Dalam satu atau dua dekade terakhir, istilah "kelas menengah" semakin sering muncul dalam diskusi mengenai ekonomi dan politik Indonesia. Salah satu faktornya adalah semakin banyaknya jumlah penduduk Indonesia yang masuk ke kelas menengah seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang stabil pasca-krisis ekonomi 1998.Â
Bagi sebagian besar masyarakat awam, kelas menengah identik dengan gaya hidup yang lebih makmur dan modern. Mereka memiliki pendapatan lebih tinggi yang cukup untuk membeli rumah, kendaraan, dan barang elektronik, serta mampu menyekolahkan anak hingga jenjang perguruan tinggi. Singkatnya, kelas menengah adalah kelompok masyarakat yang hidupnya sudah cukup enak.
Dilema
Namun ternyata, hasil investigasi media daring Kompas.id mengungkap bahwa kehidupan kelas menengah Indonesia tidak selalu seperti yang dibayangkan. Sebagian besar dari mereka hanya berpenghasilan pas-pasan dengan pengeluaran bulanan yang cukup tinggi untuk biaya hidup.Â
Hal ini membuat banyak kelas menengah hidup dalam ketidakpastian ekonomi. Mereka berisiko untuk tergelincir kembali menjadi kelas bawah bila terjadi pemutusan hubungan kerja atau krisis ekonomi.Â
Selain itu, akses terhadap fasilitas publik seperti pendidikan dan kesehatan yang berkualitas juga masih sulit dijangkau kelas menengah Indonesia. Sistem pendidikan dan kesehatan yang mahal serta minimnya bantuan pemerintah membuat sebagian kelas menengah "terjebak" dalam lingkaran setan ketidakberdayaan ekonomi.Â
Padahal, investasi untuk pendidikan dan kesehatan sangat penting agar anak-anak kelas menengah bisa meraih mobilitas sosial ke kelas yang lebih tinggi di masa depan. Akibatnya, mobilitas sosial kelas menengah, terutama generasi mudanya, menjadi terhambat.
Dari sisi politik, meski dianggap lebih terdidik dan rasional, partisipasi politik kelas menengah Indonesia juga masih tergolong rendah. Mereka lebih memilih untuk tidak terlibat dalam proses politik praktis dan fokus pada kepentingan ekonomi kelompoknya saja.Â
Sebab, kelas menengah masih kalah pengaruhnya dibanding para pemodal besar dan elit politik lama yang mendominasi panggung politik Indonesia saat ini. Namun, kelas menengah generasi muda mulai meningkat partisipasi politiknya, terutama melalui ruang-ruang digital seperti media sosial.Â
Berbeda dengan orang tua mereka yang apatis, generasi muda kelas menengah lebih vokal mengkritisi para elit politik melalui media sosial. Mereka juga lebih terbuka untuk berpartisipasi dalam gerakan-gerakan sosial, seperti demonstrasi damai.