Wilayah Indo-Pasifik telah menjadi panggung persaingan kepentingan strategis antara kekuatan-kekuatan besar global dalam beberapa tahun terakhir. Di tengah meningkatnya ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dan China, upaya untuk menjaga kawasan ini tetap bebas dan terbuka sesuai dengan prinsip-prinsip hukum internasional menjadi prioritas bagi negara-negara maritim utama.Â
Salah satu langkah nyata untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan menggelar latihan maritim bersama, seperti yang baru saja dilakukan oleh AS, Jepang, Australia, dan Filipina di Laut China Selatan (LCS) pada 7 April 2024 lalu. Latihan itu menunjukkan komitmen kolektif mereka untuk memperkuat kerja sama regional dan internasional dalam mendukung Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka.Â
Gabungan angkatan bersenjata/pertahanan melakukan Kegiatan Kerjasama Maritim di Zona Ekonomi Eksklusif Filipina. Latihan ini tidak hanya mendemonstrasikan kekuatan militer gabungan, tetapi juga menegaskan komitmen bersama untuk menegakkan prinsip-prinsip kebebasan navigasi dan penerbangan di perairan internasional, khususnya di LCS.
Keempat negara juga menegaskan bahwa Putusan Pengadilan Arbitrase Laut China Selatan 2016 bersifat final dan mengikat secara hukum, membatalkan klaim maritim China yang berlebihan di kawasan tersebut. Signifikansi putusan itu tidak dapat diremehkan, mencerminkan upaya kolektif mempertahankan tata kelola berbasis aturan di Indo-Pasifik.
Namun, langkah ini memicu reaksi keras dari China. Beijing mengecam latihan tersebut sebagai provokasi dan militerisasi wilayah yang diklaim sebagai kedaulatannya di Laut China Selatan. Bagi China, latihan militer gabungan itu dianggap telah melanggar kedaulatan teritorialnya melalui nine-dash line.Â
Dalam sebuah pernyataan, Kementerian Luar Negeri China menyerukan kepada negara-negara peserta untuk "menghormati kedaulatan dan hak maritim China dan tidak melakukan tindakan apa pun yang dapat memprovokasi masalah tersebut atau meningkatkan ketegangan" (Pamuk & Brunnstrom, 2023).
Tidak hanya kecaman diplomatik, China juga berpotensi mengambil langkah-langkah balasan lainnya. Mereka dapat menggelar latihan militer tandingan di sekitar Laut China Selatan untuk menunjukkan kekuatan dan kedaulatannya di wilayah tersebut. Beijing juga mungkin akan meningkatkan aktivitas konstruksi dan memilitarisasi pulau-pulau buatan untuk mengukuhkan klaimnya atas kawasan LCS.
Selain itu, Beijing berpotensi mengambil langkah-langkah pembalasan ekonomi, seperti membatasi akses pasar atau menghambat investasi dari negara-negara peserta latihan di China. Mereka juga dapat mengintensifkan upaya diplomasinya untuk memperoleh dukungan dari mitra ekonomi besar, guna mengisolasi negara-negara yang menentang klaimnya di Laut China Selatan.
Tantangan diplomasi
Respon keras China ini menunjukkan tantangan besar dalam menjaga stabilitas dan perdamaian di kawasan Indo-Pasifik. Kendati upaya seperti latihan maritim bersama ini bertujuan menegakkan tata kelola berbasis aturan, namun China tampaknya tetap berkeras mempertahankan klaimnya yang berlebihan di Laut China Selatan.