Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Final Euro 2024: Dua Visi Masa Depan Eropa Bertemu

13 Juli 2024   13:54 Diperbarui: 13 Juli 2024   15:58 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lapangan rumput di Olympiastadion, Berlin, Jerman, akan menjadi saksi siapa yang paling digdaya di pesta bola Eropa 2024. Besok Minggu , 14 Juli 2024, Three Lions Inggris akan bertemu La Roja Spanyol di final Piala Eropa. 

Dua jiwa Eropa bersiap untuk menari dalam tarian terakhir mereka. Inggris, dengan Three Lions-nya yang haus akan kejayaan, berhadapan dengan La Roja Spanyol yang telah menemukan jati diri barunya. 

Olympiastadion, saksi bisu dari begitu banyak drama sepak bola, kini menjadi panggung bagi pertarungan yang lebih dari sekadar olahraga. Laga final itu adalah pertemuan dua visi tentang masa depan Eropa.

Jude Bellingham, sang maestro muda Inggris, berdiri di tengah lapangan bagai seorang ksatria yang siap berperang. Matanya menyala dengan api determinasi, tangannya menggenggam erat mimpi sebuah bangsa. 

Di usianya yang baru menginjak 21 tahun, ia telah menjadi jantung dari Tim Tiga Singa, membawa harapan akan kejayaan yang telah lama dinantikan. Bellingham bukan hanya pemain sepak bola; ia adalah manifestasi dari Inggris pasca-Brexit yang ingin membuktikan bahwa mereka masih relevan di panggung Eropa.

Di sisi lain lapangan, Lamine Yamal, si bocah ajaib Spanyol, menunggu dengan ketenangan yang melampaui usianya. Pada usia 17 tahun, ia telah menjadi simbol dari kebangkitan dan transformasi La Roja. 

Yamal bukan sekadar pemain berbakat; ia adalah cerminan dari Spanyol modern yang multikultur dan progresif. Kehadirannya di tim nasional menjadi metafora sempurna untuk integrasi dan kekuatan keberagaman yang menjadi inti dari visi Uni Eropa.

Pertandingan ini lebih dari sekadar perebutan trofi. Ini adalah pertarungan ideologi, pertempuran antara isolasionisme dan integrasi, antara nostalgia kejayaan masa lalu dan visi tentang masa depan yang inklusif. 

Inggris, dengan sejarah panjang sepak bolanya, membawa beban ekspektasi sebuah bangsa yang merindukan kejayaan di panggung internasional pasca-Brexit. Sementara Spanyol, dengan transformasi tim nasionalnya, menjadi representasi dari Eropa yang terus berevolusi dan beradaptasi.

Namun, di tengah gegap gempita pertandingan, ada satu momen hening yang menggetarkan jiwa. Saat lagu kebangsaan dikumandangkan, para pemain Spanyol berdiri dalam diam. Tidak ada lirik yang dinyanyikan, hanya instrumentalnya yang mengalun.

Kenyataan ini bukan sekadar kebiasaan, melainkan refleksi dari kompleksitas identitas nasional Spanyol. Dalam kebisuan itu, terdengar gaung dari Catalunya hingga Basque, dari Galicia hingga Andalusia - sebuah pengingat bahwa persatuan tidak selalu berarti keseragaman.

Ketika peluit ditiup dan bola mulai bergulir, kita akan menyaksikan lebih dari sekadar pertandingan sepak bola. Ini adalah tarian antara dua filosofi, dua cara memandang dunia. 

Passing akurat Bellingham adalah simbol dari presisi dan efisiensi Inggris. Lalu, gerakan lincah Yamal mencerminkan fleksibilitas dan kreativitas Spanyol. Setiap tackle, setiap tendangan, setiap gol adalah babak baru dalam narasi yang lebih besar tentang identitas Eropa.

Permainan bakal berlangsung sengit, dengan kedua tim saling bertukar serangan. Inggris, dengan semangat football's coming home-nya, bermain dengan intensitas yang menggugah. Mereka bukan lagi tim yang dibayangi trauma masa lalu, melainkan sebuah kekuatan baru yang haus akan pembuktian. 

Spanyol, di sisi lain, memperlihatkan evolusi dari tiki-taka yang legendaris menjadi sepak bola total yang memukau. Mereka adalah bukti hidup bahwa tradisi bisa berjalan beriringan dengan inovasi.

Saat menit-menit terakhir mendekat, ketegangan pasti memuncak. Setiap sentuhan bola terasa seperti menentukan nasib sebuah benua. 

Apakah trofi akan melintasi Selat Inggris, membawa serta harapan akan kebangkitan Inggris di panggung global? Atau akankah ia tetap di daratan Eropa, menegaskan kembali visi tentang persatuan dalam keragaman?

Petualangan Inggris di final Piala Eropa telah dua kali berurutan berujung tanpa trofi juara. Pesta bola Eropa 2024 ini menjadi misi untuk meraih juara Piala Eropa pertama kalinya, walau perjalanan tidak mudah.

Sebaliknya, Spanyol berangan menjadi tim pertama yang merengkuh empat trofi Piala Eropa. Akankah La Roja Spanyol menjadi juara Piala Eropa setalah trofi di 1964, 2008, dan 2012?

Terlepas dari hasil akhir, pertandingan ini telah menjadi cermin dari dinamika yang lebih luas di Eropa. Ia menunjukkan bahwa meskipun ada perbedaan dan persaingan, ada benang merah yang mengikat nasib bangsa-bangsa Eropa. Bahwa di atas lapangan hijau, mimpi-mimpi dapat bertemu dan berdialog, melampaui batas-batas politik dan ideologi.

Ketika peluit panjang akhirnya berbunyi, entah Inggris atau Spanyol yang mengangkat trofi, satu hal sudah pasti: Eropa telah menyaksikan sebuah pertunjukan yang melampaui sepak bola belaka.

Ini adalah kisah tentang identitas, tentang perubahan, dan tentang harapan. Tentang bagaimana dua bangsa dengan sejarah panjang persaingan dapat bertemu di atas lapangan hijau dan menciptakan keindahan yang memukau dunia.

Dan saat para pemain berpelukan, saling menukar jersey, kita diingatkan bahwa di balik semua persaingan dan perbedaan, ada rasa hormat dan pengakuan akan kemanusiaan bersama. 

Meskipun ada yang menang dan kalah, yang sejati adalah perjalanan menuju momen final ini. Sebuah perjalanan yang telah mengajarkan banyak hal tentang apa artinya menjadi bagian dari tapestri besar bernama Eropa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun