Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Makin Sengitnya Diplomasi Menuju Babak 8 Besar Euro 2024

29 Juni 2024   23:56 Diperbarui: 29 Juni 2024   23:57 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pesta bola Eropa atau Euro 2024 memasuki babak krusial. 16 tim terbaik Eropa bersiap mengadu nasib dan taktik menuju babak 8 besar. 

Namun, pertarungan ini lebih dari sekadar adu tendangan bola. Di Euro 2024 ini, kita melihat bahwa sepakbola juga bisa menjadi cermin yang memantulkan kompleksitas hubungan antar bangsa di Eropa. 

Piala Eropa 2024 adalah metafora hidup dari dinamika politik, ekonomi, dan sosial yang terus bergerak di benua biru.

Ketika peluit panjang berbunyi mengakhiri laga-laga perempat final nanti, yang kita saksikan bukan hanya kemenangan atau kekalahan sebuah tim. Yang kita lihat adalah potret besar Eropa kontemporer - dengan segala keragaman, persaingan, dan kerja samanya. 

Delapan tim yang lolos ke semifinal nantinya bukan hanya membawa kebanggaan bagi negaranya, tapi juga membawa harapan dan aspirasi seluruh bangsa yang diwakilinya.

Di tengah lapangan hijau Allianz Arena, Signal Iduna Park, atau Olympiastadion Berlin, kita mungkin akan menyaksikan lahirnya pahlawan-pahlawan baru. 

Namun di balik itu, kita juga menyaksikan pergeseran-pergeseran halus dalam konstelasi kekuatan Eropa. Setiap gol yang tercipta, setiap kartu merah yang diacungkan, setiap selebrasi yang meledak, adalah bagian dari narasi besar tentang Eropa dan masa depannya.

Inggris, jawara Grup D, akan berhadapan dengan Slovakia di Veltins-Arena. The Three Lions membawa beban ekspektasi tinggi setelah tampil nit-kejutan di fase grup. 

Di balik itu, ada pula beban sejarah yang menghantui. Inggris yang kini telah bercerai dari Uni Eropa seolah ingin membuktikan bahwa mereka tetap bagian tak terpisahkan dari benua biru. 

Sementara Slovakia ingin menunjukkan taringnya di kancah Eropa, membuktikan diri sebagai negara muda yang diperhitungkan.

Lalu, tuan rumah Jerman akan menghadapi tantangan berat dari Denmark. Die Mannschaft tidak hanya ingin memuaskan jutaan pendukungnya, tapi juga memantapkan posisinya sebagai kekuatan dominan di Eropa. 

Setelah era Angela Merkel, Jerman seolah kehilangan figur pemimpin yang disegani. Kesuksesan di pesta bola Eropa ini bisa menjadi momentum untuk kembali mengukuhkan pengaruhnya. 

Denmark datang dengan ambisi membuktikan bahwa mereka bukan sekadar "negara kecil" di utara Eropa.

Italia dan Swiss akan menghadirkan pertarungan sengit lainnya. Gli Azzurri, sang juara bertahan, tidak ingin melepas mahkota dengan mudah. Kemenangan timnas bisa menjadi obat penyemangat bagi rakyat Italia yang sempat terpuruk pasca pandemi. 

Swiss ingin membuktikan bahwa netralitas politik tidak berarti absen dalam kompetisi olahraga. Spanyol versus Georgia menjadi pertarungan David melawan Goliath. 

La Furia Roja ingin kembali ke masa kejayaan, sekaligus mengalihkan perhatian dari isu-isu internal seperti tuntutan kemerdekaan Catalonia. Georgia ingin menggunakan panggung Euro untuk meningkatkan visibilitas mereka di kancah internasional, terutama di tengah ketegangan dengan Rusia.

Empat pertandingan lainnya di babak 16 besar juga menjanjikan drama dan ketegangan. Portugal berhadapan dengan Belanda dalam duel yang dijuluki "El Clasico" versi Eropa. 

Prancis ditantang Kroasia dalam replay final Piala Dunia 2018. Belgia menghadapi Austria, sementara Turki berhadapan dengan Romania.

Setiap pertandingan membawa narasi dan kepentingan tersendiri. Portugal ingin membuktikan eksistensinya di Eropa. 

Belanda berambisi mengembalikan kejayaan sepakbola total. Prancis ingin mempertahankan status juara dunia, sementara Kroasia mencari pembalasan. 

Belgia yang dijuluki "Generasi Emas" berharap bisa memenangkan trofi mayor. Austria ingin menunjukkan kekuatan sepakbolanya. 

Turki berharap kesuksesan di lapangan bisa memuluskan upaya bergabung dengan Uni Eropa, sementara Romania ingin membuktikan kebangkitan mereka pasca era komunis.

Euro 2024 bukan sekadar ajang olahraga. Ia adalah panggung diplomasi, arena adu gengsi antar bangsa, dan cermin dari dinamika geopolitik Eropa kontemporer. 

Setiap gol, kemenangan, dan kekalahan memiliki makna yang jauh lebih dalam dari sekadar angka di papan skor.

Ketika peluit panjang berbunyi mengakhiri laga-laga perempat final, yang kita saksikan adalah potret besar Eropa kontemporer - dengan segala keragaman, persaingan, dan kerja samanya. 

Delapan tim yang lolos ke semifinal membawa bukan hanya kebanggaan bagi negaranya, tapi juga harapan dan aspirasi seluruh bangsa yang diwakilinya.

Di lapangan hijau stadion-stadion Jerman, kita mungkin akan menyaksikan lahirnya pahlawan-pahlawan baru. 

Namun di balik itu, kita juga menyaksikan pergeseran-pergeseran halus dalam konstelasi kekuatan Eropa. Setiap momen di lapangan adalah bagian dari narasi besar tentang Eropa dan masa depannya.

Euro 2024 mungkin akan berakhir pada 14 Juli, namun imbasnya akan terasa jauh melampaui itu. Bagi tim yang sukses, ini bisa menjadi katalis untuk perubahan positif di negaranya. 

Bagi yang gagal, ini bisa menjadi momen introspeksi dan konsolidasi. Dan bagi kita semua yang menyaksikan, Euro 2024 adalah pengingat bahwa di balik pertarungan dan persaingan, ada ikatan persaudaraan yang mengikat bangsa-bangsa Eropa.

Mari kita saksikan drama Euro 2024 ini bukan hanya sebagai tontonan olahraga, tapi juga sebagai pelajaran tentang diplomasi, politik, dan kemanusiaan. 

Euro 2024 mungkin akan berakhir pada 14 Juli nanti. Namun imbasnya akan terasa jauh melampaui itu. 

Bagi tim yang sukses, ini bisa menjadi katalis untuk perubahan-perubahan positif di negaranya. Bagi yang gagal, ini bisa menjadi momen introspeksi dan konsolidasi. 

Dan bagi kita semua yang menyaksikan, Euro 2024 adalah pengingat bahwa di balik pertarungan dan persaingan, ada ikatan persaudaraan yang mengikat bangsa-bangsa Eropa.

Karena seperti petuah Albert Camus, "Semua yang saya tahu tentang moralitas dan kewajiban, saya pelajari dari sepakbola." Dan di Euro 2024 ini, kita semua adalah murid yang terus belajar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun