Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Dinamika Diplomasi Indonesia di Tengah Rivalitas AS-China

13 Maret 2024   21:00 Diperbarui: 14 Maret 2024   07:56 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rivalitas antara Amerika Serikat (AS) dan China telah menciptakan dinamika geopolitik yang kompleks di kawasan Indo-Pasifik. Sebagai negara terbesar di Asia Tenggara, Indonesia menghadapi tantangan dalam menavigasi lingkungan internasional yang penuh ketidakpastian ini.

Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dapat dikatakan telah menjalankan pendekatan diplomasi yang cermat dan strategis untuk memaksimalkan kepentingan nasional Indonesia di tengah persaingan antara kedua kekuatan besar tersebut. 

Dengan menggunakan pendekatan Realisme Neoklasik dalam studi Hubungan Internasional, artikel ini mencoba menganalisis kebijakan luar negeri Indonesia dalam menghadapi rivalitas AS-China. Ada dua yang memengaruhi pengambilan kebijakan luar negeri Indonesia, yaitu faktor-faktor domestik dan internasional.

Realisme Neoklasik

Realisme Neoklasikal merupakan salah satu pendekatan yang relatif baru dalam studi Hubungan Internasional. Pendekatan ini berupaya menggabungkan elemen-elemen dari Realisme Klasik dengan faktor-faktor domestik dalam menjelaskan kebijakan luar negeri suatu negara.

Menurut Gideon Rose (1998), realisme neoklasikal menerima premis dasar realisme klasik bahwa lingkungan internasional yang anarki mendorong negara untuk meningkatkan kekuatan relatif mereka.

Selain itu, pendekatan ini juga berpendapat bahwa pengaruh struktur internasional terhadap perilaku negara bersifat tidak langsung dan kompleks.

Berbeda dengan realisme klasik yang menekankan pada distribusi kekuasaan sebagai faktor utama yang menentukan perilaku negara, realisme neoklasikal mempertimbangkan variabel-variabel domestik, seperti persepsi pemimpin, institusi negara, dan politik dalam negeri.

Menurut Randall Schweller (2004), misalnya, menjelaskan kelebihan realisme neoklasik. Salah satunya, yaitu menggabungkan pengaruh sistemik yang ditekankan oleh realisme klasik dengan pengaruh variabel-variabel unit-level, seperti persepsi pemimpin dan struktur negara.

Kebijakan Luar Negeri Jokowi

Dalam konteks Indonesia, kepentingan nasional mencakup menjaga kedaulatan, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan mempertahankan stabilitas kawasan. Pemerintahan Joko Widodo telah merumuskan kebijakan luar negeri yang adaptif dan strategis untuk mencapai kepentingan ini.

Kebijakan itu mempertimbangkan distribusi kekuasaan relatif antara AS dan China, serta faktor-faktor domestik seperti persepsi pemimpin dan institusi negara.

Sejak menjabat sebagai Presiden pada tahun 2014, Joko Widodo telah menerapkan kebijakan luar negeri yang pragmatis dan berorientasi pada kepentingan nasional.

Pemerintah menekankan pentingnya diplomasi ekonomi untuk meningkatkan kerja sama perdagangan dan investasi dengan negara-negara mitra, termasuk AS dan China (Connelly, 2015). Dalam konteks rivalitas AS-China, Indonesia berupaya menyeimbangkan hubungan dengan kedua negara tersebut. Tujuannya adalah memaksimalkan manfaat ekonomi, sambil tetap menjaga kedaulatan dan stabilitas kawasan.

Salah satu langkah signifikan yang diambil oleh pemerintahan Joko Widodo adalah peningkatan status kemitraan dengan AS menjadi kemitraan strategis komprehensif pada tahun 2015 (Kementerian Luar Negeri RI, 2015). Hal ini membuka peluang bagi peningkatan kerja sama di berbagai bidang, termasuk perdagangan, investasi, pertahanan, dan keamanan maritim.

Indonesia juga aktif terlibat dalam inisiatif regional yang diprakarsai oleh AS, seperti Kerangka Kerja Sama Ekonomi Indo-Pasifik (IPEF). Melalui IPEF, Indonesia memperkuat konektivitas ekonomi dan mempromosikan pertumbuhan ekonomi regional.

Di sisi lain, Indonesia juga menjaga hubungan ekonomi yang erat dengan China. Pemerintahan Joko Widodo telah memanfaatkan kerja sama dalam kerangka Prakarsa Sabuk dan Jalan (BRI) untuk mendorong pembangunan infrastruktur dan konektivitas di Indonesia.

Meski begitu, Indonesia juga mewaspadai potensi risiko kedekatan dengan China. Salah satunya adalah antisipasi jebakan utang dan ketergantungan berlebihan terhadap China. Oleh karena itu, pemerintah berupaya menyeimbangkan kerja sama dengan China melalui penguatan hubungan dengan negara-negara mitra lainnya, termasuk Jepang, Korea Selatan, Australia, dan India.

Kepentingan nasional

Realisme neoklasikal menekankan pentingnya sebuah negara mampu menghadapi lingkungan internasional yang kompleks. Seperti yang diungkapkan oleh Jeffrey Taliaferro, Steven Lobell, dan Norrin Ripsman (2009l) bahwa, "Realisme Neoklasikal berpendapat bahwa negara mengejar strategi yang paling sesuai dengan kepentingan nasional mereka, sebagaimana didefinisikan oleh elit politik, dalam konteks kendala dan peluang internasional."

Pemerintahan Joko Widodo telah menerapkan pendekatan diplomasi yang cermat dan strategis dalam menghadapi rivalitas AS-China. Indonesia memanfaatkan posisinya sebagai Ketua ASEAN pada tahun 2023 untuk mempromosikan stabilitas dan kerja sama di Indo-Pasifik.

Di samping itu, Indonesia juga mendorong AS dan China untuk menjadi kekuatan positif dalam menciptakan kawasan yang damai dan sejahtera. Presiden Joko Widodo juga secara konsisten menekankan pentingnya sentralitas ASEAN dalam arsitektur regional Indo-Pasifik.

Presiden Jokowi mendorong negara-negara anggota ASEAN untuk bersatu dan mempertahankan relevansi ASEAN di tengah persaingan kekuatan besar. Melalui ASEAN, Indonesia berupaya memperkuat mekanisme kerja sama regional, seperti East Asia Summit (EAS) dan ASEAN Regional Forum (ARF), untuk mempromosikan dialog dan penyelesaian damai atas sengketa di kawasan.

Lebih lanjut, Indonesia terbukti tidak terjebak ke dalam perluasan persaingan kekuasaan antara AS dan Rusia di kawasan Asia Tenggara melalui Keketuaan G20 pada 2022.

Rivalitas AS-China telah menciptakan lingkungan geopolitik yang kompleks bagi Indonesia. Pemerintahan Jokowi telah menerapkan pendekatan diplomasi yang cermat dan strategis untuk memaksimalkan kepentingan nasional Indonesia di tengah persaingan antara kedua kekuatan besar tersebut.

Dengan menggunakan pendekatan Realisme Neoklasikal, kebijakan luar negeri Indonesia dipengaruhi oleh distribusi kekuasaan relatif antara AS dan China, serta faktor-faktor domestik seperti persepsi pemimpin dan institusi negara.

Melalui navigasi cermat dalam diplomasi, pemerintahan Joko Widodo berupaya menyeimbangkan hubungan dengan AS dan China, sambil memperkuat kerja sama ekonomi dan pertahanan-keamanan secara strategis.

Indonesia juga memanfaatkan posisinya di ASEAN untuk mempromosikan stabilitas dan kerja sama di Indo-Pasifik. Indonesia diyakini dapat mempertahankan kepentingan nasionalnya, mengurangi kerentanan terhadap tekanan eksternal, dan berkontribusi pada terciptanya kawasan yang damai dan sejahtera.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun