Selain itu, posisi tawar Indonesia dalam diplomasi global juga akan melemah karena dianggap tidak memiliki panduan kebijakan luar negeri yang pasti pasca 2024 nanti.
Sebaliknya kejelasan platform PLN itu dapat membuat masayarakat mengetahui capres mana yang akan membawa Indonesia memainkan peran yang konstruktif dalam berkontribusi bagi perdamaian dan kesejahteraan regional maupun global.
Sebagai anggota G20 dan kekuatan menengah (middle power) baru, Indonesia dituntut untuk terlibat aktif dalam penyelesaian isu-isu internasional, seperti krisis politik di Myanmar, masalah pengungsi Rohingya, perang Rusia-Ukraina, krisis kemanusiaan akibat perubahan iklim, hingga konflik Israel-Palestina.
Citra Indonesia sebagai kekuatan moderat dan stabilisator kawasan dapat dilihat dari platform PLN para kandidat presiden 2024. Siapa pun di antara kita, tentu saja, masih mengingat pernyataan tak terduga dari seorang pria kurus yang menjadi capres, yaitu Joko Widodo.Â
Pada debat capres di salah satu televisi nasional 2014, Jokowi secara keras mengatakan "siapa pun yang mengganggu kedaulatan wilayah Indonesia, kita bikin rame."
Oleh sebab itu, konsistensi antara platform politik luar negeri para capres dan implementasi kebijakan diplomatiknya pasca terpilih nanti menjadi sebuah keniscayaan. Platform politik luar negeri yang disampaikan tidak boleh sekadar menjadi wacana kampanye yang ditinggalkan begitu saja ketika sudah terpilih.
Platform politik luar negeri itu harus dijalankan dengan sungguh-sungguh demi memperkokoh peran dan martabat Indonesia di pentas global. Dengan demikian, kepemimpinan Indonesia dalam isu-isu strategis regional dan internasional diharapkan dapat terus diperkuat ke depannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H