Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Capaian dan Masalah dalam Politik Luar Negeri Indonesia 2021

4 Januari 2022   22:13 Diperbarui: 5 Januari 2022   15:52 2875
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: www.cerdika.com

Tahun 2021 memang telah berlalu, namun upaya melihat kembali capaian dan masalah atau persoalan dalam politik luar negeri Indonesia di sepanjang 2021 tetap penting dan perlu dilakukan. 

Upaya meninjau dinamika diplomasi Indonesia itu didasarkan pada pertimbangan untuk melakukan pemetaan kembali mengenai keberhasilan dalam menghadapi dinamika internasional yang tidak pasti. 

Selain itu, upaya ini juga dimaksudkan untuk menelisik persoalan apa saja yang sekiranya muncul di balik keberhasilan itu. Masalah yang sebenarnya bersifat strategis, namun glorifikasi atas keberhasilan terkadang membuat persoalan-persoalan itu hilang atau tenggelam begitu saja.

Dalam konteks empiris, penulisan capaian dan persoalan ini sebenarnya berkaitan dengan pidato tahunan Menteri Luar Negeri Indonesia di setiap minggu pertama di bulan Januari. 

Pada tahun ini, pidato tahunan itu diberi tajuk Pernyataan Pers Tahunan Menteri Luar Negeri (PPTM) pada 6 Januari 2022 lusa. Sejak Retno Marsudi ditunjuk Presiden Joko Widodo menjadi Menteri Luar Negeri, PPTM telah disampaikan secara rutin mulai 2015.

Ada lima capaian penting dalam Politik Luar Negeri Indonesia (PLNI) di tahun 2021. 

Capaian pertama, yaitu Indonesia berhasil menjamin ketersediaan vaksin bagi 270 juta lebih penduduknya. Hingga saat ini, Indonesia telah mengupayakan penyediaan vaksin melalui kerja sama bilateral dan multilateral (melalui mekanisme Covid-19 Vaccines Global Access/Covax). 

Dengan kebutuhan 2 dosis vaksin untuk setiap orang, maka kebutuhan nyata vaksin Covid-19 bagi penduduk Indonesia mencapai lebih dari 180 juta vaksin. Ini merupakan kebutuhan sangat besar yang telah dapat dipenuhi pemerintah. 

Selain itu, pemerintah juga telah berhasil memberikan perlindungan bagi warganegaranya di luar negeri. Pada beberapa kesempatan, pemerintah melalui perwakilan Indonesia terdekat (KBRI dan Konjen RI) memberikan dukungan bagi para anak buah kapal berkewarganegaraan Indonesia yang bekerja di luar negeri. 

Sedangkan platform atau aplikasi PeduliLindungi dapat memberikan informasi mengenai perlindungan dini bagi warganegara Indonesia (WNI) yang berada dan bekerja di Indonesia pada saat pandemi Covid-19.

Kedua, Indonesia juga menjalankan diplomasi ekonomi demi memulihkan ekonomi domestik dari dampak pandemi Covid-19. Berbagai inisiatif kerja sama ekonomi dan perdagangan dengan negara-negara mitra melalui kemitraan strategis dan komprehensif diimplementasikan, seperti Indonesia-Australia, Indonesia-Korea Selatan, atau Indonesia-Uni Eropa. 

Melalui presidensi Indonesia di G-20 pada tahun 2022, Indonesia mencoba menginisiasi berbagai peluang kerjasama ekonomi yang dapat memberi manfaat riil bagi masyarakat domestik.

Sumber: www.cerdika.com
Sumber: www.cerdika.com

Ketiga, Indonesia tetap meningkatkan upaya menjaga kedaulatan wilayahnya di masa pandemi Covid-19. Indonesia melanjutkan perjanjian perbatasan darat dan laut dengan Singapura, Vietnam, Palau, Malaysia, Timor Leste, dan Filipina. 

Berbagai konflik maritim meneguhkan Indonesia menggunakan hukum internasional (UNCLOS 1982) sebagai acuannya, termasuk konflik di Laut China Selatan. Selain itu, pemerintah juga menetapkan perairan di sebelah Utara Pulau Natuna sebagai Laut Natuna Utara.

Keempat, Indonesia aktif ikut serta dan berkontribusi penting terhadap beragam isu regional dan dunia. Di tingkat ASEAN, diplomasi Indonesia berhasil mendesak Ketua ASEAN 2021 (yaitu Brunei Darussalam) untuk bertindak lebih aktif dalam penyelesaian krisis politik di Myanmar. 

Pada 24 April 2021, Indonesia menjadi tuan rumah bagi tercapainya konsensus antara ASEAN dan Myanmar. Kedua pihak menyepakati lima konsensus terkait krisis Myanmar di ASEAN Leader Meeting di Jakarta. 

Indonesia secara tegas menunjukkan komitmen dukungannya kepada rakyat Myanmar. Pada KTT ASEAN bulan Oktober 2021, KTT ASEAN dan China bulan November 2021, dan Bali Democracy Forum 2021, Indonesia menegaskan pandangannya agar pemimpin junta militer Jendral Min Aung Hlaing tidak diundang pada pertemuan tingkat tinggi itu.

