Berunding sejak 1997, ASEAN dan China menyepakati DOC pada 2002. Pada tahun itu pula COC mulai dirundingkan. Setelah 17 tahun berunding, ASEAN-China menyepakati naskah bersama yang akan dirundingkan.
Pembahasan naskah itu sendiri sudah dimulai pada 2019. Pada 2020-2021, pandemi Covid-19 menyebabkan pembahasan CoC dihentikan dan dimulai lagi pada 2022.
Keamanan regional
Melalui KTT 2023, ASEAN secara jelas menegaskan urgensi penyelesaian konflik di LCS. Jalan dialog ditempuh ASEAN untuk mengajak China ke meja perundingan. Tujuan strategis dari diplomasi multilateral ASEAN adalah membangun keamanan regional.
Masalahnya adalah China telah melakukan reklamasi dan insiden serius di Laut China Selatan. Pembangunan beberapa gugus pulau di LCS telah memangkas kesalingpercayaan dan menaikkan ketegangan. Kondisi itu mempersulit stabilitas dan perdamaian kawasan.
Pada pertemuan itu, para menlu ASEAN menyatakan keprihatinannya mengenai perkembangan di LCS. Selanjutnya mereka situasi di LCS Â tidak mengarah pada militerisasi perairan tersebut.
Urgensi perdamaian regional itu disampaikan di tengah meningkatnya pengerahan persenjataan China-AS dan sekutunya di perairan itu. Manuver pesawat tempur dan kapal perang AS-China beberapa kali  hampir menimbulkan insiden di lautan itu.
Kedua negara besar itu berupaya memperoleh akses ke laut negara-negara anggota ASEAN. Mereka bahkan mencari kemungkinan membangun pangkalan laut di pelabuhan-pelabuhan di kawasan ini. Pemerintah Filipina mengumumkan pemberian akses bagi militer AS di empat pangkalan atau kamp militer di negara itu (2/2/2023).
Dengan akses itu, militer AS dapat berhadapan langsung dengan militer China yang secara aktif hadir di Laut China Selatan. Sebagian pangkalan itu bahkan berhadapan dengan pangkalan-pangkalan China di daratan hasil reklamasi di kawasan perairan Laut China Selatan.
Perundingan
Perundingan ASEAN mengenai COC di LCS akan tetap menjadi fokus pada upaya peredaan ketegangan dan menghindari kesalahpahaman. Penyelesaian sengketa dan perundingan COC tetap berpijak pada hukum internasional.
Indonesia, antara lain, merujuk pada putusan Mahkamah Arbitrase Internasional pada 2016. Berdasarkan permintaan Filipina, Mahkamah itu berfatwa bahwa daratan hasil reklamasi di Laut China Selatan tidak bisa dijadikan dasar klaim perairan.
Merespon fatwa itu, China menolak mengakui fatwa itu. Sedangkan, Indonesia dan berbagai negara lain menerimanya. Indonesia juga selalu menekankan pentingnya kepatuhan pada Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa soal Hukum Laut Internasional (UNCLOS).
Kesepakatan ZEE antara Indonesia dengan Vietnam mengenai perbatasan laut juga pada UNCLOS pada Desember 2022.