Sejak tahun 2021 pada KTT ASEAN di Brunei Darussalam, organisasi kawasan Asia Tenggara itu telah menurunkan representasi resmi Myanmar, yaitu perwakilan non-politik.Â
Selama junta militer Myanmar belum menjalankan komitmennya terhadap apa yang disebut konsensus perdamaian lima poin, maka perwakilan tertinggi Myanmar belum diperbolehkan menghadiri KTT ASEAN dan forum tingkat tinggi lainnya.
Meskipun telah menetapkan ketentuan itu, ASEAN menemui tembok tebal, yaitu sikap keras kepala junta militer Myanmar. Upaya ASEAN membuat junta negara itu mematuhi rencana perdamaian yang disepakati menemui jalan buntu.Â
ASEAN bahkan harus mengalami perpecahan internal mengenai krisis Myanmar. Kementerian luar negeri Malaysia, Indonesia, dan Singapura sejauh ini dianggap paling kritis terhadap junta Myanmar. Sementara itu, anggota lainnya hanya mendesak dialog dan kepatuhan dengan rencana perdamaian.
Meningkatnya kekerasan dan kebuntuan politik Myanmar diperkirakan akan mendominasi pertemuan puncak para pemimpin ASEAN pada Jumat (11/11/2022) di Kamboja. Hal ini mencakup mengakhiri permusuhan dan mengizinkan akses utusan khusus dan bantuan.
Anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) secara terbuka berani menyalahkan penguasa militer Myanmar karena gagal mengimplementasikan rencana perdamaian yang disepakati bersama pada 2021 di Jakarta.
Sebelum KTT 2022, para menteri luar negeri Asia Tenggara telah bertemu di Jakarta pada Kamis (27/10/2022) untuk membahas bagaimana memulai proses perdamaian yang terhenti di Myanmar.Â
Pertemuan di Sekretariat Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) itu tidak dihadiri perwakilan dari Myanmar. Hasil pertemuan itu menjadi materi utama bagi agenda KTT ASEAN di Kamboja.
Krisis makin kompleks
Kenyataan bahwa ASEAN tetap mengupayakan jalan damai ternyata tidak diimbangi dengan sikap dan tindakan junta Myanmar di tingkat domestik. Selain mendiamkan Konsensus 5 Poin, junta justru semakin meningkatkan tidakan kekerasannya pada rakyat Myanmar.Â