Akhir November yang lalu, Indonesia menerima kedatangan Menteri Luar Negeri (Menlu) Prancis, Jean-Yves Le Drian. Walaupun kunjungan itu mungkin telah diagendakan, namun situasi Indo-Pasifik yang memanas telah menimbulkan interpretasi berbeda.Â
Seperti telah diduga sebelumnya, kekecewaan Perancis terhadap pakta pertahanan AUKUS membuat Perancis berupaya mencari jalan lain. Pakta pertahanan trilateral besutan Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Australia itu membuat Perancis seperti ditinggal sendirian. Apalagi AUKUS memberikan kapal selam kepada Australia. Akibatnya, Australia membatalkan rencana pembelian kapal selam dari Perancis.Â
Rumor pun merebak berkaitan dengan kunjungan Menlu Le Drian. Apakah Prancis akan menawarkan pesanan kapal selam yang dibatalkan Australia itu ke Indonesia? Jika tidak, apa arti penting kunjungan Menlu Perancis ke Indonesia? Â
Kemitraan strategis
Kemunculan rumor itu sebenarnya wajar saja mengingat situasi pada saat itu. Terlepas dari benar atau tidaknya rumor itu, Menlu Indonesia dan Prancis telah menyepakati rencana kemitraan strategis periode 2022–2027 melalui penandatanganan kesepakatan bilateral di Kemlu RI, Jakarta Pusat, Rabu (24/11/2021).Â
Pada keterangan persnya, Menlu Retno Marsudi menjelaskan cakupan kerja sama kedua negara di sektor kesehatan, pertahanan, perubahan iklim, energi, dan maritim. Tahun 2022, kedua negara akan memulai sebuah dialog maritim sebagai langkah awal implementasi dari kerjasama bilateral strategis itu.
Indonesia menempatkan Perancis sebagai salah satu mitra penting Indonesia di Eropa. Perancis merupakan mitra dagang kelima terbesar dan investor terbesar kedua Indonesia dari Eropa. 2021 merupakan tahun ke-10 sejak Indonesia dan Perancis memiliki kemitraan strategis.
Hubungan bilateral antar-negara dapat dilakukan dalam dua bentuk, yaitu kemitraan strategis dan komprehensif. Sifat komprehensif dari sebuah kerjasama di antara dua negara berkaitan dengan luasnya cakupan bidang yang dikerjasamakan. Berbeda dengan kemitraan komprehensif, kerjasama Indonesia dan Perancis dapat digolongkan sebagai kemitraan strategis. Kedua negara tidak bekerjasama di semua bidang, namun terbatas pada sektor-sektor tertentu saja.Â
Pada pertemuan itu, Perancis berkomitmen melanjutkan kerja sama bilateral di bidang kesehatan, khususnya vaksin Covid-19. Menlu Retno juga mengapresiasi dukungan Perancis dalam pemberian vaksin sebanak 1 juta dosis untuk Indonesia. Catatan beberapa media juga menyebutkan bahwa Perancis ternyata telah memberikan dukungan 3,8 juta dosis vaksin Astra Zeneca kepada Indonesia.
Dalam konteks global, kedua negara bertekad memperkuat arsitektur kesiapan dunia dalam menghadapi pandemi yang akan datang. Kedua negara menganggap arsitektur kesehatan global itu sangat urgen berkaitan dengan upaya mencegah politisasi atau nasionalisme vaksin. Kecederungan itu menyebabkan 80 persen lebih penduduk di negara-negara kaya telah mendapatkan vaksin. Sebaliknya, 80 persen lebih penduduk di negara-negara miskin belum memperoleh vaksin Covid-19.