Alasan
Salah satu alasan utama di balik dedolarisasi adalah keinginan untuk mengurangi ketergantungan pada dolar AS dan dominasi ekonomi Amerika Serikat (Escobar, 2022). Negara-negara ini berupaya melindungi perdagangan mereka dari sanksi ekonomi dan tekanan politik yang dikenakan oleh negara-negara Barat (Lederer, 2022).Â
Dengan dedolarisasi, mereka berharap untuk meningkatkan otonomi ekonomi dan mengurangi pengaruh politik dari Barat. Sejak Rusia dikucilkan Amerika Serikat, Eropa, dan sekutunya, penggunaan dollar AS justru merosot.Â
Seperti diperkirakan sebelumnya, pengenaan sanksi secara ketat akan memicu kebijakan balasan yang akhirnya merugikan semua pihak. Sekutu Amerika Serikat menerapkan sanksi keras kepada Rusia, termasuk membekukan semua transaksi dengan mata uang rubel, dengan cara memutus penukaran uang antarlembaga keuangan lintas negara atau Society Worldwide Interbank Financial Telecommunication (SWIFT).Â
Tindakan ini menandai fenomena baru di era modern, yaitu penggunaan mata uang (dollar AS) sebagai amunisi perang (dollar weaponization). Dengan dedolarisasi, Rusia, China, dan negara-negara lain berupaya untuk menciptakan kerangka kerja alternatif dalam sistem keuangan internasional yang tidak sepenuhnya didominasi oleh Amerika Serikat dan sekutunya.
Salah satu konsep penting dalam pendekatan strukturalisme adalah hegemoni, yang mengacu pada dominasi kekuatan ekonomi, politik, dan ideologi oleh satu atau sekelompok negara tertentu dalam sistem internasional (Keohane, 1984).
Amerika Serikat telah menikmati status hegemoni dalam sistem keuangan internasional melalui dominasi dolar AS sebagai mata uang cadangan utama dunia. Dedolarisasi dapat dilihat sebagai upaya untuk menantang hegemoni ini dan menciptakan struktur kekuatan yang lebih seimbang.
Dalam upaya dedolarisasi, Rusia, China, dan negara-negara lain telah mengambil langkah-langkah konkret. Mereka menggalakkan penggunaan mata uang domestik seperti yuan China dan rubel Rusia dalam perdagangan bilateral dan multilateral (Kynge & Yang, 2022). Pada tahun 2022, perdagangan antara Rusia dan China mencapai $190 miliar, dengan 25% dilakukan dalam mata uang nasional (Kynge & Yang, 2022).Â
Selain itu, mereka juga menciptakan mekanisme pembayaran alternatif seperti sistem pembayaran terdesentralisasi dan mata uang kripto untuk menghindari dolar AS (Lederer, 2022).Â
Dampak dedolarisasi terhadap perdagangan internasional sudah mulai terlihat. Arab Saudi dan beberapa negara Teluk mulai menerima pembayaran dalam mata uang selain dolar AS untuk minyak dan gas mereka (Crabtree, 2022).Â
Perdagangan antara Rusia dan Iran meningkat pesat setelah mereka menghapus dolar AS dari transaksi bilateral (Lederer, 2022). Negara-negara BRICS (Brasil, Rusia, India, China, Afrika Selatan) juga sedang mengembangkan mekanisme pembayaran bersama untuk menghindari dolar AS (Purnomo, 2022).