Kelima, Indonesia berhasil menegaskan sikap bebas-aktifnya dalam menghadapi persaingan antara AS dan China di Indo-Pasifik. Indonesia cenderung netral melalui sikap hati-hatinya terhadap pembentukan pakta pertahanan segitiga AUKUS antara AS, Inggris, dan Australia. Sikap netral juga ditunjukkan Indonesia terhadap China. 

Meskipun menegaskan netralitasnya kepada AUKUS, Indonesia tetap menjalankan kemitraan dengan AS, Inggris, dan Australia. Sebaliknya, Indonesia mendekatkan diri dengan China untuk memenuhi kebutuhan vaksin domestiknya, namun Indonesia juga menolak atau melawan protes China terhadap eksplorasi gas kerja sama Indonesia-Rusia di Laut Natuna Utara.

Dua Masalah
Selain lima capaian di atas, diplomasi Indonesia juga menunjukkan dinamika tersendiri, khususnya berkaitan dengan persoalan yang muncul selama 2021. 

Pertama, masalah berkaitan dengan kemandirian dalam penyediaan vaksin. Dengan jumlah penduduk lebih dari 270 juta dan wilayah georgrafis dengan banyak pulau menuntut ketersediaan vaksin yang tepat pada waktunya secara terkoordinasi.

Jumlah penduduk dan aspek geografis itu bukan masalah mudah ketika dihadapkan pada situasi penyediaan vaksin yang masih tergantung pada negara-negara lain. 

Capaian diplomasi Indonesia dalam menyeimbangkan kecenderungan antara nasionalisme dan multilateralisme vaksin telah memungkinkan negara terbesar di Asia Tenggara ini melakukan beberapa kebijakan penting yang lebih awal ketimbang negara-negara lain. 

Kebijakan itu seperti kecepatan memperoleh vaksin Sinovac dari China, ketersediaan vaksin yang terjadwal dari China, dan penyediaan vaksin dalam bentuk dosis dan curah/cair. 

Sementara itu, untuk mengatasi potensi ketergantungan dari vaksin Sinovac itu, Indonesia telah menginisiasi kerja sama global melalui multilateralisme vaksin dalam skema WHO. Selain itu, Indonesia juga mengembangkan hubungan bilateral yang baik dengan berbagai negara untuk mendapatkan bantuan vaksin.

Walaupun berbagai upaya telah dilakukan untuk memenuhi kebutuhan vaksin, persoalannya adalah sampai kapan Indonesia (termasuk negara-negara lain) tergantung dalam penyediaan vaksin Covid-19 dari negara-negara tertentu yang menjadi produsen vaksin? Bagaimana upaya Indonesia mengembangkan vaksin sendiri? Bagaimana perkembangan vaksin Merah Putih dan vaksin Nusantara?

Masalah kedua adalah upaya peningkatan pertahanan maritim Indonesia. Hingga awal tahun 2022, pemerintah Indonesia belum menegaskan modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista). 

Modernisasi alutsista terutama berkaitan dengan pembelian pesawat tempur dan berbagai kebijakan pembangunan kapal selam dan kapal-kapal tempur lainnya. 

Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) telah mengumumkan pembelian 35 unit jet tempur Dassault Rafale (Prancis) dan 8 jet tempur F-15EX (Amerika Serikat). Ada kabar mengenai kerja sama Inggris dan Indonesia dalam pembuatan kapal fregat canggih fregat Arrowhead 140 (AH140). Kemudian, informasi lain juga muncul mengenai pembuatan kapal selam di PT PAL, Surabaya.

Indonesia memang selalu menegaskan doktrin bebas dan aktif dalam politik luar negerinya. Namun demikian, kenyataan mengenai persaingan antara AS (dan sekutunya) dengan China di Indo-Pasifik tidak bisa diabaikan begitu saja. Indonesia tidak bisa hanya menanggapi rivalitas persaingan kepentingan itu hanya dengan pernyataan netralitas atau sikap hati-hati saja.

Adagium si vis pacem, para bellum atau "jika menginginkan perdamaian, bersiaplah untuk berperang" tampaknya perlu digunakan Indonesia. Kecenderungan berperang tentu saja harus dihindari, namun ketiadaan military built-in hanya membuat negara-negara lain tergoda untuk mengganggu kedaulatan wilayah (udara dan maritim) Indonesia.

Kelima capaian dan kedua masalah di atas hanya sebagian saja dari catatan capaian politik luar negeri Indonesia di Kementerian Luar Negeri dan sedikit dari daftar persoalan yang dimiliki berbagai pusat studi mengenai isu-isu internasional.

Pemetaan mengenai capaian dan masalah di tahun 2021 itu dapat menjadi beberapa faktor untuk mempertimbangkan arah atau orientasi kebijakan atau politik luar negeri di tahun 2022 ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun