Hari Minggu pertama di Tahun Baru 2023 ini memang secerah hari Sabtu terakhir di tahun 2022. Ada semangat baru harus move on dari semangat sebelumnya di tahun 2022. Apalagi semangat itu, jika bukan menulis dan menulis. Yang membedakan adalah lebih aktif menulis esai di Kompasiana dan bentuk tulisan lain.
Memperbarui semangat itu secara kebetulan sejalan dengan suasana pergantian tahun dari 2022 ke 2023. Cerah dan tanpa macet alias lengang di saat saya menyusuri jalanan kota Yogyakarta. Sesuatu yang di tahun-tahun sebelumnya tidak saya lakukan, termasuk di dua (2) tahun masa pandemi Covid-19 (2020 dan 2021).
Setidaknya suasana itu berlangsung di kota Yogyakarta dan, mungkin, sekitarnya. Cerahnya Yogyakarta dilengkapi dengan lancarnya lalu lintas di jalan Magelang, Pingit, ke arah Jl. HOS. Cokroaminoto di malam hari sekitar jam 19.00.Â
Lalu lintas tanpa macet juga berlangsung di sepanjang jalan Solo di dekat Ambarukmo Plasa ke arah Pingit sebelum jam 19.00 tadi malam. Agak mengejutkan sebenarnya jalanan tanpa macet itu.Â
Bahkan di sepanjang jalanan itu tidak ada kesadaran kendaraan (mobil dan motor) di lampu-lampu bangjo. Semua lancar. Tidak seperti malam-malam sebelumnya yang dihadapi kendaraan mengular di lampu-lampu merah di kota pelajar itu.
Kembali ke memperbarui semangat menulis tadi. Harapan baru selalu ada di setiap tahun baru, namun kehati-hatian dalam membuat rencana perlu disadari.Â
Pada umumnya, harapan itu adalah lebih aktif menulis. Harapan ini amat relatif, jika hendak diukur dengan jumlah tulisan di tahun 2022. Jumlah tulisan saya ---hanya 70an hingga November 2022--- tentu saja sangat sedikit ketimbang 365 hari dalam satu tahun. Apalagi dengan jumlah tulisan itu, saya ternyata masuk ke dalam nominasi Best Teacher.Â
Walaupun ada kebanggaan, namun nominasi itu membuat saya amat kaget. Untungnya, saya tidak terpilih:) Jadi, harapan saya di tahun 2023 adalah menulis sebanyak 80an tulisan di Kompasiana.Â
Resolusi itu tampak minimalis, tapi mungkin sangat realistis bagi saya. Apalagi jika jumlah 80an tulisan itu dibandingkan dengan tulisan di tahun sebelumnya. Keinginan membuat 1 tulisan setiap hari tentu saja tetap berpendar-pendar, namun itu tidak realistis dan doable.
Ini mengingat kegiatan lain yang diperkirakan akan bertambah. Menulis di Kompasiana memang selama ini bukan satu-satunya aktifitas saya. Saya juga harus menulis esai pendek di koran dan portal online lain agar kegiatan menulis ini bisa dimasukkan ke kinerja dosen.
Belum lagi, kegiatan menulis lainnya adalah membuat paper untuk jurnal terindeks, baik Sinta maupun Scopus. Satu paper setiap semester cukup memenuhi salah satu syarat sertifikasi dosen (Serdos).
Pembaruan pertama dalam semangat menulis di Kompasiana memang lebih ke soal jumlah tulisan. Kebetulan menulis di portal online gotong royong ini sangat mendukung tulisan-tulisan saya di paper. Ketika hendak menulis paper, isi paper dituliskan dalam beberapa esai di Kompasiana. Cara ini mempermudah ide yang muncul sekelebatan bisa segera ditulis.
Selain itu, salah satu pertimbangan saya dimasukkan ke nominasi Best Teacher mungkin saja karena saya tidak menulis sendirian. Maksudnya adalah saya bisa mengajak mahasiswa saya menulis di Kompasiana.
Sekitar Mei-Juni 2022, ada 100an esai mahasiswa saya untuk Ujian Akhir Semester (UAS). Lalu, ada 200an tulisan opini untuk Ujian Tengah Semester (UTS) pada September-Oktober 2022. Jadi, saya sebenarnya cuma mengantarkan mahasiswa menjadi Kompasianer.
Melalui pembaruan kedua dalam semangat menulis di tahun baru 2023, penulisan esai opini sebagai alternatif ujian tetap dilakukan, namun dengan aturan main yang lebih ketat. Aturan itu, misalnya, adalah kesesuaian antara esai dengan materi dan konsep-konsep di perkuliahan. Masih ada waktu untuk mendesain perencanaan itu.
Pembaruan ketiga adalah menambah semangat literasi mahasiswa melalui Kompasiana ini dengan membukukan tulisan-tulisan mereka. Tema besar buku bisa berdasarkan nama matakuliah, seperti politik luar negeri Rusia dan politik luar negeri Indonesia.
Bagi saya pribadi, pembuatan buku akan lebih memberi manfaat kepada mahasiswa. Mereka memiliki pengalaman bahwa tulisan mereka bisa dipublikasikan juga dalam bentuk buku.
Selain itu, buku kumpulan tulisan mahasiswa juga bisa menambah performa akademik saya sebagai editor buku. Walau tidak bisa berkontribusi untuk angka kredit kenaikan jabatan fungsional, buku itu tetap bisa menambah kinerja saya sebagai dosen.
Setiap akhir semester, seorang dosen (apa pun jabatan fungsional dan golongannya) harus mengisi Laporan dan Beban Kinerja Dosen (LKD dan BKD). Keduanya merupakan salah satu bentuan kekuasaan struktural administratif pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek).
Barangsiapa tidak mengisi LKD/BKD dipastikan tidak memperoleh tunjangan Serdos. Terlalu sedikit dosen atau setidaknya belum ada laporan dosen yang memiliki serdos, tetapi menolak tunjangannya:)
Kembali ke buku kumpulan tulisan mahasiswa itu, semoga bisa terwujud di tahun 2023 ini. Jika 1 esai opini sebanyak 700 kata itu menjadi 2-3 halaman kuarto, maka 200 esai yang sudah terkumpul bisa menjadi 2-3 buku. Biaya ISBN yang gratis dari Perpusnas bisa menjadi motivasi lebih besar ketimbang tahun 2022 lalu.
Kegiatan ber-Kompasiana tampaknya tidak sekedar berhenti di tahapan tulis-menulis di mahasiswa. Ada kemungkinan kerjasama dengan Kompasiana di tingkat lembaga sebagai pembaruan ketiga.
Dalam keterbatasan tertentu, ruang keleluasaan masih ada bagi inovasi dan kreasi antara Kompasiana dan kampus. Semua masih di tahapan embrio berkaitan dengan bentuk, sifat, tujuan, capaian, dan nilai-nilai yang hendak diarusutamakan.
Mahasiswa tetap menjadi pusat kegiatan (student-centered) menjadi metode yang hendak ditempuh ketimbang student-orientation. Di bawah tema besar literasi digital di kampus, mahasiswa memiliki peluang mendapatkan manfaat terbesar dari rencana kegiatan ini.
Keempat pembaruan semangat menulis melalui kerja-kerja itu seakan selaras dengan lancarnya lalu lintas dalam kota di Jokja. Sekitar jam 17.00 WIB, alanan dari ring road Utara melewati Jalan Gejayan, lalu belok kiri melewati jalan di sisi Selatan kampus UNY, lurus ke Jalan Solo ke arah Tugu hingga pasar Klithikan ternyata tanpa macet, seperti tadi malam.Â
Aneh, tapi sekaligus menyenangkan! Jalanan yang stress-free di kota wisata ini lamat-lamat menorehkan semangat baru di hari pertama tahun 2023. Selamat ber-tahun baru. Salam sehat dan sukses selalu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H