Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Perang Rusia-Ukraina adalah Warisan Perang Dingin?

28 Februari 2022   11:46 Diperbarui: 28 Februari 2022   11:59 1419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://th.bing.com/

Perang Rusia dan Ukraina sejatinya adalah warisan Perang Dingin. Dalam studi Hubungan Internasional (HI), invasi Rusia ke Ukraina menunjukkan betapa peran negara sangat dominan. 

Apalagi ketika negara sebagai salah satu aktor dalam HI berkaitan dengan negara-negara besar, seperti Amerika Serikat (AS), Rusia, dan China, maka hampir tidak ada aktor lain yang mampu menyaingi, menantang, atau, bahkan, menentang.

Serangan militer Rusia ke Ukraina menunjukkan bahwa AS (dan negara-negara anggota NATO) tidak berani membalas Rusia. Sampai hari keempat serangan Rusia, AS dan NATO seolah membiarkan Ukraina diserang tanpa bantuan mereka. Bahkan upaya-upaya diplomasi dari beberapa kepala negara/pemerintahan sebelum serangan Rusia dimulai menjadi seolah tidak berbekas.

Dominasi negara

Empat hari sudah Rusia menyerang kota-kota Ukraina. Tentara dan peralatan militer Rusia memasuki Ukraina dari berbagai wilayah. Dari sebelah Utara lewat Chernobyl, dari Timur melalui Luhans dan Donest, dan Selatan/Tenggara lewat Krimea. 

Selain itu, Rusia juga mengerahkan kekuatan darat, laut, dan udara. Beberapa lokasi strategis telah dikuasai Rusia. Militer Rusia bahkan telah memasuki wilayah pinggiran ibukota Ukraina, Kiev.

Di hari ke-empat ini, serangan Rusia bukannya berkurang karena perlawanan militer Ukraina, walaupun tidak seimbang. Rusia justru menambah ekskalasi perang dengan menyiapkan serangan nuklir ke Ukraine. 

Tidak begitu jelas alasannya, namun Putin tampaknya ingin memberikan gertakan yang berefek gentar (deterence) kepada negara-negara anggota NATO dan AS. Negara-negara itu sudah berkomitmen mengirimkan 100 pesawat tempur untuk membantu Ukraina melawan Rusia.

Hingga saat ini, respon dari Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak jelas atau tidak kuat. Upaya multilateral di PBB tidak menunjukkan kekuatannya mengingat resolusi PBB bakal ditentang oleh Rusia dan China (walau mungkin abstain).

Ketika salah satu negara pemegang veto Dewan Keamanan PBB menggunakan haknya, maka PBB tidak bisa mengeluarkan sebuah resolusi. PBB hanya bisa menghimbau. Akibatnya, PBB tidak bisa berbuat apa pun yang memiliki pengaruh bagi penghentian serangan Rusia ke Ukraina. 

Sementara itu, berbagai negara di dunia terpecah-belah dalam mendukung dan menolak invasi Rusia ke Ukraina. Mereka memiliki kepentingan nasional yang berbeda dalam merespon invasi Rusia itu. 

Di satu sisi, mereka mempertimbangkan sejauh mana atau apa konsekuensi dukungan atau penolakan mereka terhadap tindakan militer Rusia. Berbagai pilihan rasional harus dikalkulasi sehingga memaksa mereka untuk bersikap menolak atau mendukung. 

Di sisi lain, kita melihat tidak ada kekuatan lain di atas negara yang mampu bernegosiasi dengan Rusia agar negara itu menarik kekuatan militernya dari wilayah Ukraina. Bagi Putin, Ukraina adalah bekas wilayah Uni Soviet, sehingga upaya-upaya Ukraina untuk melepaskan diri dari Rusia dan, bahkan, membelot ke NATO menjadi peringatan bagi potensi ancaman bagi pertahanan wilayah Rusia. Putin juga telah memperingatkan AS dan NATO agar tidak bermain-main dengan mendukung Ukraina dan memasukannya menjadi anggota NATO. 

Dalam studi HI, permainan kekuasaan antara Rusia, NATO, dan AS memperlihatkan betapa dominasi negara menjadi sangat berpotensi merusak perkembangan dunia selama ini. 

Kerjasama multilateral dalam menanggulangi pandemi Covid-19 seolah tertutup oleh hiruk-pikuk serangan Rusia ke Ukraina. Peran organisasi internasional mendorong vaksinasi global menjadi terhambat oleh agenda-agenda keamanan di Eropa.

Orang mulai lelah dengan penutupan perbatasan internasional demi mencegah penyebaran pandemi. Perang menjadikan perbatasan antar-negara menjadi tidak berarti lagi. 

Apalagi ada kecenderungan Presiden Ukraina menarik perangnya dengan Rusia menjadi perang di kawasan Eropa, yaitu antara AS-NATO yang membantu Ukraina melawan Rusia. 

Sebagaimana Perang Dingin, maka kemungkinan perang serupa dapat terjadi dan dimulai oleh perang Rusia dan Ukraina yang kemudian meluas ke daratan Eropa. 

Hubungan internasional moderen setidaknya mengajarkan tidak ada negara-negara lebih kecil (small powers) dan negara-negara menengah (middle powers) yang mampu mendamaikan peperangan di antara negara-negara besar atau great powers (jika memang terjadi perang antara AS dan Rusia di Eropa), kecuali negara-negara besar itu sendiri. Oleh karena itu, perang Rusia-Ukraina sebenarnya merupakan warisan Perang Dingin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun