Ketika kampus bermunculan, ketua RT/RW mulai berpikir tentang warga dari daerah lain di Indonesia. Namun mereka semua masih tinggal dan berada di rumah-rumah.Â
Sekarang, zaman milenial menyajikan persoalan milenial. Warga dari ketua RT/RW tinggal di tinggal di hunian vertikal alias apartemen itu. Makin pusing saja seorang Ketua RT/RW di zaman milenial ini.
Akibatnya, cara berpikir orang ---khususnya ketua RT/RW pun dipaksa berubah. Ketika hunian itu dibangun, ketua RT bisa saja bangga bahwa sebuah gedung akan hadir di wilayah kekuasaannya. Apalagi bangunan berlantai sekian itu adalah apartemen mewah. Pikiran sederhana bapak atau ibu RT/RW berkisar pada penghuninya yang wangi dan berasal dari kalangan ekonomi atas.
Sumber Kebingungan
Apa saja kebingungan ketua RT/RW ketika melihat gedung apartemen baru di wilayahnya?Â
Pertama, kekagetan ketua RT/RW bahwa bangunan apartemen itu memiliki lebih dari 100 unit kamar alias serupa dengan lebih dari 100 rumah.Â
Penghuninya misalnya dihitung rata-rata 1 unit kamar memiliki 3 warga, maka ada 300 warga sekaligus di satu lokasi apartemen.
Kebingungan kedua, bagaimana pengurusan administrasi warga penghuni apartemen? Tentu saja pada perkembangannya nanti akan ada pengurus RT/RW tersendiri di apartemen itu.Â
Saya sendiri ketika dikeluhi teman yang kebetulan menjadi RT juga ikut tercenung memikirkan jawabannya. Saya cuma katakan, "Pikir saja nanti kalau memang ada masalah."
Masalah ketiga, bagaimana ketua RT/RW tahu bahwa orang yang tinggal bersama di unit-unit di apartemen itu memang sudah berkeluarga? Sekali lagi, ini terjadi di Yogyakarta.Â
Bapak atau ibu RT/RW masih memiliki pikiran sederhana. Mereka bukannya tidak memiliki pemikiran luas. Bukan itu maksudnya, tetapi lebih berpikiran bahwa mereka perlu mengenal warganya.