Sebelum itu, HI telah mengenal peranan penting perusahaan multi atau transnasional (multinational/transnational companies atau MNCs/TNCs) terhadap sebuah negara. Berbagai negara berusaha kuat menarik Investasi asing dari berbagai MNCs/TNCs. Sebaliknya, MNCs/TNCs memperhitungkan resiko politik di home country yang akan menjadi tempat berinvestasi. Akibatnya, banyak negara berupaya membangun stabilitas politiknya demi mendatangkan investor asing.
Munculnya berbagai aktor lain, seperti kelompok kepentingan, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan, bahkan kelompok teroris memberikan pengaruhel mendasar pada perkembangan HI.Â
Perubahan global itu menuntut hubungan di antara aktor-aktor tidak lagi winners take all, seperti di masa Perang Dingin. Paska-PD, berbagai aktor itu harus bekerja sama dan berkompetisi pada saat yang sama.Â
Mereka mau tidak mau harus memaksimalkan keuntungan dari tatanan global, yaitu win-win solution. Berbagai inisiatif kerjasama ekonomi muncul di tingkat bilateral, sub-regional, regional, dan internasional. Ada Indonesia-Malaysia Growth Triangle (IMGT), ASEAN, APEC, RCEP, dan seterusnya.
Globalisasi menjadikan HI mencari semakin cair dengan mengakui peranan individu di jaringan internet. Kemajuan teknologi, informasi, dan komunikasi mendorong berbagai negara memiliki websites dan berbagai akun media sosial. Kepemilikan akun itu seakan mengindikasikan kehadiran negara dan berbagai aktor internasional di jaringan internet (cyberspace).
Perkembangan HI itu menunjukkan bahwa perubahan jaman berimbas pada semakin banyak jumlah dan jenis aktor. Tantangan bagi konflik dan kerjasama tidak lagi hanya berasal dari negara, namun melibatkan aktor-aktor non-negara. Demikian juga, pola-pola hubungan antar-aktor tidak semata menang sendiri, namun saling menguntungkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H