Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Laut China Selatan, Urgensi Keamanan Maritim di Tengah Ketegangan Filipina-China

6 April 2024   21:56 Diperbarui: 8 April 2024   06:02 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penjaga Pantai Filipina menuduh Penjaga Pantai China mengemudikan kapal dalam jarak beberapa meter dari kapal patroli Filipina di Laut China Selatan, melanggar aturan internasional dan berisiko bertabrakan. Insiden itu terjadi pada 2 Maret di dekat Scarborough Shoal. (PHILIPPINE COAST GUARD (PCG) via AFP)

Namun, proses negosiasi COC masih berjalan lambat karena perbedaan kepentingan dari pihak-pihak yang terlibat. Beberapa perundingan regional di ASEAN cenderung gagal karena China lebih memilih perundingan bilateral.

Akibatnya, berbagai pertemuan antara ASEAN dan China selalu gagal. Yang lebih mengherankan adalah komitmen China untuk menjaga perdamaian di kawasan itu justru menimbulkan kekhawatiran negara-negara lain, seperti Malaysia, Brunei, Vietnam, dan Filipina.

Sementara menunggu solusi tata kelola maritim jangka panjang, para pakar menganjurkan pendekatan praktis dalam manajemen krisis. Upaya-upaya, seperti pemeliharaan komunikasi intensif, diplomasi pencegahan krisis, dan kesadaran maritim bersama adalah langkah-langkah yang harus ditempuh untuk menahan ego kedaulatan dan mencegah aksi sepihak di Laut China Selatan (Storey, 2021).

Di atas segalanya, keamanan maritim Laut China Selatan merupakan perhatian kolektif. Beberapa pihak bahkan meramalkan ketidakpastian keamanan di Laut China Selatan dapat memicu Perang Dunia Ketiga.

Beberapa insiden provokasi militer China bahkan memancing kapal induk AS memasuki kawasan itu diikuti kapal-kapal perang dari berbagai negara, seperti Inggris, Malaysia, Filipina, dan India.

Mengingat fluiditas keamanan di kawasan Laut China Selatan, maka penyelesaian sengketa teritorial harus diinisiasi oleh berbagai pihak yang berkepentingan dengan kawasan itu. Beberapa negara bahkan sepakat memasukkan kawasan itu ke dalam wilayah Indo-Pasifik. 

AOIP

Berbagai pihak telah mengusulkan kerangka kerja untuk mengatur kawasan Indo-Pasifik. ASEAN, misalnya, mengusulkan ASEAN Outlook on the Indo-Pacific (AOIP). Negara-negara lain, termasuk Amerika Serikat (AS), China, dan Jepang, juga memiliki kebijakan untuk mengatur pelayaran damai di kawasan Laut China Selatan.

AOIP lahir pada KTT ke-34 ASEAN tahun 2019 dengan latar belakang munculnya berbagai dinamika dan tantangan geopolitik dari berbagai negara yang berkepentingan di kawasan. ASEAN sebagai organisasi regional terbesar di Asia Tenggara memiliki peran strategis dalam menghadapi dinamika tersebut.

Implementasi AOIP merupakan salah satu dari tiga pilar Keketuaan Indonesia di organisasi regional itu pada 2022 bersama ASEAN Matters dan Epicentrum of Growth. Sebagai inisiatif Indonesia, AOIP mendorong peran ASEAN dalam menjaga stabilitas kawasan sekaligus berkontribusi dalam kemajuan dan kemakmuran Indo-Pasifik.

Namun pengendalian risiko dan peningkatan transparansi di kawasan ini harus menjadi prioritas bersama dalam rangka menjamin kelancaran perdagangan global, menegakkan norma-norma hukum internasional, serta memelihara perdamaian dan stabilitas di salah satu wilayah maritim tersibuk di dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun