Menyikapi undangan ASEAN itu, pemerintahan Jenderal Hlaing secara mengejutkan juga ingin hadir di KTT itu. Sikap ini sebenarnya sudah bisa diprediksi sebelumnya. Sebagai pihak yang berkuasa, Jenderal Hlaing merasa pihaknya adalah yang paling berhak mewakili negara Myanmar.Â
Hingga hari ini, ketidakjelasan mengenai wakil Myanmar di KTT ASEAN masih belum mendapatkan solusi. ASEAN sendiri tetap kekeuh dengan undangannya kepada perwakilan non-pemerintah sebagai wakil Myanmar di KTT ini.
Akibatnya, pemerintah Myanmar tetap diam seribu bahasa ketika gilirannya berbicara tiba. Myanmar was a no show. Permanent Secretary dari Kementerian Luar Negeri Myanmar sebenarnya telah diundang ASEAN untuk hadir, namun pemerintah Myanmar ternyata menolak berbicara di KTT itu. Myanmar telah memboikot KTT ASEAN.Â
Bersikap Hati-Hati
Dengan situasi pelik itu, ASEAN harus bersikap hati-hati. Kehati-hatian ini diperlukan mengingat ASEAN harus membangun perdamaian di antara negara-negara anggotanya. Ada beberapa alasan mengenai urgensi sikap hati-hati ini.
Pertama, sikap ini sangat penting agar ASEAN dapat tetap menempatkan diri sebagai mediator. Para menteri luar negeri se-ASEAN pasti sangat memahami kenyataan ini.Â
Dilema ASEAN memang muncul ketika mengundang perwakilan pemerintah atau non-pemerintah Myanmar. Meskipun demikian, ASEAN harus menunjukkan sikap tegas terhadap pemerintah militer Myanmar.Â
Hingga hari ini penyelenggaraan KTT, informasi mengenai siapa perwakilan Myanmar masih belum berubah. Tidak ada informasi mengenai apa saja kemungkinan langkah pemerintah Myanmar jika ASEAN tetap mengambil sikap itu.Â
Walaupun pemerintah Myanmar menyatakan pihaknya memiliki hak untuk datang, informasi mengenai respon ASEAN juga belum ada. Situasi ini menjadi ujian nyata upaya mediasi ASEAN terhadap krisis Myanmar.
Kedua, ASEAN harus menjunjung prinsip non-interference. Pada praktiknya, upaya menegakkan prinsip itu menjadi tantangan berat bagi ASEAN.Â
Kritik terhadap ASEAN muncul ketika mengundang Jenderal Hlaing pada pertemuan khusus ASEAN di Jakarta. Undangan itu berarti semacam pengakuan kepada pemerintahan militer yang mengkudeta pemerintahan hasil Pemilu 2020.Â
Upaya ASEAN menemukan solusi atas krisis Myanmar perlu ditempuh dengan menghormati prinsip non-interference itu. Penghormatan ini perlu dilakukan agar organisasi regional ini tetap mempertahankan sentralitas ASEAN di kawasan ini.