Peran ASEAN
Dengan perkembangan politik yang dinamis itu, peran ASEAN dalam mengkonstruksi masa depan yang demokratis di Myanmar akan sangat tergantung pada persetujuan pemerintahan sipil dan NUG. Situasi itu memberikan tantangan berat bagi ASEAN untuk membuka dialog dengan NUG.Â
ASEAN perlu menempatkan NUG dalam posisi sama dengan pemerintahan militer. Selain itu, peran ASEAN juga diarahkan untuk mendorong NUG menerima posisi de facto pemerintahan militer. Upaya NUG mengabaikan kekuasaan domestik dari pemerintahan militer tidak bisa dilakukan, tanpa menimbulkan resiko terhadap masyarakat Myanmar.
Posisi yang seimbang antara pemerintahan sipil dan NUG itu sangat strategis bagi masa depan demokratisasi di Myanmar.Â
Dengan posisi itu, kedua pihak diharapkan dapat menerima ASEAN dengan konsensusnya. Ada lima butir konsensus yang dihasilkan KTT Khusus ASEAN, yaitu: penghentian segera kekerasan di Myanmar, perlunya dialog konstruktif menuju solusi damai, penunjukan utusan khusus sebagai mediator dialog, bantuan kemanusiaan, dan kunjungan utusan khusus dan delegasi ASEAN ke Myanmar.
Hingga jari ini, pemerintahan militer Myanmar belum menunjukkan komitmen nyata dalam pelaksanaan kelima konsensus itu. Sementara itu, NUG juga masih dalam posisi tidak mengakui pemerintahan militer, seperti juga sebaliknya.Â
Sikap saling tidak mengakui itu seharusnya mendorong mereka untuk memberikan peran penengah atau mediasi kepada ASEAN sebagai pihak yang dianggap paling dekat dengan kedua pihak itu. Namun demikian, proses ke arah itu tampaknya masih harus menemui jalan panjang.
Dengan atau tanpa peran ASEAN sebagai penengah/mediator, nasib demokratisasi di Myanmar lebih ditentukan oleh dinamika interaksi politik di antara NUG dan pemerintahan sipil.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H