Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Debat Cawapres 2024: Menunggu 'Drama' Gibran...

22 Desember 2023   17:51 Diperbarui: 22 Desember 2023   17:52 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam hari ini, Jumat, 22 Desember 2023, sebagian besar pemilih Indonesia dapat diperkirakan menunggu 'drama' Gibran Rakabuming Raka pada acara debat calon wakil presiden (cawapres). Ritual menuju pemilihan presiden (pilpres) menjadwalkan cawapres untuk menyampaikan visi dan misinya. Tiga cawapres, yaitu Gibran bersama Muhaimin Iskandar (Cak Imin), dan Mahfud Md.,  akan 'bertarung' gagasan mengenai Indonesia, jika salah satu dari mereka terpilih memimpin negeri ini bersama pasangan capres-nya. 

Pilpres 2024 memang sudah semakin dekat. Debat nanti malam adalah sesi kedua dari lima (5) kali debat yang sudah dijadwalkan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Para calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) telah gencar melakukan kampanye untuk menarik hati para pemilih. Salah satu capres-cawapres yang paling disorot adalah Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Joko Widodo.

Gibran menjadi salah satu calon wakil presiden yang paling populer, terutama di kalangan anak muda. Konon, Gibran memiliki elektabilitas yang tinggi dan dipercaya dapat menjadi magnet untuk menarik suara dari pemilih generasi Z dan milenial.

Meski begitu, Gibran juga memiliki beberapa kelemahan, seperti cawapres lainnya. Usia yang terbilang muda, belum memiliki pengalaman yang luas di bidang politik-pemerintahan dan putra dari presiden yang sedang menjabat dapat menjadi faktor-faktor yang menguntungkan dan merugikannya.

Harapan Pemilih

Para pendukung dan pemilih, terutama pemilih generasi Z dan milenial, tentu saja memiliki harapan tinggi terhadap Gibran. Mereka berharap bahwa Gibran dapat menjadi pemimpin yang mewakili aspirasi mereka.

Pemilih generasi Z dan milenial merupakan kelompok pemilih yang besar dan potensial. Jumlah mereka yang memiliki hak pilih pada 14 Februari 2024 mencapai lebih dari 50% dari total 205 juta pemilih. Mereka memiliki semangat yang kuat untuk perubahan, dan mereka ingin melihat Indonesia yang lebih baik.

Baca juga: Menunggu Wahyu

Gibran dinilai sebagai sosok yang tepat untuk mewakili aspirasi generasi Z dan milenial. Ia dikenal sebagai sosok yang energik, cerdas, dan dekat dengan rakyat. Gibran juga memiliki latar belakang yang menarik bagi anak muda. Sebagai seorang pengusaha sukses dengan bisnis kulinernya di Surakarta, Gibran memiliki pengalaman sebagai Wali Kota Surakarta, yang merupakan salah satu kota besar di propinsi Jawa Tengah.

Pemilih generasi Z dan milenial berharap bahwa Gibran dapat membawa perubahan yang signifikan bagi Indonesia. Mereka berharap bahwa Gibran dapat menciptakan lapangan kerja yang lebih banyak, meningkatkan kualitas pendidikan, dan memajukan teknologi.

Kekhawatiran Pemilih

Sebaliknya, pemilih juga memiliki beberapa kekhawatiran terhadap cawapres Gibran. Salah satu kekhawatiran terbesar adalah usianya yang masih muda. Gibran baru berusia 33 tahun pada tahun 2024. Ia akan menjadi calon wakil presiden termuda dalam sejarah Indonesia.

Usia yang masih muda memang lebih dianggap menjadi kelemahan bagi Gibran, khususnya untuk jabatan wakil presiden. Gibran dianggap belum memiliki pengalaman yang cukup untuk memimpin Indonesia. Apalagi naiknya Gibran menjadi cawapres melalui jalan berliku yang cenderung menciderai demokrasi Indonesia.

Selain itu, pemilih juga mengkhawatirkan kemungkinan Gibran hanya akan menjadi boneka dari ayahnya, Presiden Joko Widodo. Kemungkinan-kemungkinan itu membuat sebagian masyarakat tidak mempercayai kemandirian Gibran dari ayahnya, jika terpilih menjadi wakil presiden.

Drama Menunggu Gibran

Menunggu Gibran pada debat calon wakil presiden nanti malam dapat diibaratkan dengan menunggu Godot. Dalam drama berjudul Waiting for Godot karya Samuel Beckett, ada dua tokoh utama --- yaitu, Vladimir dan Estragon--- yang menghabiskan waktu dengan menunggu kedatangan seorang pria bernama Godot. Godot digambarkan sebagai sosok yang misterius dan tidak jelas keberadaannya.

Begitu pula setidaknya dengan menunggu Gibran. Gibran memang sosok yang cukup populer. Dia juga memiliki beberapa kelemahan seperti yang telah disebutkan sebelumnya.

Para pemilih, terutama pemilih generasi Z dan milenial, menunggu Gibran untuk membuktikan kemampuannya melalui debat cawapres nanti malam. Mereka berharap bahwa Gibran dapat menjadi pemimpin yang mewakili aspirasi mereka dan mengimbangi cawapres lain yang lebih senior dan jauh lebih berpengalaman dalam pengetahuan dan debat.

Seperti Godot, Gibran juga digambarkan sebagai sosok yang misterius. Ia belum pernah memberikan penampilan yang signifikan di panggung politik. Penonton televisi terbiasa dengan gambaran Gibran yang menjawab pertanyaan-pertanyaan Najwa Shihab, misalnya, dengan kata-kata "biasa." 

Ketidakjelasan 'keberadaan' Godot dan Gibran ini telah membuat para pemilih merasa agak cemas dan gelisah. Mereka tidak tahu apakah Godot atau Gibran akan benar-benar datang dan mampu menghadapi tantangan debat cawapres 2024.

Debat calon wakil presiden nanti malam akan menjadi momen penting untuk menentukan apakah Gibran akan benar-benar datang. Datang dengan kemampuannya memimpin, mengelola dan menyelesaikan persoalan-persoalan di kota Solo. 

Jika ia mampu memberikan penampilan yang baik dalam debat tersebut, maka Gibran dapat memiliki peluang yang besar untuk memenangkan hati pemilih. Namun, jika gagal menunjukkan kemampuannya, maka Gibran diperkirakan semakin memperkuat kekhawatiran pemilih terhadapnya.

Drama menunggu Gibran akan berakhir pada malam ini. Harapan pemilih, tentu saja, drama itu tidak berakhir dramatis. Performa debat yang baik akan menjadi harapan bagi banyak pemilih generasi Z dan milenial. Sebaliknya, ketidakmampuannya akan membuat Gibran menjadi sasaran kekecewaan bagi pemilihnya dan penolaknya.

Pada akhirnya, hanya Gibran yang dapat menentukan akhir dari drama ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun