Hitungan mundur menuju pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Group 20 (G20) tinggal kurang satu bulan lagi. KTT pada November 2022 di Bali akan menjadi ajang bersejarah bagi politik luar negeri (PLN) Indonesia, khususnya bagi pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Ada setidaknya tiga isu mendasar yang menjadikan KTT G20 sangat berarti bagi PLN Indonesia.
Pertama, KTT G20 ini menjadi tonggak penting orientasi multilateral PLN Indonesia. Orientasi multilateral ini sangat berbeda dengan kecenderungan diplomasi Indonesia yang cenderung berorientasi ke dalam atau domestik.
Multilateralisme Indonesia memang bukan hal baru. Setiap pemerintahan memperlihatkan perilaku multilateralnya dalam menyikapi kondisi eksternal. Pada masa pemerintahan Presiden Sukarno, misalnya, PLN Indonesia menunjukkan komitmen multilateral dalam bentuk KTT Non-Blok. Komitmen itu merupakan respon strategis terhadap kondisi global pada saat itu, yaitu persaingan global antara Amerika Serikat (AS) dan Uni Soviet (US).
Orientasi serupa juga muncul pada masa pemerintahan selanjutnya. Presiden Suharto dikenal sangat mengandalkan ASEAN dalam menjalankan PLN yang bebas dan aktif. Masa pemerintahannya yang panjang menjadikan Indonesia sebagai tuan rumah berbagai KTT, termasuk Asia Pacific Economic Cooperation (APEC).
Krisis ekonomi yang berat pada masa Presiden BJ. Habibie, Gus Dur, dan Megawati memang memaksa pemerintah untuk fokus pada perbaikan ekonomi domestik. Akibatnya, ketiga pemerintahan itu tidak terlalu memiliki kesempatan berdiplomasi multilateral melalui KTT. Kalaupun ada, partisipasi pada KTT pada masa krisis ekonomi itu lebih pada upaya mendorong investasi asing datang ke Indonesia.
Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi momentum pertama bagi Indonesia untuk mengembalikan citra internasionalnya. Presiden SBY sangat memanfaatkan diplomasi untuk menaikkan peran Indonesia dalam percaturan global. Indonesia tidak hanya menjadi tuan rumah berbagai pertemuan internasional, namun juga berpartisipasi aktif dalam diplomasi global.
Isu kedua adalah posisi Indonesia sebagai tuan rumah. Pada pemerintahan Jokowi, komitmen multilateral itu muncul dalam bentuk Keketuaan atau Presidensi Indonesia di KTT G20.Â
Sebagai tuan rumah, Indonesia telah mempersiapkan berbagai upaya demi kelancaran penyelenggaraan. Kehadiran seluruh anggota G20 pada berbagai rangkaian pertemuannya diharapkan dapat menghasilkan kesepakatan konkret untuk kemajuan bersama.
Masalahnya adalah bahwa posisi Indonesia pada saat ini dihadapkan pada situasi global, yaitu ketegangan AS dan Rusia dalam perang di Ukraina. Bukan hal mudah bagi Indonesia menjadi tuan rumah perhelatan forum kerja sama internasional multilateral di tengah konflik yang terjadi antara Ukraina- Rusia.