Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Book Artikel Utama

Tiga Alasan Penting dalam Menerbitkan Buku Sendiri

9 Juli 2022   11:38 Diperbarui: 10 Juli 2022   00:38 1208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pinterest.com/mintbook.com 

Menerbitkan buku sendiri atau self-publishing memang gampang-gampang susah. Gampangnya adalah bahwa semua materi disiapkan sendiri, tanpa perlu campur tangan orang lain. 

Serangkaian kegiatan harus dilakukan agar sebuah buku karya sendiri dapat hadir di tangan sendiri. 

Rangkaian kegiatan itu dapat berupa menyiapkan naskah, menulis materi isi buku, mempersiapkan halaman depan (cover), halaman dalam dan belakang. 

Sebaliknya, sebagian orang menganggap menerbitkan buku sendiri juga ternyata susah. Alasannya adalah harus melibatkan orang lain agar buku bisa terbit sesuai keinginan kita. 

Selain berbagai hal yang sifatnya personal seperti di atas, self publishing memerlukan pihak lain untuk mengedit materi atau isi buku, mencetak, mengajukan ISBN, dan memasarkan buku. 

Beberapa self-publishing juga memaksa penulis mengeluarkan biaya sendiri, jika pihak penerbit tidak bersedia menanggung ongkos penerbitan.

Meskipun demikian, kenyataan menunjukkan bertambahnya orang yang ingin menerbitkan buku sendiri. Kesulitan menembus penerbit-penerbit besar dapat menjadi motivasi bagi banyak orang untuk menerbitkan bukunya sendiri. Apalagi banyak orang ingin menerbitkan bukunya sendiri untuk kepentingan personal, bukan keuntungan finansial. Yang paling sederhana, orang menerbitkan sendiri bukunya untuk kalangan sendiri.

Dengan cara berpikir itu, orang memiliki setidaknya tiga alasan untuk menerbitkan bukunya sendiri. 

Pertama adalah alasan memprovokasi diri sendiri. Kata 'provokasi' sengaja dipakai di sini yang sebenarnya sama artinya dengan 'motivasi'. 

Dengan alasan memprovokasi diri sendiri, menerbitkan buku sendiri diharapkan mampu membakar semangat seseorang. Semangat menerbitkan buku sendiri menjadi sangat penting. 

Alasan ini sangat penting untuk menguji diri sendiri. Salah satu ujian paling penting bagi setiap orang, konon, adalah mengalahkan diri sendiri. Dengan pertimbangan itu, memprovokasi diri sendiri menjadi cara menarik untuk menunjukkan siapa dirinya. 

Penulis ingin tahu sejauh mana self-publishing itu dapat memotivasi dirinya sendiri. Seseorang tidak perlu memprovokasi orang lain sebelum membuktikannya pada diri sendiri.

Seorang dosen atau guru, misalnya, sebenarnya sudah memiliki pengetahuan mengenai sebuah mata kuliah atau pelajaran. 

Pelatihan dan pengalaman sejak awal mengajar sebenarnya telah memberikan sekumpulan pengetahuan mengenai sebuah fenomena sosial. 

Namun demikian, berbagai hambatan menyebabkan menerbitkan buku sendiri bukan sesuatu yang mudah bagi dosen atau guru. Oleh karena itu, memprovokasi diri sendiri perlu dimiliki oleh seorang dosen atau guru. 

Kedua, yaitu self-rewarding atas pengetahuan pribadi. Self rewarding ini bukan melulu bersifat finansial, namun lebih kepada upaya untuk memberikan apresiasi pada diri sendiri. 

Menerbitkan buku sendiri adalah sebuah capaian atau prestasi khusus setelah berbagai rangkaian persiapan yang dilakukan berujung pada bentuk kongkrit, yaitu sebuah buku. 

pinterest.com/mintbook.com 
pinterest.com/mintbook.com 

Pengalaman adalah pengetahuan. Meski begitu, orang seringkali tidak terbiasa menuangkan pengalaman itu ke dalam bentuk tulisan. 

Kebiasaan orang untuk mendengar dan berbicara menyebabkan menulis ---atau khususnya menerbitkan buku sendiri--- menjadi sebuah kegiatan yang sulit atau, sebaliknya, luar biasa. Akibatnya, menerbitkan buku sendiri tidak selalu menjadi bagian dari kegiatan pengetahuan seseorang. 

Padahal menerbitkan buku adalah self-rewarding dari pengalaman dan pengetahuan hidup seorang penulis. Ada banyak penelitian di Indonesia yang berujung pada hanya laporan-laporan bertumpuk di lemari atau di file-file komputer/laptop. Banyak kegiatan tidak memasukkan agenda menerbitkan buku sendiri. 

Padahal sebuah buku sebagai hasil karya penelitian, pengetahuan, pengalaman seorang atau sekelompok orang dapat menjadi self-rewarding untuk mereka sendiri. Mengapresiasi diri sendiri melalui buku yang dibuat dan diterbitkan sendiri mungkin perlu dimasyarakatkan.

Alasan ketiga adalah bahwa menerbitkan buku sendiri merupakan bukti eksistensi diri. Buku adalah warisan pribadi. Menerbitkan buku sendiri adalah bukti keberadaan seseorang. 

Demikian pula dalam konteks masyarakat, menerbitkan buku sendiri dapat memberikan pengetahuan mengenai bagaimana sesuatu berawal, dinamika perkembangan, hingga sesuatu itu menjadi seperti sekarang. 

Menunjukkan eksistensi diri sendiri dalam wujud menerbitkan buku sendiri kadang kala dianggap sebagai sebuah kesombongan. Sesuatu yang hanya memamerkan siapa dia atau pihak yang menerbitkan buku sendiri itu. Sikap unjuk diri yang bisa dianggap berlebihan. Otobiografi, misalnya, seringkali disindir sebagai bentuk mengingkapkan his story atau cerita seseorang belaka. 

Namun demikian, kenyataan juga menegaskan bahwa buku merupakan salah satu pilar peradaban. 

Menerbitkan buku sendiri menjadi bagian dari upaya sederhana, atau dalam bahasa sekarang 'receh' (trivial), membentuk peradaban sosial sebuah masyarakat. 

Dalam peradaban modern seperti sekarang ini, menerbitkan buku menjadi alasan penting untuk eksistensi diri sendiri. 

Pada kelompok masyarakat tertentu, misalnya guru atau dosen, menerbitkan buku (sendiri) sudah menjadi salah satu pilihan bagi peningkatan karir fungsional mereka. 

Berbagai seminar online (webinar) menawarkan pelatihan menerbitkan buku sendiri secara murah. Ajakan menulis bersama juga banyak ditemukan di berbagai media sosial dengan tujuan menerbitkan buku sendiri.

Apalagi perkembangan jaman juga menunjukkan bahwa buku tidak harus dalam bentuk cetak. Buku di jaman metaverse ini bisa diterbitkan sendiri dalam bentuk digital. 

Setelah materi tertata rapi, software atau aplikasi di komputer dan, bahkan, di handphone Android bisa membantu membentuknya menjadi buku digital atau ebook.

Penerbitan buku digital pun bisa tidak memerlukan ISBN sebagai identitas global sebuah buku. Ebook bisa langsung dianggap ke Google Playbooks dan terjual di pasar internasional.

Dengan ketiga alasan itu, menerbitkan buku sendiri seharusnya bisa dilakukan oleh setiap orang, baik secara individu maupun kolektif.  

Harapan saya, ketiga alasan itu sudah cukup menjadi titik awal untuk mulai menulis dan menerbitkan buku sendiri. 

Cukup tiga alasan itu saja dan tidak perlu menambah alasan lagi agar bisa memulai menulis dan menerbitkan buku sendiri:)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun