatis dari Bukayo Saka di menit-menit akhir tiba-tiba membawa Inggris melaju ke perempat final. Inggris pun berjumpa Der Panzer Jerman, rival abadi mereka. 

Pertandingan ini lebih dari sekadar sepak bola; ini adalah pertemuan dua kekuatan besar Eropa, baik di lapangan maupun di luar lapangan. Brexit yang masih menyisakan ketegangan politik menjadi latar belakang yang tak terucap dari duel ini.

Kemenangan Inggris atas Jerman lewat adu penalti bukan hanya tentang lolos ke semifinal. Ini adalah momen katarsis, pembebasan dari trauma masa lalu. 

Tangis haru Jordan Pickford setelah menepis tendangan penalti terakhir Jerman adalah tangis seluruh bangsa Inggris.

Di semifinal, Inggris malah bertemu dengan Portugal. Cristiano Ronaldo, yang bermain di Euro terakhirnya, memberikan perlawanan sengit. Namun, permainan cerdas Declan Rice di lini tengah dan ketajaman Marcus Rashford di lini depan memastikan Inggris melaju ke final dengan kemenangan tipis 2-1. 

Southgate, yang dulu pernah menjadi 'penjahat' karena gagal mengeksekui penalti di Euro 1996, kini berdiri di ambang kemuliaan. Ia telah membawa Inggris melampaui ekspektasi, mengubah kritik menjadi pujian. 

Namun, ia pasti tahu bahwa perjalanan belum berakhir. Final melawan Spanyol akan menjadi ujian terberat mereka.

Dukungan untuk tim Inggris mengalir dari berbagai penjuru. Dari pub-pub di London hingga pabrik-pabrik di Manchester, seluruh negeri bersatu dalam harapan. 

Bahkan Pangeran William, dalam kapasitasnya sebagai presiden FA, menyampaikan pesan dukungan yang mengharukan. Kedatangannya di beberapa laga Three Lions dan tariannya ketika pemain Inggris memasukkan bola ikut mengawal euforia hingga final.

Namun, di balik euforia, ada juga suara-suara kritis. Beberapa pengamat mempertanyakan konsistensi Inggris, mengingat performa mereka yang naik-turun sepanjang turnamen. Ada pula yang mengkhawatirkan tekanan yang terlalu besar dari ekspektasi publik.

Terlepas dari hasil akhir di Berlin nanti, Inggris telah menulis ulang narasi mereka di panggung Eropa. Mereka bukan lagi tim yang dibayangi ketakutan akan kegagalan, tapi sebuah kekuatan yang siap bersaing di level tertinggi. 

Perjalanan mereka adalah kisah tentang transformasi, tentang bangkit dari keterpurukan, dan tentang menemukan identitas baru. Satu pelajaran pentingnya adalah Inggris tidak harus memenangkan semua laga untuk mencapai babak final ini:)

Saat Tiga Singa melangkah ke lapangan Olympiastadion, mereka membawa lebih dari sekadar mimpi akan trofi. Mereka membawa harapan sebuah bangsa, aspirasi generasi baru, dan pesan bahwa Inggris, meski telah meninggalkan Uni Eropa, tetap menjadi bagian integral dari lanskap sepak bola dan budaya Eropa.

Entah trofi Euro 2024 bakal melintasi Selat Inggris atau tidak, satu hal sudah pasti: Inggris telah kembali, dan mereka di sini untuk bertahan. Auman Tiga Singa kembali menggema di seluruh Eropa, mengingatkan dunia bahwa kadang, impian memang bisa menjadi kenyataan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun