Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Arti Penting "Bali Democracy Forum" di Tengah Pandemi Covid-19

1 Januari 2022   20:09 Diperbarui: 3 Januari 2022   07:15 997
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bendera negara-negara PBB melakukan diplomasi. (sumber: via kompas.com)

Walaupun tahun berganti, Bali Democracy Forum (BDF) tetap diselenggarakan setiap tahun, bahkan di masa pandemi Covid-19. BDF merupakan salah satu agenda penting dalam politik luar negeri Indonesia. 

Sejak diluncurkan pada 2008, perhelatan BDF 2021 merupakan yang kedua kalinya di masa pandemi. Oleh karena itu, tema BDF 2021 masih mengaitkan demokrasi dan pandemi, yaitu menegaskan bahwa pandemi Covid-19 tidak boleh melunturkan nilai demokrasi di dunia.

Ada kekawatiran bahwa pandemi covid-19 memperlebar kesenjangan antara negara maju dan berkembang. Catatan penanggulangan pandemi Covid-19 secara global menunjukkan ketimpangan itu. 

Jadi, 80 persen penduduk yang telah menerima vaksin berasal dari negara-negara besar. Sebaliknya, dengan persentase yang sama maka  penduduk di negara-negara miskin belum mendapatkan vaksin.

Selama pandemi, muncul kecenderungan bahwa sebagian besar dari negara-negara miskin itu yang penduduknya belum divaksin itu memiliki sistem politik kurang demokratis. 

Namun demikian, kecenderungan itu tidak berlaku sebaliknya. Hingga saat ini tidak ada kaitan bahwa semakin banyak penduduk yang divaksinasi maka semakin demokratis sebuah negara.

Dalam konteks itu, WHO sebagai otoritas kesehatan global selalu menghimbau negara-negara besar agar mendukung inisiatif vaksin multilateral. Inisiatif itu bertujuan untum mengurangi ketimpangan vaksinasi penduduk dunia. 

Banyak pihak meyakini bahwa penanganan tuntas pandemi akan berdampak signifikan kepada pemulihan ekonomi global. Upaya itu membutuhkan penanganan bersama dan karenanya dibutuhkan kesetaraan antar-bangsa dalam mengakses vaksin Covid-19.

Demokrasi dan pandemi
Melalui BDF, Indonesia memberikan ruang-ruang diplomasi bagi perwakilan dari berbagai negara untuk berbagi pengalaman dalam berdemokrasi di masa pandemi ini. BDF pertama kali diselenggarakan pada 2008 atau sepuluh tahun sejak reformasi demokrasi di Indonesia. 

Sumber foto: kabarbanten.com
Sumber foto: kabarbanten.com

Promosi bahwa demokrasi berjalan damai dengan Islam di Indonesia menjadi motivasi awal dan utama bagi Indonesia menjalankan diplomasi multilateralnya dalam bentuk BDF ini. 

Forum ini digelar dengan keyakinan bahwa mempromosikan demokrasi merupakan bagian tak terpisahkan dari kebijakan luar negeri Indonesia.

Seperti tahun sebelumnya, BDF 2021 masih mengusung tiga isu utama mengenai pelaksanaan demokrasi di tengah pusaran pandemi. 

Pertama, isu mengenai langkah-langkah dalam merespons pandemi. Isu kedua adalah upaya yang dijalankan bagi pemulihan ekonomi. Isu terakhir adalah upaya membangun ketahanan masyarakat pasca pandemi.

Tujuan akhir dari ketiga upaya itu adalah meningkatkan kesetaraan global pasca-pandemi ini. Lewat tema "Democracy for Humanity: Advancing Economic and Social Justice During Pandemi". 

Ajakan tersebut disampaikan Menlu Retno saat membuka BDF 2021, Selasa (14/12/2021). Forum tahunan yang sudah kali ke-14 ini diikuti 335 delegasi dari 95 negara. Bali Democracy Forum (BDF) ke-14 di Nusa Dua, Badung, Bali, Kamis (9/12/2021).

Ada 335 peserta dari 95 negara dan empat Organisasi Internasional hadir pada BDF 2021. Mereka menghadiri BDF secara fisik maupun secara virtual untuk saling belajar tentang nilai-nilai keseteraan, inklusivitas, dan keadilan dapat membantu pemulihan dari pandemi Covid-19. 

Pengalaman masing-masing negara bersifat unik dan dapat menjadi best practices yang dapat diimitasi di negara-negara lainnya.

Isu Myanmar
Yang menarik dari BDF 2021 adalah Indonesia sebagai tuan rumah tidak mengundang Myanmar. Indonesia beralasan sampai sekarang Myanmar belum memiliki pemerintahan definitif.  

Keputusan Indonesia tidak mengundang Myanmar menjadi bukti konsistensi diplomasi Indonesia menolak mengakui pemerintahan hasil kudeta 1 Februari 2021. Ketika Jenderal Senior Min Aung Hlaing hadir pada pertemuan khusus di Jakarta pada April 2021, protokoler Indonesia memperlakukannya sebagai perwira militer.

Pada saat itu, Indonesia tidak menyebut atau memperlakukannya sebagai pemimpin negara. Padahal, Min Aung Hlaing mengangkat dirinya sebagai Ketua Dewan Pemerintahan Negara yang merupakan pemerintahan bentukan Tatmadaw (militer Myanmar) paska-kudeta Februari 2021.

Indonesia memang pernah mengundang Myanmar di BDF sebelumnya. Yang menarik dari BDF adalah bahwa BDF tidak hanya mengundang negara-negara yang sudah mempraktikkan demokrasi saja. BDF juga memberi ruang bagi negara yang ingin belajar mempraktikkan demokrasi.

BDF pun diselenggarakan dengan semangat bahwa setiap negara memiliki versi demokrasi sesuai kondisi masing-masing. BDF tidak ingin menjadi ajang yang mengesankan hanya ada versi tunggal demokrasi dan pihak lain harus mengikuti versi itu. 

Kenyataannya praktek global demokrasi memang berbeda-beda. Demokrasi sebagai model global dipraktekkan negara-negara, seperti Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Australia, Jerman. Ada juga uncommon democracy seperti di Jepang atau Italia ketika demokrasi ditandai dengan kemenangan satu partai politik secara terus-menerus. 

Ada juga negara-negara yang menerapkan demokrasi prosedural, namun cenderung otoritarian dalam prakteknya. 

Beberapa negara lain mengaku demokrasi dan menggunakannya pada nama negaranya, namun pada dasarnya negara itu justru tidak demokratis, seperti Korea Utara (Republik Rakyat Demokratik Korea atau Democratic People's Republic of Korea). Variasi demokrasi tersebut ingin diakomodasi Indonesia melalui diplomasi multilateralnya di BDF.

Diplomasi Multilateral
Indonesia memang menjadikan BDF sebagai forum untuk berbagi gagasan dan pengalaman negara-negara soal demokrasi. BDF tidak dirancang untuk menjadi ajang menggurui oleh satu pihak kepada pihak lain. 

Demokrasi memang telah menjadi semacam tuntutan publik global. Praktek terbaik demokrasi perlu menjadi kesadaran bersama demi pemulihan dari pandemi.

BDF merupakan bagian dari diplomasi multilateral Indonesia. Di masa pandemi, Indonesia berusaha menegaskan arti penting arti penting demokrasi bagi penanggulangan pandemi dan pemilihan ekonomi. Nilai-nilai universal mengenai demokrasi tidak akan memberikan hasil langsung dan kongkrit.

Diplomasi multilateral lebih berfungsi membangun kesadaran bersama mengenai isu tertentu. Jika mungkin, negara-negara peserta dapat membuat komitmen bersama yang bersifat himbauan, tetapi tidak mengikat. Pada BDF 2021, isu pokok itu adalah demokrasi dan pandemi Covid-19.

BDF 2021 setidaknya dapat menjadi modalitas penting bagi diplomasi multilateral Indonesia. Pada 2022 ini Indonesia menjadi Presidensi G20 dan pada 2023 menjadi Ketua ASEAN. BDF dapat dikatakan menjadi langkah penting bagi kontribusi diplomasi Indonesia di masa pandemi Covid-19.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun