Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Dedolarisasi Rusia, China, dan 21 Negara Lain

3 Juni 2024   13:32 Diperbarui: 4 Juni 2024   07:05 529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi-- Aktivitas jual beli mata uang asing di perusahaan penukaran uang asing Valuta Artha Mas, di ITC Kuningan, Jakarta, Senin (7/8/2023). (KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO)

Alasan

Salah satu alasan utama di balik dedolarisasi adalah keinginan untuk mengurangi ketergantungan pada dolar AS dan dominasi ekonomi Amerika Serikat (Escobar, 2022). Negara-negara ini berupaya melindungi perdagangan mereka dari sanksi ekonomi dan tekanan politik yang dikenakan oleh negara-negara Barat (Lederer, 2022). 

Dengan dedolarisasi, mereka berharap untuk meningkatkan otonomi ekonomi dan mengurangi pengaruh politik dari Barat. Sejak Rusia dikucilkan Amerika Serikat, Eropa, dan sekutunya, penggunaan dollar AS justru merosot. 

Seperti diperkirakan sebelumnya, pengenaan sanksi secara ketat akan memicu kebijakan balasan yang akhirnya merugikan semua pihak. Sekutu Amerika Serikat menerapkan sanksi keras kepada Rusia, termasuk membekukan semua transaksi dengan mata uang rubel, dengan cara memutus penukaran uang antarlembaga keuangan lintas negara atau Society Worldwide Interbank Financial Telecommunication (SWIFT). 

Tindakan ini menandai fenomena baru di era modern, yaitu penggunaan mata uang (dollar AS) sebagai amunisi perang (dollar weaponization). Dengan dedolarisasi, Rusia, China, dan negara-negara lain berupaya untuk menciptakan kerangka kerja alternatif dalam sistem keuangan internasional yang tidak sepenuhnya didominasi oleh Amerika Serikat dan sekutunya.

Salah satu konsep penting dalam pendekatan strukturalisme adalah hegemoni, yang mengacu pada dominasi kekuatan ekonomi, politik, dan ideologi oleh satu atau sekelompok negara tertentu dalam sistem internasional (Keohane, 1984).

Amerika Serikat telah menikmati status hegemoni dalam sistem keuangan internasional melalui dominasi dolar AS sebagai mata uang cadangan utama dunia. Dedolarisasi dapat dilihat sebagai upaya untuk menantang hegemoni ini dan menciptakan struktur kekuatan yang lebih seimbang.

Dalam upaya dedolarisasi, Rusia, China, dan negara-negara lain telah mengambil langkah-langkah konkret. Mereka menggalakkan penggunaan mata uang domestik seperti yuan China dan rubel Rusia dalam perdagangan bilateral dan multilateral (Kynge & Yang, 2022). Pada tahun 2022, perdagangan antara Rusia dan China mencapai $190 miliar, dengan 25% dilakukan dalam mata uang nasional (Kynge & Yang, 2022). 

Selain itu, mereka juga menciptakan mekanisme pembayaran alternatif seperti sistem pembayaran terdesentralisasi dan mata uang kripto untuk menghindari dolar AS (Lederer, 2022). 

Dampak dedolarisasi terhadap perdagangan internasional sudah mulai terlihat. Arab Saudi dan beberapa negara Teluk mulai menerima pembayaran dalam mata uang selain dolar AS untuk minyak dan gas mereka (Crabtree, 2022). 

Perdagangan antara Rusia dan Iran meningkat pesat setelah mereka menghapus dolar AS dari transaksi bilateral (Lederer, 2022). Negara-negara BRICS (Brasil, Rusia, India, China, Afrika Selatan) juga sedang mengembangkan mekanisme pembayaran bersama untuk menghindari dolar AS (Purnomo, 2022).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun