Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Olimpiade Paris 2024 dalam Bayang-bayang Pertarungan Geopolitik

18 Maret 2024   22:49 Diperbarui: 19 Maret 2024   08:23 877
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Olimpiade Paris akan berlangsung pada 26 Juli hingga 11 Agustus 2024. Tercatat 4,600 atlet telah lolos kualifikasi hingga Desember lalu. Keputusan itu termasuk 8 atlet Rusia dan 3 atlet pemegang paspor Belarusia bertindak sebagai atlet netral.

Ke-11 atlet itu tidak boleh mewakili negara mereka sebagai akibat dari sanksi non-militer dari negara-negara Barat dan AS, termasuk Komite Olimpiade Internasional (OIC). Mereka bertanding di cabang olahraga individu, bukan tim atau kelompok.

Namun demikian, teori kritis juga mengakui adanya perlawanan dan kontestasi terhadap narasi-narasi dominan atau hegemonik itu. Sebagaimana dinyatakan oleh Andrew Linklater (1990), meski ada kekuatan-kekuatan sosial yang mendominasi, selalu ada potensi untuk menantang dan mengubah status quo.

Dalam konteks itu, Olimpiade Paris 2024 ternyata juga menjadi ajang bagi negara-negara non-Barat, seperti Rusia, Cina, dan negara-negara Islam, untuk menantang hegemoni Barat dan mempromosikan agenda geopolitik mereka sendiri.

Rusia dapat menggunakan Olimpiade sebagai panggung untuk memproyeksikan kekuatan militernya, sementara Cina dapat memanfaatkannya untuk mempromosikan model pembangunan otoriter mereka.

Dalam konteks Olimpiade Paris 2024, teori kritis juga mempertanyakan cara media massa dan institusi-institusi Barat membingkai peristiwa ini. Apakah mereka menyajikan narasi yang seimbang dan inklusif, atau justru memperkuat bias-bias Barat dan mengabaikan perspektif negara-negara non-Barat?

Bagi teori kritis, dominasi dan kekuasaan tidak harus muncul melalui kehadiran simbol-simbol kekuatan militer. Sebaliknya, kekuatan hegemonik bisa muncul secara tersamar melalui narasi-narasi tertentu di media sosial.

Lebih jauh lagi, teori kritis mengajak kita untuk mempertanyakan konsep-konsep yang dianggap given atau sudah mapan dalam HI tradisional, seperti negara, kedaulatan, dan keamanan nasional. Seperti yang diungkapkan oleh Jones (1999), konsep-konsep seperti negara dan kedaulatan sebenarnya merupakan konstruksi sosial yang dapat dikritisi.

Olimpiade Paris 2024 dapat menjadi ajang bagi negara-negara untuk memperkuat konsep kedaulatan mereka dan melegitimasi kebijakan-kebijakan keamanan nasional yang berlebihan, seperti pengawasan ketat dan pembatasan kebebasan warga negara atas nama keamanan Olimpiade.

Dalam konteks ini, teori kritis menawarkan perspektif yang lebih kritis dan emansipatoris dalam memahami realitas politik internasional yang terjadi di sekitar Olimpiade Paris 2024. Tujuan utama teori kritis adalah untuk mencapai emansipasi dari struktur-struktur penindasan dan dominasi dalam masyarakat (Linklater, 1990).

Cara berpikir teori kritis mengajak kita untuk tidak hanya melihat Olimpiade sebagai peristiwa olahraga yang netral, melainkan sebagai arena pertarungan geopolitik yang kompleks, di mana kekuasaan, dominasi, dan ketidakadilan tersembunyi di balik kemegahan dan euforia yang terpancar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun