Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Review Buku #1: Ancaman Demokrasi Dari Atas

14 Januari 2024   16:14 Diperbarui: 14 Januari 2024   16:15 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://morningstaronline.co.uk/

Gabungan faktor ekonomi, politik dan teknologi ini diyakini telah dimanfaatkan para populis untuk merangkul dukungan massa dan mendulang suara dalam pemilu.

Lewat buku ini, Bartels mengingatkan kita semua untuk tidak meremehkan ancaman populisme. Selain propaganda rasis dan eksklusif, populisme menggerogoti toleransi sosial dan berpotensi merongrong demokrasi itu sendiri. Namun upaya menanganinya mesti dimulai dengan introspeksi kelompok mainstream perihal kebijakan mereka yang turut menyuburkan populisme.

Argumen utama Bartels adalah bahwa akar penyebab kebangkitan populisme sesungguhnya berasal dari elite dan pemimpin politik arus utama di Eropa sendiri. Kebijakan efisiensi ekonomi cenderung melupakan nasib kelompok rentan itulah yang kemudian dimanfaatkan propaganda populis untuk meraih dukungan publik yang marah dengan janji-janji provokatif dan kritik tajam terhadap kelompok mapan dan pemerintah berkuasa.

Buku Bartels sangat menarik karena memberikan analisis ringkas namun tajam tentang asal-muasal populisme, bagaimana sistem demokrasi liberal bisa terkikis perlahan jika fenomena ini tak ditangani secara arif. Yang juga menarik, Bartels mengingatkan kaum liberal dan moderat untuk tidak gegabah dalam pemberantasan populisme. 

Sebaliknya, Bartels menyarankan agar kelompok liberal melakukan introspeksi dan koreksi terhadap kebijakan sendiri yang turut berkontribusi menyulut gelombang populisme.

Adapun kelemahan dari buku ini mungkin terletak pada minimnya contoh kasus negara yang diangkat. Sebagian besar pembahasan Bartels mengambil pengalaman 2-3 negara di Eropa Barat seperti Prancis, Belgia dan Belanda. 

Padahal, fenomena kebangkitan populisme kanan juga terjadi di Eropa Timur dan Selatan. Mungkin aspek perbandingan antarnegara ini bisa lebih dieksplorasi.

Populisme, dengan propaganda anti-imigran, rasis dan eksklusifnya, jelas mengancam nilai-nilai toleransi, keberagaman dan inklusivitas sosial yang selama ini dibangun negara demokrasi liberal. Apalagi, retorika melawan institusi mapan ini berpotensi merongrong demokrasi itu sendiri bila kaum populis berhasil menguasai lembaga-lembaga negara.

Namun, Bartels juga mengingatkan, upaya menghentikan gelombang populisme ini tak bisa dilakukan dengan pendekatan sederhana atau justru kontraproduktif. Sebelum menyalahkan para politisi dan pemimpin populis atas propaganda mereka, sudah selayaknya kelompok politik arus utama dan pendukung nilai liberal di Eropa dan Amerika melakukan introspeksi secara serius.

Karena sesungguhnya, kebijakan kelompok elit politik mainstreamlah yang kerap gagal atau justru kontraproduktif, sehingga membuat sebagian publik kecewa dan berpaling ke yang populis. Tanpa koreksi fundamental atas kesalahan ini, sulit mengharapkan restorasi stabilitas demokrasi di Barat.

Selain itu, rekomendasi kebijakan Bartels untuk menangkal populisme terkesan umum, meski memang buku ini lebih berfokus pada aspek "diagnosis" akar permasalahan. Tentu para pembaca mengharapkan resep solutif lebih operasional dari seorang ilmuwan politik sekaliber Bartels ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun