Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Multilateralisme ASEAN dalam Pusaran Rivalitas AS dan China

23 Februari 2023   21:57 Diperbarui: 23 Februari 2023   21:58 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
theconversation.com

Kritik China pada multilateralisme gaya AS itu tampak nyata pada pembentukan pakta pertahanan AUKUS (melibatkan AS, Inggris, dan Australia) pada akhir 2021. Sebelumnya, juga AS  membentuk Dialog Keamanan Kuadrilateral (Quad) bersama India, Jepang, dan Australia pada 2017.

China secara terbuka mempererat hubungan dengan ASEAN dalam upaya persaingan pengaruh dengan Amerika Serikat. China telah menawarkan sejumlah komitmen ekonomi dan kemitraan China-ASEAN terus meningkat. Selama 12 tahun terakhir, China dan ASEAN adalah mitra perdagangan terbesar satu sama lain.

Pada tahun 2021, China meningkatkan status hubungannya dengan ASEAN menjadi mitra strategis dan komprehensif, serta berjanji untuk mengimpor produk-produk bermutu tinggi dari ASEAN. Keseluruhan nilai komitmen ekonomi ini mencapai 150 miliar dolar AS.

Versi AS

Bagi AS, multilateralisme ASEAN seharusnya diwujudkan dalam menangani isu kawasan, termasuk isu Laut China Selatan (LCS). Dengan multilateralisme, semua negara ASEAN bersatu—bukan dengan cara bilateral ala China —menggugat klaim China di perairan itu.

Washington juga menyatakan komitmen mendukung ASEAN dalam isu LCS dalam bentuk  bukti-bukti di lapangan dan landasan hukumnya. Multilateralisme seperti ini tentu saja sangat  tidak diharapkan China, yang memilih jalan bilateralisme dalam menyelesaikan isu LCS.

Kepada anggita ASEAN, AS tidak meminta satu negara pun untuk berpihak. AS tampaknya ingin memberi lebih banyak pilihan kepada ASEAN dalam hal kemitraan di berbagai sektor.

Terkait ASEAN dan Indo-Pasifik, Menlu Blinken menegaskan bahwa, AS tidak memiliki tujuan-tujuan hegemonik. Dengan model multilateralisme itu, AS dan negara-negara lain yang bermitra dengan ASEAN berupaya memberikan kerjasama berkualitas.

Walaupun demikian, multilateralisme AS memang tidak lagi seperti pada masa Perang Dingin. Pada saat itu, kekuatan hegemonik AS di kawasan ini memang memberikan perlindungan keamanan regional dan manfaat ekonomi. Paska-Perang Dingin sekarang, manfaat ekonomi AS bagi negara-negara anggota ASEAN sudah semakin berkurang.

Sentralitas ASEAN
Bagi ASEAN, perbedaan kepentingan dalam mendorong isu multilateralisme bukan hal baru. Prndekatan multilateral ASEAN dapat menaikkan posisi tawar-nya dalam berhadapan dengan AS atau China.

Kebanyakan negara-negara anggota ASEAN mengambil sikap pragmatis dalam berinteraksi dengan AS dan China. Yang mana yang lebih menguntungkan dan memberikan manfaat baik secara ekonomi dan politik-pertahanan akan menjadi pertimbangan ASEAN dan negara-negara anggotanya.

Kecenderungan itu merupakan tantangan tersendiri bagi AS dan China untuk menempatkan diri sebagai pihak yang paling relevan dengan ASEAN. Dalam berbagai kebijakan dapat diidentifikasi bahwa pemihakan negara-negara anggota ASEAN masih sama seperti pada masa Perang Dingin.

Beberapa negara secara khusus membangun kerjasama ekonomi dengan China, tetapi tetap berpihak kepada AS dalam kebijakan keamanan regional. Sementara itu, Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam cenderung lebih tergantung kepada China.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun