Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Artis Politisi: Jebakan Popularitas Artis dan Kapasitas Politisi

29 Februari 2024   09:55 Diperbarui: 1 Maret 2024   07:34 944
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam demokrasi kontemporer, fenomena selebriti beralih profesi menjadi politisi sudah menjadi fenomena lumrah di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Pemilihan Umum (pemilu) 2024 menunjukkan tren yang sama, memperkuat pola yang telah berlangsung selama beberapa siklus pemilu di negara ini.

Dinamika ini mendapat sorotan dari berbagai pihak, baik di dalam maupun di luar negeri. Beberapa media asing juga mencatat lonjakan jumlah artis yang menjajaki arena politik pada pemilu 2024.

Artis sebagai calon dan anggota legislatif bukanlah sebuah tabu politik. Kenyataan menunjukkan bahwa banyak partai politik (parpol) berlomba-lomba mengusung artis.

Salah satu alasannya adalah "nafsu" parpol terhadap popularitas selebriti tersebut. Parpol tentu saja berharap memperoleh keuntungan elektoral dari popularitas artis-artis itu.

Keberadaan artis dalam kancah politik pastinya mengundang berbagai polemik. Persoalannya berakar pada kepemilikan kapasitas dan kapabilitas politik dari para artis yang politisi itu.

Di satu sisi, popularitas artis kerap kali dianggap sebagai modal sosial yang berharga untuk meningkatkan daya tarik mereka di mata parpol. Di zaman sosial media sekarang, popularitas artis membuat kebanyakan dari mereka memiliki lebih banyak follower ketimbang politisi yang bukan artis.

Walaupun pemilu legislatif menempatkan para artis daerah pemilihan (dapil), popularitas artis dipandang mampu melampaui sekat-sekat geografi-politik berbentuk dapil itu. Popularitas artis itu sangat potensial dikonversi menjadi basis elektoral sebagai politisi.

Dok getradius.id
Dok getradius.id

Pertimbangan itu menjadikan banyak artis meraih suara pemilih tinggi. Fenomena artis atau komedian, Komeng, misalnya bisa menjadi bukti menarik. Perolehan suara Komeng sebagai calon anggota DPD RI ternyata melebihi suara pasangan calon presiden (capres) Ganjar Pranowo dan calon wakil presiden (cawapres) Mahfud Md di Jawa Barat.

Di sisi lain, perspektif kritis mencoba mencermati fenomena rekrutmen artis sebagai caleg ternyata menguak keraguan atas kapasitas selebritas politisi itu terhadap isu-isu politik yang kompleks. Keraguan itu juga terkait dengan tanggung jawab yang dibebankan kepada mereka sebagai perwakilan rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun