Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Dapatkah Rusia Dikeluarkan dari G20?

26 Maret 2022   10:12 Diperbarui: 26 Maret 2022   12:12 723
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perang Rusia-Ukraina tidak dapat disangkal memberikan dampak geopolitik yang signifikan. Salah satu dampak itu adalah desakan Amerika Serikat (AS) kepada negara-negara sekutunya agar mengeluarkan Rusia di berbagai keanggotaannya di banyak organisasi internasional atau multilateral, termasuk G20.

Satu catatan penting di sini adalah organisasi internasional atau multilateral itu terutama yang berada di luar Perserikatan Bangsa-Bangsa dan lembaga-lembaga di bawahnya. Hingga saat ini, Rusia masih mempertahankan keanggotaan di PBB dan, sebaliknya, PBB tidak atau, mungkin, belum mengeluarkan Rusia sebagai salah satu dari 190an negara anggotanya.

Sejak Rusia melakukan operasi militer 24 Februari 2022, AS dan negara-negara sekutunya telah melakukan upaya non-militer, yaitu pengucilan Rusia dari masyarakat internasional. Masyarakat internasional ini tidak melulu dalam bentuk negara, namun dapat berbentuk organisasi atau asosiasi internasional, dan, bahkan, regional yang memasukkan Rusia di dalamnya.

Selain itu, Rusia juga dikucilkan di PBB melalui resolusinya. Tekanan ekonomi-politik kepada Rusia dilakukan dalam bentuk sanksi ekonomi. Berbagai perusahaan multinasional atau transnasional menutup operasi mereka di Rusia. Akibatnya adalah kerugian bagi berbagai perusahaan itu dan, tentu saja, bagi Rusia.

Sebaliknya, ekspor berbagai produk Rusia juga dikurangi atau dihentikan. AS mendorong OPEC untuk meningkatkan ekspor minyak ke berbagai negara sebagai pengganti minyak dari Rusia. Begitu juga dengan produk-produk unggulan Ukraina menjadi terhambat untuk diekspor ke luar negeri.

Berkaitan dengan G20, AS dan negara-negara sekutunya telah secara resmi mengusulkan untuk mengeluarkan Rusia dari organisasi G20. Alasan AS tentu saja adalah invasi Rusia ke Ukraina.

Presiden AS Joe Biden telah menyampaikan usulan itu pada pertemuannya dengan para pemimpin dari negara-negara Uni Eropa di Brusell, Belgia, pada Kamis (24/03/22).

Selain itu, Biden juga mengusulkan kepada seluruh anggota G20 untuk mengganti posisi Rusia dengan Polandia dalam keanggotaan G20.

Usulan AS dan negara-negara sekutunya ini sangat menarik. Usulan ini merupakan kelanjutan dari berbagai upaya AS dan negara-negara sekutunya melawan Rusia secara tidak langsung dan non-militer. Hingga sekarang, AS dan negara-negara anggota NATO masih membatasi diri untuk tidak membantu Ukraina secara militer dan langsung. Bantuan militer memang telah diberikan, namun tanpa dukungan militer langsung dari NATO.

Aturan Main

Setelah berbagai upaya pengucilan dan tekanan internasional itu, kenyataannya Rusia masih terus menyerang Ukraina. Perang itu juga belum menunjukkan tanda-tanda selesai. Berbagai upaya perdamaian belum menunjukkan hasil.

Hingga empat kali dialog perdamaian antara Rusia-Ukraina masih mendapati jalan buntu. Media Turki dan Mesir belum mencapai hasil signifikan, kecuali yang sudah tertulis di kertas perundingan ke-4 itu. Perang berkepanjangan antara Rusia-Ukraina bahkan telah berlangsung satu bulan lebih.

Forum G20 juga menjadi sasaran kepentingan global AS untuk menekan Rusia. Namun demikian, AS dan negara-negara sekutunya tak bisa begitu saja mendepak Rusia. Setiap organisasi internasional memiliki aturan main yang telah disepakati sehingga beberapa negara tertarik bergabung, termasuk di G20.

AS dan sekutunya harus taat aturan main forum G20 itu. Salah satu aturan G20 itu adalah bahwa untuk mengeluarkan sebuah negara dari keanggotaan G20 diperlukan persetujuan dari semua negara yang telah tergabung di G20.

Sesuai namanya, G20 memiliki 19 negara anggota, yaitu Amerika Serikat, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brazil, China, India, Afrika Selatan, Indonesia, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Meksiko, Korea Selatan, Perancis, Rusia, Turki dan Uni Eropa. Anggota ke-20 adalah perwakilan dari International Monetary Fund (IMF) dan World Bank.

Aturan main itu sangat penting bagi kelanjutan dari sebuah organisasi internasional. Salah satunya adalah bahwa negara-negara anggota memiliki jaminan kepastian mengenai keanggotaannya dan manfaat eksklusif dari organisasi internasional itu.

Bagi sebuah negara, menjadi anggota G20 berarti bisa memperoleh akses ke sekitar 65 persen penduduk dunia. G20 juga dapat dikatakan sebagai sebuah forum ekonomi yang meliputi lebih 79 % perdagangan dan 85 % perekonomian dunia.

Potensi ekonomi yang sangat besar itu menjadi salah satu daya tarik G20 dibandingkan berbagai organisasi internasional lainnya di dunia. Apalagi keanggotaan G20 terdiri dari negara-negara maju dan berkembang.

Usulan AS dan negara-negara sekutunya dapat dianggap unilateral atau sepihak karena mengeluarkan sebuah negara anggota G20 berdasarkan pertimbangan non-ekonomi. Karakteristik G20 tentu saja berbeda dengan NATO, ASEAN, dan bahkan PBB.

Selain itu, persetujuan G20 terhadap usulan AS dan negara-negara sekutunya dapat berdampak negatif bagi keanggotaan negara-negara lainnya. Anggota G20, seperti China dan India, juga bisa berpotensi dikeluarkan dari G20 berdasarkan usulan AS dan sekutunya semata.

Perpecahan G20

Kemungkinan usulan AS dan kawan-kawan tampaknya akan menemui kesulitan. Selain aturan main G20 yang menuntut persetujuan dari semua anggotanya, perang Rusia-Ukraina juga berdampak pada perbedaan dukungan.

Sikap abstain China terhadap resolusi PBB tentu saja memiliki dampak penting bagi upaya AS memobilisai dukungan global untuk mengeluarkan Rusia di G20. Dengan sikap itu, China diprediksi akan menolak usulan AS dan sekutunya.

China sudah secara jelas mendukung Rusia untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi G20 di Bali, pada akhir Oktober 2022 mendatang. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Wang Wenbin, menegaskan tak ada ada satu pun anggota G20 yang merasa berhak untuk mengeluarkan anggota lain.

Menurut China, Rusia merupakan salah satu anggota penting di forum ekonomi G20 ini. Dengan pandangan itu, China dipastikan akan memveto usulan AS dan sekutunya, jika bersikeras mengeluarkan Rusia dari keanggotaan G20.

Selain China, ada kemungkinan India akan menentang usulan Barat dan Sekutunya. Sikap India diprediksi masih sejalan dengan sikap abstainnya terhadap resolusi PBB, walaupun AS berkali-kali mendorong India agar mengecam invasi Rusia ke Ukraina.

Sikap menolak juga tentu saja datang dari Indonesia. Sebagai ketua G20 di tahun 2022 ini, Indonesia tentu saja mengharapkan semua negara anggota hadir di pertemuan puncak G20 pada Oktober 2022. Meskipun demikian, pemerintah Indonesia belum mengeluarkan pernyataan resmi apapun mengenai usulan AS itu.

Baru-baru ini Indonesia bahkan menerima kabar dari Duta Besar Rusia di Jakarta bahwa Presiden Putin akan datang pada KTT G20 di Bali pada Oktober mendatang. Walaupun Indonesia mendukung resolusi PBB, pada dasarnya Indonesia tetap tak berpihak.

Posisi Presidensi G20 yang dipegang oleh Indonesia pada 2022 ini memberikan keuntungan besar bagi Rusia. Sementara itu, Rusia berpandangan bahwa kehadiran mereka di KTT G20 Bali itu dapat menjadi forum stategis untuk menjelaskan alasan dari tindakan invasifnya ke Ukraina.

Indonesia tentu saja sangat mengharapkan kehadiran semua anggota G20. Perang Rusia-Ukraina diharapkan dapat segera selesai, tanpa memberikan dampak pada ketidakhadiraan salah satu negara anggota pada pertemuan puncak G20 di Indonesia.

Terlepas dari berbagai kemungkinan penolakan dari China dan India terhadap usulan AS, G20 memiliki aturan main yang tidak bisa begitu saja bisa disetir oleh kepentingan global AS dan sekutunya.

Walaupun demikian, perang Rusia-Ukraina telah berdampak pada perbedaan dan perpecahan di antara negara-negara anggota di G20. Usulan AS dan negara-negara sekutu telah membuktikan perpecahan di antara negara-negara anggota G20.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun