Pertama, perang Rusia-Ukraina secara tidak terduga menimbulkan mobilisasi kolektif negara-negara pendukung Rusia dan Ukraina.Â
Dunia secara tidak terhindarkan terbagi menjadi blok Amerika Serikat dan NATO sebagai pendukung Ukraina. Blok ini diwakili secara multilateral melalui 141 negara anggota PBB yang menyetujui Resolusi PBB dan menentang keras invasi militer Rusia ke Ukraina.
Kedua, sebagian besar negara-negara itu bersatu memberlakukan sanksi ekonomi kepada Rusia.Â
Blok AS dan NATO tidak melakukan serangan militer secara langsung kepada Rusia. Sebaliknya, mereka melancarkan perang asimetris berupa serangan non-militer. Mereka membela Ukraina dengan menyerang Rusia secara ekonomi dan tidak langsung.
Sanksi ekonomi kepada Rusia bahkan dilakukan oleh perusahaan keuangan internasional, Mastercard dan Visa. Akibatnya, transaksi keuangan secara internasional tidak dapat dilakukan oleh pemegang kedua kartu itu secara leluasa. Akibat itu juga harus dirasakan oleh orang asing pemegang kartu itu di Rusia.
Ketiga, perang Rusia dan Ukraina menyebabkan produk domestik mereka, seperti minyak, gas, dan gandum, tidak dapat diperdagangkan secara internasional secara mudah.Â
Semua produk Rusia diboikot oleh berbagai negara dipimpin AS. Kenaikan harga minyak di seluruh dunia, misalnya, dapat menyebabkan konsekuensi negatif bagi pertumbuhan ekonomi dunia.
Perang sudah berlangsung selama 10 hari itu belum diketahui akan berakhir. Rusia kemungkinan besar akan memperlambat penyelesaian perang dengan perhitungan bahwa perang akan memberikan dampak dalam jangka panjang bagi berbagai negara importir produk kedua negara yang berperang itu.
Dampak keempat, perang tersebut dikhawatirkan menyebabkan ke-20 anggota G20 tidak dapat hadir secara lengkap. Ke-20 negara anggota organisasi itu adalah Australia, Argentina, Brasil, Kanada, China, Uni Eropa, Jerman, Prancis, India, Indonesia, Italia, Jepang, Meksiko, Arab Saudi, Rusia, Afrika Selatan, Korea Selatan, Turki, Inggris, Amerika Serikat.Â
Dengan komposisi itu, Presiden Rusia Vladimir Putin diperkirakan tidak dapat hadir pada pertemuan tingkat tinggi G20 di Indonesia. Walaupun Indonesia memiliki hak mengundang Putin, negara-negara pendukung Ukraina diperkirakan akan menolak hadir jika Putin datang ke G20. Yang merepotkan lagi, jika Putin dapat hadir, G20 dikhawatirkan diboikot oleh negara-negara pendukung Ukraina.
Kemungkinan perdamaian antara Rusia dan Ukraina tentu saja tetap diberi ruang terbuka. Kedua negara diperkirakan akan kembali ke meja perundingan Senin besok. Optimisme tentang penghentian perang atau gencatan senjata memang kemungkinan besar belum bisa diharapkan. Meskipun demikian, perundingan damai diharapkan dapat meningkatkan peluang-peluang perdamaian kedua negara.Â