Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Sulitnya Mendamaikan Israel dan Iran?

19 April 2024   12:48 Diperbarui: 20 April 2024   12:51 732
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengunjuk rasa menyerukan slogan-slogan saat berkumpul menyatakan dukungan atas serangan Iran ke Israel di depan Kedutaan Besar Inggris di Teheran, Iran, 14 April 2024. Foto: AP PHOTO/VAHID SALEMI via KOMPAS.id

Pada Jumat pagi (19/4/2024), Israel dikabarkan menyerang Iran. Pemerintah Iran merespons dengan penangguhan semua penerbangan, termasuk ke ibukota Teheran. Bahkan, sebuah rudal Israel telah menghantam kota Isfahan, Iran.

Serangan itu diperkirakan semakin meningkatkan intensitas krisis hubungan kedua negara. Saling serang balik akan berlanjut. 

Ketegangan Israel-Iran telah menjadi salah satu sumber utama instabilitas di Timur Tengah selama beberapa dekade terakhir. Meskipun banyak pihak internasional telah menyerukan inisiatif perdamaian, upaya-upaya tersebut sering kali terhalang oleh dominasi kepentingan nasional masing-masing negara yang terlibat. 

Beberapa upaya perdamaian sebenarnya telah dilakukan untuk mengurangi konflik Israel-Iran.
1. Kesepakatan Nuklir dalam bentuk Joint Comprehensive Plan of Action/JCPOA) 2015. Kesepakatan ini dicapai antara Iran dan enam negara besar (P5+1 - Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Rusia, Tiongkok, dan Jerman) untuk membatasi program nuklir Iran dengan imbalan pencabutan sanksi internasional. 

Namun, perjanjian ini menghadapi kritik keras dari Israel, yang merasa bahwa JCPOA tidak cukup untuk menghentikan ambisi nuklir Iran. Pada tahun 2018, Amerika Serikat, di bawah administrasi Trump, secara sepihak menarik diri dari perjanjian tersebut, yang menyebabkan ketegangan meningkat.

2. Peran Organisasi Internasional, seperti PBB dan Uni Eropa (UE), telah berupaya memfasilitasi dialog dan negosiasi antara Israel dan Iran. dialog antara Israel dan Iran. Mekanisme perdagangan Instrument in Support of Trade Exchanges (INSTEX) diluncurkan oleh Uni Eropa pada 2019. Instrumen ini menjadi salah satu contoh inisiatif UE untuk memfasilitasi perdagangan dengan Iran dan menjaga kesepakatan nuklir tetap berjalan meskipun ada sanksi AS.

INSTEX memungkinkan Iran melakukan perdagangan dengan perusahaan-perusahaan Eropa dalam mata uang Euro, sehingga dapat menghindari sistem keuangan yang didominasi dolar AS. 

Namun, INSTEX menghadapi berbagai tantangan. Banyak perusahaan Eropa tetap ragu untuk berdagang dengan Iran karena khawatir akan sanksi dari AS, dan volume perdagangan melalui INSTEX tetap kecil. Pada akhirnya, INSTEX dilikuidasi pada Maret 2023 setelah hanya berhasil melakukan satu transaksi.

3. Diplomasi Track II: Beberapa inisiatif diplomasi track II (non-pemerintah) telah berupaya membangun kepercayaan antara masyarakat Israel dan Iran. Contohnya adalah proyek "Israel-Iran: A Creative Regional Engagement" yang diluncurkan oleh sekelompok akademisi dan mantan diplomat dari kedua negara pada 2019.

Namun, meskipun diplomasi Track II memiliki potensi untuk membangun kepercayaan dan mempromosikan pemahaman, tantangan tetap ada. Perbedaan ideologis yang mendalam, ketegangan geopolitik, dan kurangnya dukungan dari pemerintah resmi dapat membatasi dampak inisiatif seperti ini. Selain itu, keberhasilan diplomasi Track II sering kali bergantung pada kondisi regional dan internasional yang lebih luas, yang dapat berubah dengan cepat dan mempengaruhi dinamika dialog.

4. Kerjasama dalam Menangani Pandemi: Meskipun hubungan resmi tetap tegang, baik Israel maupun Iran telah menunjukkan kesediaan untuk bekerjasama dalam menangani pandemi COVID-19. Pada Maret 2020, misalnya, Israel menyetujui permintaan Palang Merah Internasional untuk mengirimkan bantuan kemanusiaan ke Iran yang terpukul keras oleh virus corona.

Langkah ini menunjukkan bahwa, meskipun ada perbedaan politik yang mendalam, kerja sama kemanusiaan masih mungkin terjadi, tanpa memandang batas-batas geopolitik.

5. Mediasi Pihak Ketiga: Beberapa negara, seperti Rusia dan Oman, telah berupaya menjadi mediator dalam ketegangan Israel-Iran. Pada 2019, Menteri Luar Negeri Oman Yusuf bin Alawi melakukan kunjungan ke Iran dan Israel dalam upaya mendorong dialog antara kedua negara.

Upaya-upaya itu belum berhasil sepenuhnya dalam menyelesaikan konflik Israel-Iran. Meskipun begitu, ruang untuk diplomasi dan kerja sama tentu saja diharapkan masih ada, bahkan di tengah ketegangan yang berlangsung. 

Masalahnya terletak pada tantangan terbesar yang merujuk pada kebangkitan kepentingan nasional yang saling bertentangan dan kurangnya kepercayaan antara kedua pihak.

Perdamaian demokratis?
Di sisi lain, meningkatnya ketegangan antara negara pada saat ini menunjukkan semakin terpinggirkannya nilai-nilai perdamaian demokratis. Menurut teori perdamaian demokratis, negara-negara demokrasi cenderung tidak berperang satu sama lain.   Mereka memiliki nilai-nilai bersama, seperti penghormatan terhadap hak asasi manusia, kebebasan individu, dan penyelesaian konflik secara damai. 

Namun, dalam kasus Israel-Iran, teori ini tampaknya tidak berlaku sepenuhnya. Israel, meskipun dianggap sebagai satu-satunya negara demokrasi di Timur Tengah, justru terlibat dalam konflik berkepanjangan dengan Iran yang bukan negara demokrasi.

Salah satu faktor utama yang menghambat inisiatif perdamaian antara Israel dan Iran adalah dominasi kepentingan nasional masing-masing negara. Israel, misalnya, menganggap program nuklir Iran sebagai ancaman esensial terhadap keamanan nasionalnya. 

Negara-negara akan selalu berusaha memaksimalkan kekuatan relatif mereka demi kelangsungan hidup dalam sistem internasional yang anarki. Dalam pandangan ini, upaya Israel untuk mencegah Iran memperoleh senjata nuklir dapat dilihat sebagai tindakan untuk melindungi kepentingan nasionalnya. Di sisi lain, Iran juga memiliki kepentingan nasionalnya sendiri. 

Pemerintah Iran telah lama menganggap Israel sebagai musuh bebuyutan dan telah mendukung kelompok-kelompok militan anti-Israel di kawasan, seperti Hizbullah di Lebanon dan Hamas di Jalur Gaza. Dukungan ini dapat dipahami sebagai upaya Iran untuk memperluas pengaruhnya di Timur Tengah. 

Selain itu, dukungan semacam itu juga melawan apa yang mereka anggap sebagai hegemoni Israel dan sekutunya, Amerika Serikat. Apalagi ketegangan berlarut itu juga terkait dengan konflik berkepanjangan antara Israel dan Palestina.

Dalam situasi di mana kepentingan nasional begitu dominan, inisiatif perdamaian sering kali sulit dilakukan. Seperti yang dikatakan oleh Morgenthau, politik internasional, seperti semua politik, adalah perjuangan untuk mendapatkan kekuasaan. 

Dalam perjuangan ini, negara-negara akan menggunakan berbagai alat, termasuk kekuatan militer dan diplomasi, untuk mencapai tujuan nasional mereka. Meskipun demikian, bukan berarti tidak ada harapan untuk perdamaian antara Israel dan Iran. 

Kerjasama dan dialog tetap mungkin dilakukan bahkan di antara musuh bebuyutan sekalipun. Menurut Axelrod (1984), kerja sama dapat muncul dalam situasi konflik jika pihak-pihak yang terlibat memiliki ekspektasi interaksi jangka panjang dan mampu mengembangkan norma-norma timbal balik. 

Dalam konteks Israel-Iran, ini berarti bahwa kedua negara perlu melihat hubungan mereka dalam perspektif jangka panjang dan mulai membangun kepercayaan melalui langkah-langkah kecil.

Pada akhirnya, prospek perdamaian antara Israel dan Iran akan sangat bergantung pada kemauan kedua negara untuk mengesampingkan kepentingan nasional jangka pendek demi stabilitas dan keamanan regional jangka panjang. 

Jalan menuju perdamaian antara Israel-Iran diyakini masih panjang dan berliku. Dominasi kepentingan nasional dan kurangnya kepercayaan antara kedua negara akan terus menjadi rintangan signifikan. 

Meski demikian, dengan komitmen dan upaya dari semua pihak yang terlibat ---baik Israel, Iran, maupun masyarakat internasional--- masih ada harapan untuk mengubah dinamika konflik ini dan mencapai perdamaian yang langgeng di Timur Tengah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun