Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

ASEAN Harus Secepatnya Menjalankan Konsensus KTT tentang Krisis Myanmar

17 Mei 2021   22:12 Diperbarui: 17 Mei 2021   22:22 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

ASEAN perlu menjalankan lima konsensus sebagai hasil Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) Khusus 24 April 2021, di Jakarta. Tindakan kongkrit perlu segera dilakukan oleh ASEAN sebagai bagian dari komitmen serius dari organisasi regional itu bagi perdamaian Myanmar. 

Hingga kini, Brunei Darussalam sebagai ketua ASEAN pada 2021 ini dan Sekretaris Jenderal ASEAN berencana mengunjungi Myanmar. Jika terlaksana, kunjungan itu merupakan kunjugan resmi untuk pertama kalinya dari delegasi ASEAN paska-KTT Khusus itu setelah kudeta militer 1 Februari 2021. 

Dalam menjalankan hasil konsensus KTT Khusus, ASEAN mau tidak mau harus segera berkoordinasi dengan pemerintahan militer Myanmar untuk pelaksanaan konsensus itu. Selain itu, ASEAN juga diharapkan mampu membuka hubungan dengan Pemerintah Persatuan Nasional (National Unity Government/NUG), baik secara langsung maupun tidak langsung melalui junta militer.  

ASEAN perlu memperhitungkan kekuatan politik NUG itu dalam pelaksanaan konsensus KTT itu. Pembentukan NUG menjelang KTT Khusus itu, pandangan kritisnya terhadap kehadiran Jenderal Min Aung Hlaing ke KTT, dan upaya mendapatkan pengakuan internasional sebagai perwakilan sah dari masyarakat Myanmar telah menempatkan NUG sebagai aktor politik baru di negeri itu.

Ada dua alasan mendesak bagi pelaksanaan konsensus KTT Khusus itu dalam waktu secepatnya. Alasan pertama, Myanmar belum menunjukkan sinyal positif bakal menjalankan lima konsensus sebagai hasil KTT itu. Bahkan, pihak militer ---yang dipimpin Jenderal Min Aung Hlaing--- masih melakukan penangkapan dan tindakan kekerasan kepada masyarakat dan demonstran.

Padahal, kekerasan itu merupakan salah satu butir dari lima konsensus ASEAN yang harus segera dihentikan oleh pemerintahan junta militer Myanmar.

Alasan kedua, ASEAN perlu segera menerapkan utusan khusus ke Myanmar. Penetapan ini tentu saja juga memerlukan persetujuan dari pihak pemerintahan militer Myanmar. Kabarnya, nama utusan khsusus ASEAN ke Myanmar akan disampaikan oleh Raja Brunei sebagai Ketua ASEAN, yaitu Sultan Hassanal Bolkiah. Ada dua nama yang sedang dipertimbangkan, yaitu mantan Menteri Luar Negeri Indonesia, Hassan Wirayuda, dan manta Wakil Menteri Luar Negeri Thailand, Weerasak Footrakul.

Seperti diketahui bersama, KTT Khusus ASEAN tentang krisis politik di Myanmar itu menghasilkan lima konsensus. Kelima butir konsensus itu terdiri dari: pertama, penghentian segera kekerasan di Myanmar; kedua, perlunya dialog konstruktif menuju solusi damai; ketiga, penunjukan utusan khusus sebagai mediator dialog; keempat, bantuan kemanusiaan; terakhir, kelima, kunjungan utusan khusus dan delegasi ASEAN ke Myanmar.

Dari aspek penanggung jawab pelaksanaannya, kelima konsensus itu sebenarnya bisa dibagi dua bagian. Butir pertama dan dua menjadi tanggung jawab pemerintahan militer Myanmar. Sedangkan ASEAN bertanggung jawab atas butir ketiga hingga lima.

Meskipun begitu, pelaksanaan semua konsensus itu tetap mempertimbangkan persetujuan dari pemerintahan militer hingga KTT ASEAN itu berakhir.

Mediasi ASEAN
Salah satu faktor penentu bagi optimisme ASEAN adalah dukungan dari pemerintahan militer terhadap peran kongkrit ASEAN sebagai mediator. Persetujuan pihak militer akan menjadi tiket penting bagi ASEAN untuk masuk ke Myanmar. Dengan kesepakatan militer, ASEAN dapat lebih mudah menjalankan perannya.

Selain itu, peran mediator itu dapat dimanfaatkan ASEAN untuk mencari peluang dialog dengan NUG dan/atau NLD sebagai perwakilan dari masyarakat sipil. Ajakan ASEAN kepada NUG untuk berunding merupakan pengakuan organisasi regional itu terhadap NUG. ASEAN juga menempatkan NUG di posisi seimbang dengan pemerintahan militer.

Selain itu, persetujuan pemerintahan militer juga dapat digunakan ASEAN untuk bersikap lebih tegas dalam menjalankan butir ketiga hingga kelima dari konsensus KTT Khusus ASEAN. ASEAN dapat mengusulkan nama-nama utusan khusus kepada Myanmar untuk disetujui.

Persetujuan itu akan berlanjut pada pelaksanaan butir lain dari konsensus itu, yaitu kedatangan utusan khusus itu ke Myanmar.  Dengan penetapan dan kedatangan utusan khusus, ASEAN dapat memulai tahapan lanjut dari proses perdamaian Myanmar. Kedatangan utusan khusus itu dapat disertai oleh delegasi ASEAN.

Rekonsiliasi antara Junta Militer dan NUG
Rekonsiliasi di antara pihak-pihak yang berkonflik di Myanmar tampaknya menjadi syarat mendesak bagi prospek penyelesaian krisis politik. Pemerintahan militer dan NUG harus bisa saling menerima posisi masing-masing dan bersedia duduk bersama satu meja bagi masa depan Myanmar.

Selanjutnya, rekonsiliasi itu akan mempermudah tugas ASEAN dalam menjalankan kelima hasil konsensus KTT Khusus.

Walaupun posisi politiknya tidak dapat menggantikan NLD, kemunculan NUG mencerminkan bahwa masyarakat sipil tidak hanya tergantung pada NLD. Sebaliknya, dukungan NLD terhadap NUG akan semakin meningkatkan legitimasi politik NUG di antara berbagai kelompok oposisi.

Melalui NUG, masyarakat sipil dapat memberikan dukungan politiknya, sehingga NUG memperoleh legitimasi politik lebih besar di tingkat domestik. Selain itu, sejak awal pembentukannya, NUG menegaskan posisinya sebagai pemegang otoritas sah dari rakyat myanmar agar pengakuan internasional. Harapannya adalah masyarakat internasional akan lebih mempertimbangkan legitimasi politik NUG ketimbang pemerintahan militer.

Banyak faktor akan menentukan pelaksanaan butir-butir konsensus itu. Apalagi ketika NUG juga meminta hak yang sama kepada ASEAN dalam memberikan persetujuan terhadap pelaksanaan konsensus itu. NUG dipastikan akan menuntut pelaksanaan butir pertama dan kedua sebagai syarat bagi pelaksanaan butir ketiga dan seterusnya.

Situasi ini menjadi rumit bagi ASEAN jika pemerintahan militer menolak posisi dan peran NUG.

Sementara itu, ASEAN harus dapat menekan pemerintahan militer agar segera menjalankan konsensus KTT Khusus ASEAN. Butir pertama, yaitu penghentian segera kekerasan di Myanmar; Lalu, butir kedua konsensus adalah perlunya dialog konstruktif menuju solusi damai.

Dalam situasi itu, ASEAN harus memperoleh jaminan dari pemerintahan militer bahwa kekerasan Tatmadaw harus segera dihentikan. Pelaksanaan butir pertama ini diyakini dapat memberikan jaminan politik bagi mediasi ASEAN terhadap kelompok-kelompok sipil, melalui NUG.

KTT Khusus itu telah memberikan peran mediasi bagi ASEAN. Memang tidak ada kerangka waktu yang tepat untuk menjalankan kelima butir konsensus KTT itu. Dinamika hubungan di antara pemerintahan militer dan NUG akan mempengaruhi peran ASEAN sebagai mediator. Tidak ada jalan lain bagi ASEAN, kecuali secepatnya menjalankan perannya melakukan mediasi perdamaian di Myanmar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun