Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Pengalaman Indonesia Membangun Perdamaian di Afghanistan pada 2018

7 September 2021   21:29 Diperbarui: 8 September 2021   07:46 551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo saat mengunjungi Afghanistan pada Senin (29/1/2018).| Sumber Foto: Biro Pers Setpres via Kompas.com

Menanggapi pemerintahan Taliban di Afghanistan, pemerintah Indonesia melalui Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi menyatakan wait and see terhadap perkembangan di negeri itu. 

Kebijakan Indonesia itu muncul setelah Menlu Retno bertemu dengan perwakilan Taliban kantor Biro Politik Taliban di Doha, Qatar, pada akhir Agustus lalu. 

Pandangan Indonesia seperti itu bisa dipahami mengingat hingga saat ini Taliban belum membuat pengumuman resmi mengenai terbentuknya pemerintahan baru di Afghanistan.

Seperti diketahui bersama, kelompok Taliban menguasai negeri itu setelah merebut ibu kota Kabul dan hampir semua wilayan Afghanistan. Setelah 20 tahunan, melakukan perjuangan gerilya, Taliban mengisi kekosongan pemerintahan yang ditinggalkan oleh Presiden Ashraf Ghani. 

Penguasaan Taliban di hampir semua wilayah di Afghanistan menjadi lebih mudah berkat perjanjiannya dengan Amerika Serikat (AS) di masa pemerintahan Presiden Donald Trump di 2020. 

Perjanjian itu mengatur jaminan keamanan dari Taliban terhadap penarikan mundur semua pasukan AS dari Afghanistan. Kekosongan pasukan penjaga pemerintahan Ghani menjadi momentum bagi kelompok Taliban berkuasa di negeri itu.

Melihat perkembangan tersebut berbagai negara, termasuk Indonesia, berinisiatif mengadakan pertemuan Doha itu. Upaya-upaya perdamaian diharapkan dapat memberikan berbagai pilihan solusi terhadap kompleksitas persoalan di Afghanistan paska Taliban berkuasa.

Selain tidak tergesa-gesa mengakui pemerintahan Taliban, Indonesia meminta kelompok Taliban menjalankan tiga harapan, yaitu pemerintahan yang inklusif, penghormatan pada hak-hak perempuan, dan memastikan Afghanistan tidak menjadi sarang teroris. 

Dua harapan terakhir merupakan tuntutan internasional agar pemerintahan baru mengubah citranya sebagai kelompok radikal yang cenderung menggunakan kekerasan kepada pihak lain. Sedangkan, tuntutan mengenai pemerintahan yang inklusif dapat dikatakan merupakan prasyarat utama bagi perdamaian di Afghanistan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun