Puncak liberalisasi tercipta tatkala Indonesia akhirnya resmi bergabung dengan WTO pada 1994 yang memaksa pemangkasan proteksi di pasar barang dan jasa domestik.
Selain itu, Indonesia pada  masa Presiden Suharto telah mencapai  industrialisasi melalui peningkatan sektor manufaktur dan jasa, meningkatnya ekspor non-migas, dan berkembangnya sektor pariwisata serta infrastruktur.
Masalah KKN
Namun seiring waktu, inefisiensi dan korupsi kian menumpuk. Defisit neraca pembayaran karena tingginya utang luar negeri di sektor swasta juga mengungkap mismanajemen keuangan.Â
Masalah lainnya adalah dominasi konglomerat yang dekat dengan penguasa yang berujung pada masalah KKN. Robison dan Hadiz (2004) mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi Orde Baru yang stabil dan meningkat membuat para kapitalis kroni yang memiliki hubungan dengan Suharto diberi hak istimewa untuk masuk ke sektor-sektor ekonomi penting.
Liberalisasi ekonomi era Orde Baru dinilai mengandung banyak kepentingan politik dan bisnis penguasa, bukan murni untuk optimalisasi kesejahteraan dan efisiensi ekonomi. Akibatnya, Indonesia mengalami krisis keuangan 1997-1998 yang memaksa Jakarta membuka pintu lebar-lebar bagi liberalisasi perdagangan dan investasi global.
Secara keseluruhan, Orde Baru berjalan di tali yang tipis antara kapitalisme kroni versus pasar yang lebih terbuka. Suharto berupaya menyeimbangkan berbagai kepentingan dengan hasil optimalisasi pembangunan ekonomi, meski tidak sepenuhnya berhasil mengatasi warisan persoalan struktural dari rezim sebelumnya. Â
Terkait dengan sistem ekonomi Indonesia 2024-2029, Indonesia mau tidak mau harus tetap menjalankan ekonomi liberal, namun dengan tetap meningkatkan kemampuan ekonomi domestik memperoleh keuntungan terbesar. Keberanian pemerintahan baru dalam inovasi kebijakan agar tidak semata membuka ekonomi domestik tetap perlu menjadi perhatian utama.
Kebijakan semacam hilirisasi berbagai sektor, seperti sumber daya alam, memang menarik dan berpotensi meningkatkan daya tawar ekonomi domestik. Meskipun demikian potensi resiko dari kebijakan itu tetap harus diantisipasi oleh pemerintahan baru setelah Presiden Joko Widodo.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H