Hingar-bingar kampanye calon presiden (capres) telah mendorong sebagian masyarakat melihat platform mereka mengenai berbagai isu mendesak bagi Indonesia. Salah satu isu penting itu adalah politik luar negeri Indonesia. Center for Strategic and International Studies (CSIS), Jakarta, menjadi salah satu lembaga yang mengundang ketiga capres berbicara tema itu.
Capres Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo mendapatkan panggung internasional untuk menyampaikan pandangan mereka tentang arah dan strategi politik luar negeri Indonesia.
Panggung CSIS membuka peluang para capres bisa bertukar pikiran secara langsung dengan komunitas internasional di Jakarta, termasuk para duta besar, korp diplomatik, pengamat, dan media internasional.
Politik luar negeri Indonesia sejak era kemerdekaan hingga kini dikenal dengan prinsip “bebas-aktif”. Prinsip ini mencerminkan sikap Indonesia yang independen dan tidak memihak blok mana pun dalam hubungan internasional, sekaligus juga aktif dalam berkontribusi bagi kepentingan nasional, regional, dan global.
Masuknya Indonesia sebagai kekuatan menengah (middle power) di kancah global turut menggeser dinamika politik luar negeri Indonesia. Indonesia didorong untuk berkiprah di dunia internasional tidak sekedar melalui pernyataan atau sikap, namun juga diharapkan mampu bertindak.
Menjelang pilpres 2024, para capres menyajikan visi baru terkait politik luar negeri Indonesia bebas-aktif ini. Kata 'baru' pada visi itu bersifat relatif, karena tergantung pada persepsi masyarakat. Persepsi itu kemudian menjadi rumit ketika diberi warna politis, yang bersifat mendukung pada salah satu capres. Tulisan mencoba bersikap tidak memihak, namun ingin memotret pandangan ketiga capres itu.
Sementara itu, Anies Baswedan yang diusung oleh partai NasDem dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) berpandangan bahwa politik luar negeri bebas-aktif perlu didefinisikan ulang agar selaras dengan dinamika global masa kini.
Menurut Baswedan, agar Indonesia dapat memainkan peran strategis di kancah global, diperlukan penguatan paradiplomasi yang didasari nilai-nilai seperti hak asasi manusia, kesetaraan gender, dan demokrasi (Baswedan, 2023).
“Jadi, kalau kita melihat bebasnya kita bukan bebas yang free tapi kita bebas untuk membuat kebijakan yang jauh lebih strategik yang strategik Kita tentukan sendiri,” ujar Anies (Baswedan, 2023).