Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

Merasakan Mudik dalam Keramaian Kota Yogyakarta

1 Mei 2022   00:32 Diperbarui: 1 Mei 2022   08:48 991
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: lafayettehotel-yogyakarta.com

Semangat mudik kembali membara di Lebaran 2022 ini. Pemerintah tidak lagi melarang masyarakat untuk bermudik ria. Kebijakan ini tentu saja merupakan efek langsung dari keberhasilan vaksinasi dua tahap. Karena pandemi Covid-19 masih ada, masyarakat dihimbau tetap menjalankan protokol kesehatan (prokes) selama mudik.

Mudik itu, lebih tepatnya, merupakan kebiasaan orang Indonesia untuk berkumpul kembali dengan keluarga asalnya. Meski begiti, praktek mudik yang telah berlangsung lama itu, kemudian, menjadikannya sebagai sebuah tradisi. Konon, ber-Lebaran kurang afdol tanpa mudik.

Mudik atau budaya pulang ke rumah orang tua dilakukan setelah sebulan penuh menjalankan puasa. Lebaran atau Idul Fitri menjadi kemeriahan atas kemenangan melawan hawa nafsu selama bulan puasa 

Pada lingkup yang lebih kecil di keluarga, pulang menjadi ritual setelah seharian bekerja. Pulang ke rumah setelah melakukan pekerjaan atau kegiatan. Bagi anak kecil, pulang menjadi keharusan dengan batas waktu, yaitu maghrib. 

Sejak pandemi di awal Maret 2020, Yogyakarta menjadi sepi dan lengang. Mahasiswa pulang ke rumah masing-masing. Sebagai kota wisata, keramaian  kota Yogyakarta biasanya terjadi pada liburan sekolah dan Lebaran. 

Titik Keramaian 

Meskipun begitu, keramaian Jokja hanya terjadi pada waktu-waktu khusus, seperti menjelang dan pada saat (libur) Lebaran. Jalanan di Yogyakarta kembali dipenuhi para pemudik. 

Memang keramaian kota Gudeg ini tidak berlangsung di sepanjang 24 jam. Ada jam-jam tertentu yang menjadi waktu terpadat. Satu minggu menjelang Lebaran, mall dan pasar-pasar moderen dipadati para konsumen demi persiapan Lebaran. Akibatnya jalanan di sekitar mal menjadi macet di jam-jam belanja.

Walaupun kota kecil, Yogyakarta memiliki 5 mal, seperti Malioboro Mall, Galeria,  Ambarukmo Plaza (Amplaz), Jogja City Mall (JCM), Hartono Mall. Pusat-pusat keramaian biasanya ada di sekitar mall-mall itu.

Selain itu, lalu-lalang pemudik tidak berlaku di semua sudut kota kecil ini. Hanya titik-titik tertentu yang dipadati mobil-mobil berplat nomer polisi non-AB. Sebaliknya pada jam dan tempat tertentu, motor dan mobil AB menjadi bisa dihitung jari. Setiap lampu merah menjadi titik kemacetan. 

Memang pemerintah kota (pemkot) Yogyakarta telah menata kota, khususnya jalur lalu lintas. Beberapa jalan protokol diubah dari dua menjadi satu arah saja. Arus lalu lintas juga diatur agar pemakai jalan tidak bisa seenaknya belok kanan, kiri, atau memutar.

Daerah Malioboro tentu saja adalah 'juara' untuk kepadatan lalu lintas. Kawasan wisata ini termasuk harus dikunjungi di Jogja ini. Rasanya belum ke Jokja, jika belum menjamah Malioboro. Ada juga yang ingin bernostalgia merasakan bau khas pasar Beringharjo di dekat kawasan Benteng Fredeburg.

Paling tidak, pengunjung akan 'mencicipi' Malioboro dengan berfoto di plang nama jalan Malioboro di ujung jalan itu. Setelah merasa capai mengantri, pemudik bisa menghilangkan rasa haus (jika tidak berpuasa) dengan bersantai di kafe kopi stasiun kereta Tugu.

Dua Jenis Pemudik

Bagi orang Jokja, keramaian liburan menjadi sebuah keniscayaan. Pemahaman masyarakat terhadap posisi kotanya sebagai daerah wisata disikapi sebagai sesuatu yang biasa. Begitu juga dengan keramaian liburan Lebaran karena pemudik. 

Setidaknya ada dua kelompok pemudik. Pertama pemudik yang tinggal di Jokja dan daerah-daerah di sekitarnya. Sebagian besar dari merek pulang ke rumah asal. 

Meskipun demikian, ada beberapa dari mereka ini yang memilih tinggal di hotel agar dekat dengan daerah-daerah wisata.

Kelompok kedua adalah pemudik transit. Mereka ini hanya berkeliling di berbagai kawasan wisata di Yogyakarta dalam satu hari. Setelah itu, mereka melanjutkan perjalanan ke kota tujuan mudik. 

Pemudik transit ini juga ada yang menginap di beberapa hotel di kawasan kota dan pinggiran Yogyakarta.

Letak geografis Yogyakarta di tengah Pulau Jawa telah menjadikannya tempat wisata sembari meneruskan perjalanan mudik ke kota-kota lainnya.

Sementara itu, beberapa pemudik lain menginap di rumah-rumah keluarga atau karibya di kota ini. 

Orang Jokja memanfaatkan musim liburan sebagai momentum untuk tetap di rumah. Apalagi Pemkot Yogya pernah menyarankan agar warga kota wisata ini tetap di rumah selama liburan. Tujuannya adalah memberikan kesempatan kepada wisatawan, termasuk, pemudik, menikmati kota budaya ini.

Pada liburan Lebaran ini, ada beberapa warga Jogja memilih ikut mudik ke daerah asal pasangannya di luar Jokja. Mereka ini menghindari keramaian di kota Jokja dan membuat ramai kota-kota lainnya. 

Namun demikian, keramaian kota Jokja memang membuat rindu siapa saja yang pernah ke kota ini. Kadang ada iuga pemudik yang ingin mencoba makan di angkringan atau warung hik, yaitu sebutan populer untuk warung tenda. 

Bagi yang sudah tidak memiliki kampung halaman atau jaraknya terlalu jauh, pergi ke Jokja serasa pulang ke kampung halaman. Ada suasana lain di kota ini seperti ketika mendengar dan menonton video lagu 'Yogyakarta' milik KLA Project.

Seperti penggalan sajak penyair ternama, Joko Pinurbo, "Jokja (memang) terbuat dari rindu, pulang, dan angkringan."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun