Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Dedolarisasi Rusia, China, dan 21 Negara Lain

3 Juni 2024   13:32 Diperbarui: 4 Juni 2024   07:05 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi-- Aktivitas jual beli mata uang asing di perusahaan penukaran uang asing Valuta Artha Mas, di ITC Kuningan, Jakarta, Senin (7/8/2023). (KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO)

Dalam arsitektur ekonomi politik internasional yang dinamis, dedolarisasi yang dilakukan oleh Rusia, China, dan 21 negara lain merupakan fenomena yang menantang struktur kekuatan yang telah lama didominasi oleh Amerika Serikat (AS). 

Rusia dan China telah sepenuhnya meninggalkan penggunaan mata uang Barat, terutama Dolar AS, dalam perdagangan bilateral mereka.

Penghentian penggunaan dolar AS atau dedolarisasi adalah proses penggantian dolar AS sebagai mata uang yang digunakan untuk perdagangan antar-negara, seperti minyak dan/atau komoditas lainnya. 

Tak hanya dua negara tersebut, dua aliansi besar dunia, yaitu Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) dan BRICS juga telah secara resmi sepakat untuk tidak menggunakan dolar AS dalam perdagangan global sejak akhir tahun 2023.

Dalam literatur keuangan internasional, dedolarisasi dipahami secara lebih luas sebagai fenomena berkurangnya ketergantungan perekonomian suatu negara terhadap mata uang asing, khususnya dollar AS, sebagai mata uang dominan.

Ketergantungan pada dollar (dolarisasi) memang tidak serta merta buruk karena menunjukkan integrasi dalam perekonomian global. Namun, ketergantungan berlebihan pada likuiditas berdenominasi asing membuat perekonomian domestik di sebuah negara menjadi rentan gejolak dan tak independennya kebijakan moneter.

Pendekatan strukturalisme membantu kita memahami upaya ini sebagai strategi untuk mengubah struktur kekuatan yang tidak seimbang dalam sistem ekonomi global. Menurut pendekatan ini, dedolarisasi dapat dipandang sebagai upaya untuk mengubah struktur kekuatan yang ada, yang selama ini didominasi oleh Amerika Serikat dan sekutunya. 

Robert Cox (1981), salah satu tokoh utama teori strukturalisme, menjelaskan bahwa negara-negara yang tidak puas dengan struktur kekuatan yang ada akan mencoba mengubahnya melalui strategi-strategi tertentu. 

Dalam kasus ini, dedolarisasi merupakan strategi yang digunakan oleh Rusia, China, dan negara-negara lain untuk mengurangi dominasi dolar AS dalam sistem keuangan internasional.

Struktur kekuatan dalam ekonomi politik internasional tidak hanya mencakup aspek ekonomi, tetapi juga aspek politik dan keamanan. Stephen Gill (1993) juga mengungkapkan bahwa struktur kekuatan dalam ekonomi politik internasional mencakup kemampuan negara-negara kuat untuk mendefinisikan kerangka kerja hukum, politik, keamanan, dan ideologi yang mengatur aktivitas ekonomi global.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun