Faktor hankam kelima adalah posisi ibu kota negara baru yang dikelilingi oleh aliansi-aliansi pertahanan dari berbagai negara. Aliansi seperti the Five Power Defence Arrangements (atau FPDA di antara Malaysia, Singapura, AS, dan Australia), Aliansi AUKUS (Australia, UK, dan AS), dan berada dalam jalur Belt Road Initiative (BRI) China seakan menempatkan IKN di wilayah hotspot, jika konflik bersenjata terjadi di antara negara-negara itu.
Meskipun demikian, kemungkinan terjadinya perang terbuka memang sangat kecil. Kemungkinan itu didasarkan pada faktor saling keterkaitan (inter-connectedness) dan ketergantungan (inter-dependency) di antara negara-negara selama ini, termasuk Indonesia dengan berbagai negara di dunia.Â
Tantangan baru?
Meskipun demikian, pemindahan IKN telah menimbulkan tantangan baru, yaitu: Pertama, penguatan pertahanan negara sangat diperlukan. Pemindahan ibu kota ke Pulau Kalimantan membuat perlunya strategi pertahanan dan keamanan yang berbeda.Â
Perpindahan ibu kota negara (IKN) dari Jakarta ke Kalimantan Timur ternyata telah dilengkapi dengan rancangan sistem pertahanan dan keamanan baru, yaitu bercirikan smart defence dan smart security. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, misalnya, menyampaikan bahwa sistem keamanan Ibu Kota Negara (IKN) baru dengan nama Nusantara berbasis internet atau smart security.
Kedua, pemindahan IKN juga memerlukan pemindahan kantor-kantor pusat pemerintahan, termasuk stakeholders pertahanan dan keamanan.Â
Transisi pemindahan kantor dan birokrasi memerlukan pemikiran matang mengetahui kesiapan sarana dan prasarana keamanan di IKN dan konektivitasnya dengan daerah-daerah lain di Indonesia. Prioritas pemindahan kantor, SDM, dan alat-alat pendukung pertahanan dan keamanan perlu mendapat perhatian serius.
Ketiga, Stakeholders hankam di Indonesia perlu meningkatkan kapasitasnya dalam mengurangi munculnya ancaman keamanan dari faktor ke-2 dan ke-4.Â
Kedekatan lokasi IKN dengan perbatasan Malaysia (faktor ke-2) memerlukan kesiapan sarana dan prasarana pertahanan dan keamanan yang mampu memberikan aspek deterrence bagi kamungkinan munculkan ancaman keamanan tidak terduga.Â
Demikian pula, ancaman keamanan dari faktor ke-4 memerlukan mobilisasi kapasitas stakeholders hankam Indonesia untuk mencegah kemungkinan kemunculannya di IKN.
Semua pihak di Indonesia tentu saja menunggu bagaimana proses kesiapan hankam Indonesia bagi pemindahan IKN. Keputusan pemerintah Indonesia membeli 42 jet tempur Rafale buatan Prancis dapat saja dikaitkan dengan pertimbangan IKN baru itu.Â