Memasuki tahun 2024, ASEAN berada di bawah keketuaan (chair) Laos. Sebelumnya, keketuaan ASEAN dipegang oleh Indonesia yang berhasil menyelenggarakan dua kali Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) di Labuan Bajo dan Jakarta.
Pada penutupan KTT Ke-43 ASEAN di Jakarta, Presiden Indonesia Joko Widodo menyerahkan tongkat kepemimpinan kepada Perdana Menteri Laos Sonexay Siphandone di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Kamis (7/9/2023).
Kepemimpinan di ASEAN pada tahun 2023 menandai tahun penting bagi diplomasi regional Indonesia, menunjukkan peran kritikal negara ini dalam memperkuat integrasi dan kerja sama Asia Tenggara. Sebagai negara anggota pendiri dan ekonomi terbesar di ASEAN, Indonesia telah berusaha menonjolkan diri sebagai pemimpin yang stabil dan progresif di kawasan ini.
Prestasi Indonesia di ASEAN pada 2023 terutama berkisar pada keberhasilannya sebagai Ketua ASEAN, yang merefleksikan komitmen negara ini terhadap penguatan hubungan regional dan peningkatan kesejahteraan bersama. Sukses itu tampak nyata pada inisiatif regional Indonesia mengajak anggota-anggota ASEAN melakukan aksi kolektif dalam merespon pandemi Covid-19 dan krisis politik di Myanmar.
Di bawah pengawasan Indonesia, ASEAN memperdalam integrasi ekonominya, seperti kemajuan dalam implementasi RCEP (Regional Comprehensive Economic Partnership), yang mengindikasikan keberhasilan Indonesia dalam mendukung perdagangan bebas dan ekonomi terbuka. Ini merupakan langkah penting dalam memfasilitasi akses pasar baru dan menarik investasi ke kawasan tersebut.
Dalam konteks kepemimpinan global, Indonesia berhasil menjalankan kepemimpinan di panggung dunia dalam presidensi G20 yang sukses pada 2022. Indonesia telah mempertunjukkan kemampuannya dalam mengupayakan berbagai solusi terbaik bagi masalah global lewat format diplomasi yang terampil dan mumpuni. Diplomasi Indonesia mampu mencari jalan tengah dalam kisruh antara AS dan Rusia di sidang-sidang G20.
Kinerja Indonesia dalam menangani pertemuan-pertemuan tingkat tinggi tersebut menunjukkan kemampuannya dalam mengatur agenda internasional dan mengkoordinasikan pendekatan multilateral terhadap masalah-masalah mendesak global.
Terkait dengan isu-isu keamanan, Indonesia memainkan peran penting dalam mendorong dialog dan resolusi damai bagi konflik yang ada di kawasan, termasuk penanganan isu Laut China Selatan (LCS) yang kompleks dan respon terhadap krisis Myanmar. Upaya ini mempertegas Indonesia sebagai penengah yang kredibel dan penjaga perdamaian yang dihormati di kawasan Asia Tenggara.
Di sisi lain, kepemimpinan Indonesia juga mendapat kritik seiring dengan tantangan yang dihadapi. Ada pandangan bahwa kontribusi Indonesia terhadap ASEAN terkadang terhambat oleh fokus domestik yang kuat. Kecenserungan inward-looking itu dalam beberapa kasus berpotensi mengurangi inisiatif atau lambatnya respons dalam merespon isu-isu kritis regional.
Hal ini mencerminkan dilema yang dihadapi oleh negara-negara anggota ASEAN lainnya, antara kepentingan nasional dan kebutuhan untuk berintegrasi lebih dalam dan seragam di ASEAN untuk menghadapi tantangan regional dan global. Dilema antara kepentingan nasional dan regional menjadi masalah umum di organisasi regional semacam ASEAN, Uni Eropa (UE), Afrikan Union (AU), dan lainnya.
Kritik juga hadir dalam konteks pendekatan Indonesia terhadap prinsip non-interferensi ASEAN. Melalui prinsip ini, upaya menghormati kedaulatan negara anggota terkadang dianggap sebagai kontraproduktif dalam mengatasi isu-isu seperti pelanggaran hak asasi manusia dan penyimpangan demokratis di negara anggota ASEAN.
Respons terhadap krisis Myanmar menjadi bukti nyata. Ada kesulitan untuk mengelola garis tipis antara menjaga hubungan diplomatik yang baik dengan negara anggota (Myanmar) dan kebutuhan regional untuk bertindak secara kolektif dan tepat dalam situasi darurat kemanusiaan.
Selain itu, meskipun telah memperlihatkan kepemimpinan dalam beberapa isu global, Indonesia masih diharapkan untuk terus mengembangkan dan menerapkan pendekatan yang lebih proaktif terhadap perubahan iklim dan keberlanjutan. Kepemimpinan Indonesia di Indonesia dianggap bersifat alamiah (natural leader), tanpa harus memegang posisi sebagai ketua (chair) dalam sebuah Konperensi Tingkat Tinggi (KTT).
Ini termasuk meningkatkan ambisi Indonesia dalam kebijakan domestik yang terkait dengan perubahan iklim dan memainkan peran yang lebih kuat dalam mengarahkan ASEAN ke arah transisi energi. Kebijakan itu dilandang dapat menjamin ketahanan iklim dan pembangunan ekonomi berkelanjutan di antara anggota-anggota ASEAN.
Pada akhirnya, keberhasilan Indonesia dalam memimpin ASEAN pada 2023 harus dilihat sebagai refleksi dari upaya berkelanjutan untuk memainkan peran yang berimbang antara pemenuhan kepentingan nasional dan komitmen terhadap kepentingan bersama kawasan ASEAN.
Tantangan yang dihadapi akan terus menuntut Indonesia untuk menyesuaikan pendekatan kepemimpinannya yang menjadi contoh bagi negara-negara lain di kawasan ASEAN untuk merespon secara efektif terhadap kompleksitas masalah-masalah global.
Dengan melihat ke depan, upaya Indonesia untuk memperkuat posisi ASEAN di kancah internasional akan tergantung pada kemampuannya untuk merangkul perubahan, menavigasi kompleksitas geopolitik, dan mendorong kerja sama intraregional.
Sebagai pemimpin yang dihormati di ASEAN, Indonesia terus dipandang sebagai kekuatan stabilisasi dan katalis untuk kemajuan, dengan tantangan yang dihadapinya menjadi bagian integral dari proses pertumbuhan dan pembelajaran bersama di kawasan Asia Tenggara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H