Namun demikian, bipolaritas global itu ternyata juga berpotensi menimbulkan anarki internasional. Anarki itu disebabkan oleh keinginan setiap negara untuk merasa aman dari negara-negara lain. Setiap negara menganggap negara lain sebagai musuh potensial.
Demi mengurangi potensi anarki itu, setiap negara berusaha meningkatkan jumlah dan kecanggihan persenjataannya. Muncullah istilah populer, yaitu: jika ingin berdamai, maka bersiaplah untuk berperang. Melalui keberpihakan kepada AS dan US, kedua negara itu sebagai negara hegemonik dapat menjamin keamanan global bagi negara-negara sekutu masing-masing.
Singkat kata, hancurnya Tembok Berlin dan bubarnya US menjadi titik awal bagi berakhirnya PD selama hampir 5 dekade. Dunia tidak lagi bipolar atau terbagi menjadi dua kutub yang berlawanan. Uni Soviet terpecah belah menjadi beberapa negara. Rusia menjadi pewaris tunggal US, namun tidak memiliki kekuatan global seperti US.Â
Selanjutnya, dunia paska-PD berada dalam tarik-menarik dinamis di antara unipolaritas dan multipolaritas. Selain itu, dunia juga menyaksikan meningkatnya kekuatan China. Unipolaritas AS diimbangi dengan hadirnya Rusia dan China sebagai kekuatan besar global.
Ada saat ketika dunia didominasi oleh satu kekuatan global, yaitu AS. Ada juga masa di mana dunia memiliki banyak pusat-pusat kekuatan global.
HI Kontemporer
Dinamika unipolaritas dan multipolaritas kekuatan global itu sangat mewarnai perkembangan HI pada paska-PD hingga pandemi Covid-19 pada saat ini. Segera setelah US bubar, dunia hanya mendapati AS sebagai satu-satunya kekuatan global.Â
Ketegangan internasional berkurang dengan beralihnya perhatian dari isu-isu politik ke ekonomi. Agenda ekonomi yang selama PD dipandang tidak penting atau low politics berubah menjadi agenda utama pertemuan di antara kepala negara/pemerintahan. Isu-isu ekonomi, sosial, dan budaya menjadi semakin penting sebagai high politics sebagai agenda global.
Isu-isu geo-ekonomi menjadi setara dengan geo-politik. Bersamaan dengan perkembangan itu, negara tidak lagi menjadi satu-satunya aktor dalam hubungan internasional. Arti penting isu-isu ekonomi menempatkan aktor-aktor ekonomi menjadi menarik perhatian para ahli HI. Bursa efek global di Tokyo, New York, London menjadi aktor baru yang menentukan perkembangan politik, dan sebaliknya.
Modal atau capital tidak semata isu ekonomi, namun memiliki pengaruh politik. Keluarnya modal asing dalam jumlah besar dari sebuah negara menjadi isu strategis baru bagi pengambil kebijakan di berbagai negara. Kenyataan pada saat itu menunjukkan bahwa pergerakan kapital merupakan akibat dari situasi ekonomi-politik di sebuah negara.
Konon, perilaku George Soros (seorang pialang internasional) yang mengambil untung dari investasinya di Indonesia di tahun 1998 dianggap sebagai penyebab krisis ekonomi. Begitu pula sebaliknya ketika Soros masuk kembali ke Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid. Investasi Soros melalui seorang konglomerat dianggap sebagai faktor penanda kepercayaan investor asing terhadap pemulihan ekonomi negeri ini.