Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Satu Semester Mengajar Luring, Tanpa Pandemi Covid-19?

28 Desember 2022   14:57 Diperbarui: 29 Desember 2022   05:30 443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi perkuliahan (Thinkstock)

Seolah tidak menyadari atau lupa bahwa kegiatan belajar-mengajar di kampus secara tradisional atau luring baru saja selesai dilakukan selama satu (1) semester ini. Kurang lebih empat sampai lima bulan perkuliahan berjalan secara langsung melalui 14 pertemuan di ruang-ruang kelas di kampus. Pertemuan itu masih ditambah dengan satu pertemuan Ujian Tengah Semester (UTS) dan satu pertemuan lagi untuk Ujian Akhir Semester (UAS). 

Rasa tidak sadar atau lupa kuliah sudah selesai itu bisa dilanjutkan dengan rasa lupa bahwa kuliah selama satu semester itu dijalankan dalam suasana masih ada pandemi Covid-19. Apalagi ketika dosen mengajar atau mahasiswa mengikuti kuliah tanpa memakai masker. Atau selama perkuliahan mahasiswa duduk di kelas berdekatan, tanpa ada jarak seperti di gambar atas.

Tulisan ini terpaksa menyasar target ke dosen dan mahasiswa karena pada umumnya perkuliahan di tingkat universitas di negeri ini baru dimulai di pertengahan tahun 2022 ini. Sementara itu, profesi mengajar lain (seperti guru) telah merasakan pengalaman mengajar secara langsung atau luring sejak awal tahun 2022. Lamanya waktu itu tentu saja memberikan konsekuensi berbeda atau minimal beda rasa konsekuensinya:) 

Apalagi posisi dosen di kampus relatif berbeda dengan guru di sekolah-sekolah. Seorang dosen cenderung lebih mandiri dari pengaruh atau tekanan otoritas administratif. Walaupun begitu, kondisi itu tidak membuat dosen bisa melepaskan begitu saja dari tekanan struktural, baik yang bersifat khusus maupun umum.

Seorang dosen biasanya mengajar lebih dari 1 matakuliah selama 1 semester. Mahasiswa peserta kuliah bisa saja berbeda atau sama. 

Pada beberapa matakuliah di semester yang sama, maka kelas-kelas biasanya terisi dengan mahasiswa yang sama. Sementara itu, matakuliah di semester berbeda (misalnya 1, 3, atau 5) akan diisi mahasiswa berbeda angkatan.

Mengapa rasa lupa itu perlu dikedepankan di tulisan ini? Ada beberapa faktor menarik yang terjadi di sekitar dan di luar lingkungan dosen. 

Pertama, semakin jarang dosen mengingatkan kepada mahasiswa mengenai situasi Covid-19 yang masih terjadi hingga sekarang. Padahal mobilitas dosen dan mahasiswa yang tidak terbatas (dibanding murid-murid SD-SMA) cenderung lebih membuka peluang kondisi badan capai dan sakit. 

Walaupun sakitnya "cuma" pilek, batuk, dan pusing, kebanyakan dari kita (khususnya dosen) cenderung meremehkan kondisi itu. Padahal jika menderita sakit itu, dosen atau mahasiswa sebaiknya tidak masuk atau minimal memakai masker.

Sumber: ichef.bbci.co.uk
Sumber: ichef.bbci.co.uk

Kedua, semakin sedikit atau jarang dosen dan mahasiswa memakai masker. Kesadaran diri semakin kurang, padahal sedang sakit. Upaya mengingatkan biasanya berasal dari pihak lain. Sesama mahasiswa pun merasa sungkan, termasuk sesama dosen. Pemakaian masker seharusnya tetap dilakukan, bahkan dibiasakan sebagai bagian penting dari kesadaran seseorang untuk tetap sehat. 

Memang indikasi terkena Covid-19 tergantung pada kondisi badan masing-masing alias individual, namun konsekuensi atau akibatnya bersifat komunal atau kolektif. 

Ketika seorang teman terindikasi positif Covid-19, suasana di antara teman-teman lain yang pernah berdekatan secara fisik memang sudah seperti terkondisikan alias tidak terjadi kepanikan. Namun, terasa ada kesadaran agar kondisi tubuh setiap orang yang pernah dekat untuk menjaga dan tetap sehat.

Ketiga, kelupaan atau rasa tidak sadar itu karena di kampus tidak ada atau semakin sedikit tanda-tanda yang muncul sebagai akibat dari pandemi Covid-19. Sedikit himbauan secara langsung atau digital dari otoritas terdekat mengenai suasana lingkungan yang masih pandemi Covid-19. Akibatnya, upaya kolektif mencegah persebaran Covid-19 semakin jarang terlihat. 

Walaupun demikian, ada pula kondisi kolektif yang saling menyadari situasi ketika ada yang terindikasi positif Covid-19. Protokol kesehatan tetap diterapkan dan dipatuhi berbagai pihak. Ketika ada yang meninggal karena Covid-19, maka penanganannya tetap mengikuti protokol penguburuan bagi penderita Covid-19.

Faktor keempat adalah lingkungan di luar kampus yang sepertinya tidak menunjukkan tanda atau gejala "pernah mengalami situasi normal baru" sebagai akibat dari pandemi Covid-19. 

Jika kita mengamati lingkungan di sekitar kita ketika sedang berjalan kaki, naik mobil, atau mengendarai motor di jalan-jalan, kita akan melihat suasana seperti tanpa Covid-19. 

Memang tampak dari luar bisa begitu, namun ketika kita bertanya ke orang-orang, misalnya, apakah sekarang masih ada Covid-19 atau tidak? Jawaban mereka bisa saja beragam. Tidak ada Covid-19, tapi sebenarnya belum hilang. Ada Covid-19, namun tidak terasa. Atau ada juga yang masa bodoh soal ada atau tidak ada Covid-19.

Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa masyarakat umum tidak terlalu mengetahui soal Covid-19 masih ada atau tidak. Kondisi ini memang berbeda di kantor-kantor atau pertemuan resmi yang masih menggunakan protokol kesehatan secara ketat, misalnya memakai masker. 

Namun begitu, ada pertanyaan menarik perlu diajukan, misalnya: sejauh mana pemakaian masker itu merupakan refleksi kesadaran diri atau sekedar patuh pada otoritas kantor atau takut ditegur atasan atau takut ditegur dosen? Jawaban terhadap pertanyaan itu bisa bermacam-macam. 

Meski demikian, kesadaran kolektif tetap perlu dibangun di antara kita untuk saling menjaga diri masing-masing agar tetap sehat dan tidak terkena Covid-19. Ada banyak cara yang sifatnya umum atau khas di antara kelompok-kelompok masyarakat tertentu. 

Demikian juga dengan situasi di kampus-kampus. Pertemuan-pertemuan kelas tetap perlu memperhatikan protokol kesehatan agar hubungan antar-pemangku kepentingan di kampus (dosen, mahasiswa, tenaga kependidikan) dapat berlangsung lebih baik. 

Kenyataan bahwa pandemi Covid-19 masih di sekitar kita tetap memerlukan kesadaran mengenai fakta tersebut, tanpa harus tampak menakut-nakuti atau, sebaliknya, bersikap paranoid. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun