Jika Ganjar Pranowo terpilih menjadi Presiden Indonesia untuk lima tahun mendatang, bagaimana politik luar negeri Indonesia? Apa perubahan dan kesinambungan kebijakan luar negeri Ganjar dengan pemerintahan Jokow?
Pertanyaan itu hanya sebagian kecil saja dari banyak isu mengenai kebijakan luar negeri Indonesia ketika Presiden berganti mulai 20 Oktober 2024 hingga 2029. Pada debat calon presiden (capres), isu ini menjadi salah satu dari tema utama dari debat ke-3 pada awal Januari mendatang mengenai pertahanan, keamanan, hubungan internasional, dan geopolitik.Â
Walau berbagai survei memperlihatkan persepsi masyarakat terhadap elektabilitas ketiga capres 2024, mereka tetap memiliki peluang sama terpilih sebagai presiden Indonesia periode 2024-2029. Pemilihan presiden (pilpres) diselenggarakan 14 Februari 2024. Mereka bertiga masih memiliki waktu untuk berkampanye mempengaruhi suara rakyat negeri ini.
Dalam politik luar negeri, pemerintahan Jokowi di era 2014-2024 dapat dipandang telah  menjalankan prinsip bebas-aktif yang pragmatis. Artinya adalah Indonesia secara aktif memperluas dan memperdalam hubungan diplomatik dengan berbagai negara mitra baru tanpa harus terikat dalam kungkungan blok tertentu.Â
Dalam kasus ASEAN, misalnya, pemerintahan pertama Jokowi (2014-2019) memang tampak tidak terlalu berorientasi ke organisasi regional ini. Namun demikian, kebijakan itu tidak berarti Indonesia meninggalkan ASEAN. Indonesia tetap menjalankan peran kepemimpinan di ASEAN. Pada pemerintahan kedua, Jokowi mengembalikan posisi sentral ASEAN sebagai kawasan vital bagi Indonesia sebagai middle power di AsiaTenggara.
Berkaitan dengan capres nomor urut 3, pandangan Ganjar juga secara jelas menyatakan komitmennya untuk meneruskan poros utama politik luar negeri Indonesia tersebut jika terpilih nanti. ASEAN tetap merupakan kawasan penting bagi kemakmuran, kekuatan ekonomi, dan diplomasi Indonesia. Prinsip bebas-aktif dalam hubungan bilateral dan multilateral juga akan tetap dipraktekkan sebagai landasan diplomasi.
Adapun dari sisi perubahan yang ditawarkan Ganjar, hubungan luar negeri Indonesia ke depan akan lebih menitikberatkan pada diplomasi ekonomi. Ganjar juga ingin memaksimalkan manfaat dari bonus demografi besar yang dimiliki Indonesia.Â
Artinya, setiap hubungan kerja sama bilateral dan multilateral yang dijalin lebih bertujuan untuk mendongkrak kepentingan ekonomi domestik dan kesejahteraan rakyat. Pidato Ganjar di CSIS dan buku Visi-Misi Capres Ganjar dan Cawapres Mahfud dapat menjadi acuan bagi arah kebijakan luar negerinya.Â
Contoh konkret, misalnya, adalah memanfaatkan dinamika persaingan AS vs China. Indonesia berharap dapat memanfaatkan persaingan kepentingan itu untuk mendatangkan lebih banyak investasi, teknologi, dan akses pasar bagi produk & jasa ekspor Indonesia.Â
Begitu pula dengan negara-negara lain, diplomasi ekonomi menjadi fokus utama Indonesia ke depannya. Ganjar meyakini dengan basis ekonomi domestik yang makin solid, kedudukan Indonesia di pentas global juga makin meningkat.
Penekanan pada diplomasi ekonomi dan memanfaatkan bonus demografi dapat menjadi semacam domain baru yang bisa digarap lebih optimal, tanpa meninggalkan poros utama politik luar negeri Indonesia selama ini.Â
Fokus pada kekuatan ekonomi membedakan cara Ganjar dengan Presiden Jokowi dalam mengelola hubungan luar negeri Indonesia. Sedangkan Jokowi lebih pada upaya membangun Indonesia sebagai poros maritim dunia.Â
Memang belum diketahui sejauh mana pandangan capres Ganjar ---dan juga capres Anies Baswedan--- akan menerjemahkan ke tataran tindakan nyata/kongkrit di lapangan. Masih ada 2 sesi debat lagi untuk menunggu sejauh mana Ganjar menjawab potensi ancaman kesatuan wilayah Indonesia dari kekuatan asing.
Apakah Ganjar berani membuat pernyataan tegas seperti Jokowi pada debat capres 2014? Ketika itu, Jokowi secara tegas menjawab "... jika ada yang mengganggu kedaulatan nasional, kita bikin rame."Â
Kenyataannya beberapa bulan setelah memerintah, Jokowi melalui Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti melakukan penangkapan kapal-kapal ilegal di wilayah perairan Indonesia.Â
Praktek diplomasi ini membuat kaget negara-negara tetangga yang telah bertahun-tahun menikmati keuntungan dari praktek ilegal mereka di lautan Indonesia.
Ganjar dan Anies cenderung lebih menempuh jalur diplomatis ketimbang Prabowo yang lebih lugas dan frontal dalam berbicara ketika menjawab pertanyaan seorang Duta Besar negara sahabat di CSIS, Jakarta, pada awal November lalu.
Ganjar memang tegas dalam pelaksanaan kebijakan ketika menjabat Gubernur Jawa Tengah pada masalah korupsi dan radikalisasi. Namun ketegasan itu masih terbatas dilakukan Ganjar di tingkat domestik atau wilayah kerjanya di sebuah provinsi.
Masih ditunggu sikap tegas capres Ganjar dan capres Anies dalam menghadapi masalah-masalah internasional yang mengganggu kepentingan nasional Indonesia. Mungkin saja, kedua capres memiliki cara lain untuk memperlihatkan ketegasan diplomasi dengan negara lain, tanpa harus meniru capres Prabowo atau Presiden Jokowi.
Pada dasarnya, Ganjar Pranowo ingin peran dan pengaruh Indonesia sebagai kekuatan baru ekonomi global yang disegani semakin meningkat di kancah internasional. Jadi secara garis besar, prinsip bebas-aktif tetap relevan dan berkelanjutan jika Ganjar Pranowo memang dipilih sebagai Presiden Indonesia untuk periode 2024-2029 mendatang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H