Meningkatnya ekspor mobil listrik China ke Uni Eropa (UE) ternyata telah menimbulkan masalah besar. Uni Eropa mengambil langkah yang berisiko.Â
Organisasi ekonomi regional itu akan memberlakukan kebijakan yang berpotensi memantik perang dagang dengan China. UE menetapkan tambahan tarif impor mobil listrik dari China sampai dengan 38 persen.Â
Selain menghadapi penolakan Beijing, sejumlah anggota UE juga menentang keputusan itu. Salah satu negara penolak itu adalah Jerman. Jerman dan China mengakui kebutuhan pasar dan bahan baku masing-masing.Â
Langkah UE diambil akibat tuduhan bahwa China telah memberikan subsidi yang tidak adil kepada produsen mobil listrik mereka. Kebijakan China memungkinkan ekspor besar-besaran mobil listriknya dengan harga yang sangat rendah ke pasar Eropa. Kebijakan subsidi tersebut dianggap UE telah mengancam dan merugikan industri otomotif lokal di wilayah tersebut.
Kronologi Konflik
Perseteruan ini bermula dari penetrasi yang signifikan dari produsen BEV China ke pasar Eropa dalam beberapa tahun terakhir. Data Asosiasi Produsen Mobil Eropa (ACEA) menunjukkan bahwa antara Januari 2020 dan September 2023, pangsa pasar mereka di UE melonjak dari 4% menjadi 25%.
Sementara itu, pangsa pasar pesaing lokal turun dari 69% menjadi hampir 60%. Produsen mobil UE dianggap terganggu oleh mobil listrik asal China yang dijual dengan harga murah dan didukung oleh subsidi negara yang besar.
Sebagai tindak lanjut, pada Oktober 2023, UE telah memulai penyelidikan atas dugaan tersebut. Konon, UE mengambil tiga sampel produsen otomotif raksasa China, BYD, Geely, dan SAIC Motors, sebagai bahan investigasi.
UE kemudian mengirim kuesioner yang sangat mendetail kepada ketiga perusahaan tersebut. Dengan cara itu, UE menuntut akses terhadap informasi keuangan dan rincian tingkat forensik atas setiap subsidi dan stimulus yang diberikan pemerintah China.Â
Proses ini memicu gesekan diplomatik yang cukup besar. China sangat terganggu oleh penyelidikan diskriminatif dan tindakan satu pihak dari Uni Eropa. Otoritas China menganggap tindakan UE dapat menghancurkan iklim investasi yang sehat dan merusak kepercayaan dan hubungan antara kedua pihak.
Meskipun BYD dan Geely mematuhi permintaan UE, namun SAIC Motors menolak untuk mengisi kuesioner tersebut. Penolakan itu terkait dengan potensi pembukaan data keuangan yang diminta dapat mengancam keamanan informasi bisnis perusahaan dan kepentingan nasional China.