Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Tabrakan Kapal Filipina-China dan Rumitnya Perdamaian di Laut China Selatan

17 Juni 2024   22:59 Diperbarui: 18 Juni 2024   05:36 978
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi-- Kapal nelayan Filipina berhadapan dengan kapal Penjaga Pantai China (latar belakang) di Laut China Selatan, 16 Mei 2024. (AFP/TED ALJIBE via Kompas.id)

Menyusul insiden tabrakan terbaru, Filipina menghadapi dilema dalam merespons tindakan China. Di satu sisi, Filipina ingin mempertahankan kedaulatan dan hak-hak maritimnya di LCS. 

Namun, di sisi lain, Filipina juga menghadapi kenyataan mengenai ketergantungannya pada hubungan ekonomi dan investasi dari China. Ketergantungan ini membatasi ruang gerak diplomatik Filipina dan membuatnya sulit untuk mengambil sikap yang tegas terhadap China.

Situasi ini juga tak ayal telah menimbulkan tantangan bagi negara-negara ASEAN lainnya. Meskipun memiliki kepentingan bersama dalam menjaga stabilitas dan keamanan di LCS, negara-negara ASEAN seringkali kesulitan untuk mencapai konsensus dalam menghadapi China. 

Perbedaan kepentingan nasional dan ketergantungan ekonomi pada China menciptakan dinamika yang rumit dalam hubungan intra-ASEAN. Selain itu, negara-negara itu memiliki preferensi diplomasi berbeda untuk menyelesaikan sengketa di kawasan perairan LCS.

Untuk mengatasi kompleksitas situasi keamanan di LCS, upaya-upaya diplomatik yang lebih intensif dan koordinasi yang erat antara negara-negara yang terlibat tetap diperlukan. 

ASEAN perlu memperkuat persatuan dan solidaritas dalam menghadapi tantangan keamanan di kawasan, sambil tetap terbuka untuk dialog dan kerjasama dengan China. 

Mekanisme seperti Deklarasi tentang Perilaku Pihak-Pihak di Laut China Selatan (Declaration of Conduct/DOC) dan Kode Etik (Code of Conduct/COC) yang masih dinegosiasikan harus dipercepat untuk memberikan kerangka kerja yang jelas bagi pengelolaan sengketa secara damai.

Selain itu, keterlibatan masyarakat internasional juga diperlukan untuk menjaga stabilitas dan mencegah eskalasi konflik di Laut China Selatan. Negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Australia harus terus mendukung upaya diplomatik dan mempromosikan penyelesaian sengketa secara damai sesuai dengan hukum internasional. 

Tekanan internasional dapat memainkan peran penting dalam mendorong pihak-pihak yang terlibat untuk menahan diri dan menghindari tindakan provokatif.

Namun, jalan menuju stabilitas keamanan di Laut China Selatan masih panjang dan penuh tantangan. Insiden tabrakan antara kapal Filipina dan China menunjukkan bahwa risiko konflik tetap ada dan dapat meningkat sewaktu-waktu. 

Repotnya, risiko itu juga dialami negara-negara lain. Insiden serupa juga terjadi antara kapal Vietnam dan China. Bahkan Indonesia yang memposisikan diri sebagai non-claimant state di Laut China Selatan juga mendapatkan provokasi kapal militer China di perairan Laut Natuna Utara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun