Indonesia berinisiatif membangun perdamaian di Afghanistan melalui Pertemuan Ulama Internasional di Jakarta pada akhir Maret 2018. Pemerintahan Jokowi juga berkomitmen mendukung kesejahteraan Afghanistan melalui peningkatan berbagai kegiatan ekonomi dan kemasyarakatan, meliputi pemberdayaan perempuan, pengembangan UKM, dan tata kelola pemerintahan.Â
Yang menarik adalah bahwa upaya peace building Indonesia mendorong kesiapan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam pembangunan infrastruktur di Afghanistan. Sebaliknya, banyak pengusaha Afghanistan mengunjungi Trade Expo Indonesia di Jakarta pada 2017.
Kompleksitas Konflik
Landasan politik bagi misi perdamaian Indonesia di Afghanistan adalah pertemuan Presiden Jokowi dengan Ketua Dewan Perdamaian Afghanistan Karim Khalili di Istana Haram Sarai (Wisma Negara), Kabul, Afghanistan, pada 29/1/2018.Â
Pertemuan itu membicarakan langkah-langkah detail yang harus dilakukan ke depan atau roadmap, seperti penyelenggaraan pertemuan ulama internasional pada Maret 2018.
Ide Indonesia menyelenggarakan Pertemuan Ulama Internasional itu adalah untuk meneguhkan komitmen Indonesia sendiri dalam membantu terwujudnya perdamaian melalui rekonsiliasi di Afghanistan.Â
Rekomendasi Indonesia adalah agar komite ulama tiga negara dibentuk dalam upaya untuk menyelesaikan konflik Afghanistan. Sebuah komite ulama tripartit (tiga negara) antara Afghanistan, Pakistan, dan Indonesia diatur dan dijalankan dalam bidang ini.
Namun demikian, upaya perdamaian Indonesia melalui rekonsiliasi diyakini tidak akan semudah membalik telapak tangan. Secara teori, ide rekonsiliasi yang digagas Indonesia atas persoalan di Afghanistan merupakan ide yang baik. Namun demikian, pelaksanaannya sangat sulit, bahkan dapat muncul faktor-faktor tidak terduga.
Di tingkat domestik, konflik 40 tahun lebih di Afghanistan telah melibatkan berbagai faksi politik. Masing-masing faksi saling memperebutkan dominasi atas wilayah-wilayah tertentu di Afghanistan. Akibatnya, hubungan di antara faksi-faksi itu selalu tegang dan konfliktual selama bertahun-tahun.
Selain itu, konflik Afghanistan memiliki dimensi internasional yang kental. Negara-negara blok Barat dan kontra-Barat juga memiliki kepentingan untuk mengendalikan Afghanistan, terutama paska-runtuhnya pemerintahan Taliban di tahun 2000-an.Â
Kesulitan lainnya adalah kelompok Taliban tidak memberikan persetujuannya mengikuti proses perdamaian yang digagas Indonesia itu. Kenyataan ini menjadi ganjalan penting bagi keberhasilan penyelesaian damai di Afghanistan.