Berita terakhir mengabarkan Pelosi tidak akan berkunjung ke Taiwan. Akibatnya, polemik kunjungan Pelosi ke kawasan Indo-Pasifik sedikit mereda. Namun demikian, kunjungan itu tampaknya bisa dipandang sebagai pemicu konflik internasional dari ketegangan antara AS dan China.
Banyak pihak berpendapat bahwa kemungkinan besar China akan menggunakan kontroversi kunjungan Pelosi untuk melakukan agresi militer ke Taiwan. Pandangan ini seolah menguatkan dukungan Presiden Jinping kepada kebijakan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk menyerang Ukraina pada 24 Februari 2022 lalu.
Sebaliknya, AS mencoba meredam ketegangan melalui penegasan tetap berpegang ada kebijakan Satu China. Washington tidak mengubah kebijakannya untuk tetap mendukung Beijing. AS membuktikannya melalui upaya Gedung Putih memberikan pengertian mengenai konsekuensi kunjungan itu kepada Pelosi.
Kebijakan itu juga berarti bahwa AS secara diplomatis mengakui ”kedaulatan” Beijing atas Taipei. Yang paling penting dari kebijakan itu adalah AS menentang kemerdekaan penuh Taiwan dan, sebaliknya, pengambilalihan Taiwan secara paksa oleh China.
Melalui pengakuan itu, AS menjelaskan posisinya mengenai Taiwan. Selama ini AS telah berulang kali menegaskan kebijakan Satu China tidak berubah dan menentang setiap perubahan status quo di kedua sisi Selat Taiwan.
Hubungan dekat AS dan Taiwan memang menimbulkan kekhawatiran bagi China. Militer AS diyakini membantu Taiwan jika Beijing melakukan aksi militer terhadap wilayah itu.
Dengan posisi seperti itu kedua pihak diharapkan mengambil tindakan militer yang dapat menyebabkan risiko keamanan besar. Semua pihak tentu saja berharap Taiwan tidak mengalami provokasi dan bernasib sama dengan Ukraina.
Sebagaimana perang Rusia-Ukraina telah berdampak ke negara-negara di sekitarnya, khususnya benua Eropa. Krisis Taiwan dikhawatirkan juga berdampak serupa. Sebagaimana Ukraina, Taiwan juga memiliki produk tertentu yang sangat dibutuhkan oleh berbagai industri teknologi tinggi di negara-negara lain, seperti AS dan China.
Selain itu, ketegangan itu juga beriringan dengan peningkatan ketegangan di Laut China Selatan (LCS). Beberapa insiden antara China dengan kapal laut negara-negara lain, seperti Filipina dan Vietnam, dapat memprovokasi ekskalasi konflik maritim antara AS dan China.
Risiko keamanan kawasan bisa menjadi pertimbangan strategis bagi AS dan China untuk mempertahankan status quo.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H